"Kalau lagi laris bisa dapat Rp 100 ribu per hari, tapi kalau lagi apes ya terpaksa tahan lapar," ujar pria kelahiran Probolinggo 2 November 1978 ini.
Dengan penghasilan seperti itu, Slamet harus pandai memanage keuangannya agar bisa ditabung untuk keluarga dan untuk biaya hidupnya.
"Yang penting tiap hari harus nabung untuk keluarga khususnya untuk sekolah anak di kampung," ucap Slamet.
Sebagai seorang ayah, Slamet kadang rindu untuk bertemu istri dan anak-anaknya.
"Tapi itu harus bisa ditahan, cukuplah bisa ketemunya setahun dua kali, kalau uang cukup," tutur Slamet.
Dengan kondisi ekonomi seperti itu Slamet tidak ingin berharap terlalu jauh pada anak-anaknya kelak.
"Anak saya gak mungkin jadi PNS, karena ekonomi seperti ini paling mentok jadi pegawai swasta," tutupnya dengan nada pesimis.