Menurut dia, banyak petunjuk dari cerita Freddy untuk mengungkap nama oknum yang terlibat dalam jaringan bisnis narkotika.
"Jadi, cerita itu sebenarnya sudah menjadi konsumsi internal di Lapas Nusakambangan. Kalau mau didalami lebih jauh oleh BNN, Kepolisian dan TNI pasti nama-nama oknum mereka yang terlibat bisa diungkap," ujar Haris.
Haris mengatakan, nama oknum TNI, Polri, dan BNN yang terlibat bisnis haram itu sebenarnya bisa dilacak melalui buku registrasi dan Closed Circuit Television (CCTV) yang terpasang di seluruh penjuru Lapas Nusakambangan.
Haris mendudukkan cerita Freddy itu sebagai petunjuk, bukan bukti.
Ia berharap, dari cerita itu, penegak hukum menelusurinya untuk menemukan bukti baru.
Menurut Haris, Freddy bercerita bahwa ia hanya sebagai operator penyelundupan narkoba skala besar.
Saat hendak mengimpor narkoba, Freddy menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari China.
Oknum aparat disebut meminta keuntungan kepada Freddy dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per butir.
Cerita Freddy diragukan
Polri menganggap pesan berantai yang disebar Haris merugikan institusi.
Polisi menganggap apa yang diungkapkan Freddy hanya untuk lolos dari jerat hukuman mati.
Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian menilai, informasi yang diungkapkan Haris tidak bisa dibuktikan kebenarannya.
Selain itu, kata Tito, informasi tersebut tidak didukung dari sumber lain yang bisa mengonfirmasi keterangan Freddy.
"Seharusnya Haris melakukan kroscek ke sumber lain yang bisa mendukung pernyataan Freddy sebelum menyampaikannya ke publik. Kalau benar-benar didukung sumber informasi yang lain, baru oke," ujar Tito.
Tito menjelaskan, dari sudut pandang kepolisian, sebuah keterangan bisa dipercaya apabila berasal dari sumber yang bisa dipercaya dan mendapat dukungan dari sumber-sumber lain.