TRIBUNENREKANG.COM, ENREKANG - Keluarga adalah segalanya, tiada apapun di dalam kehidupan yang bisa meggantikan pentingnya sebuah keluarga.
Tanpa keluarga, kehidupan seseorang pasti akan terasa hambar dan tak bermakna.
Hal itulah yang mendasari, warga Probolinggo, Jawa Timur, Slamet Riyadi (39), rela bekerja apapun demi menghidupi keluarganya.
Baginya apapun Ia akan lakukan untuk menghidupi dan membahagiakan istri dan anak-anaknya.
Slamet memiliki, seorang istri bernama, Iit dan dua anak bernama, Adam (12) dan
Alfad (7).
Slamet berprofesi sebagai penjual baskom keliling daerah.
Selama bertahun-tahun menggeluti profesi tersebut, dia telah mengelilingi pulau Kalimantan dan Sulawesi.
Dan terpaksa harus meninggalkan istri dan anak-anaknya di Probolinggo.
Sebagai penjual baskom keliling, Slamet harus berjalan kaki dari rumah ke rumah menjajakan baskom dagangannya.
Hal itu dia lakukan mulai pagi hingga sore hari, dengan menempuh jarak 40-50 Km setiap harinya.
Baskom yang dia jajakan, dihargai dengan kisaran Rp 5 ribu hingga Rp 85 ribu.
"Kalau lelah dan haus dalam perjalanan, saya beristirahat di pohon, masjid ataupun rumah warga yang baik hati," kata Slamet kepada TribunEnrekang.com, di trotoar Jl Sultan Hasanuddin Enrekang, Jumat (7/4/2017).
Jika waktu beristirahat tiba di malam hari, dia akan tidur di masjid ataupun pos ronda yang dia lalui.
"Soal tempat tidur gak masalah, bisa tidur di masjid ataupun pos ronda," ujarnya.
Dari profesi tersebut, Slamet mengaku penghasilannya tidak menentu.
"Kalau lagi laris bisa dapat Rp 100 ribu per hari, tapi kalau lagi apes ya terpaksa tahan lapar," ujar pria kelahiran Probolinggo 2 November 1978 ini.
Dengan penghasilan seperti itu, Slamet harus pandai memanage keuangannya agar bisa ditabung untuk keluarga dan untuk biaya hidupnya.
"Yang penting tiap hari harus nabung untuk keluarga khususnya untuk sekolah anak di kampung," ucap Slamet.
Sebagai seorang ayah, Slamet kadang rindu untuk bertemu istri dan anak-anaknya.
"Tapi itu harus bisa ditahan, cukuplah bisa ketemunya setahun dua kali, kalau uang cukup," tutur Slamet.
Dengan kondisi ekonomi seperti itu Slamet tidak ingin berharap terlalu jauh pada anak-anaknya kelak.
"Anak saya gak mungkin jadi PNS, karena ekonomi seperti ini paling mentok jadi pegawai swasta," tutupnya dengan nada pesimis.