MAKASSAR, TRIBUN - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah mendalami dugaan monopoli penjualan gas elpiji oleh PT Pertamina di Indonesia.
Dari hasil penelitian sementara, KPPU menemukan indikasi Pertamina sebagai pemain utama di bisnis elpiji di Tanah Air, menjual elpiji ke konsumen jauh dari harga kelaikan dunia, khususnya di ASEAN.
"Kita sementara melakukan penelitian awal, harga elpiji yang dijual Pertamina menetapakan harga yang terlalu tinggi, merugikan konsumen, dan menutup peluang swasta di bisnis ini," kata Ketua KPPU Dr M Syarkawi Rauf, kepada Tribun, di Makassar, Sabtu (19/3) kemarin.
Di pihak lain, sejak akhir tahun 2015 lalu, Pertamina mengklaim harga jual elpiji bersubsidi di Indonesia masih yang termurah.(Baca; Pertamina Klaim Yang Termurah)
KPPU, kata Syarkawi, juga akan merekomendasikan ke pemerintah, untuk mengubah regulasi yang menutup peluang keterlibatan pihak swasta untuk mengimpor gas dan menjualnya ke konsumen.
"Jika memang Pertamina tak tutunkan harga, kita akan minta ke pemerintah, untuk membuka keran impor LPG, biarkan pihak swasta masuk, harga akan kompetitif, dan konsumen diuntungkan, dan salah satu faktor yang mempengaruhi industri dalam negeri," kata alumnus Fakultas Ekonomi Unhas ini.
Menurut Syarkawi, penelitian awal berupa pengumpulan data dan bukti ini, setelah KPPU mendengarkan keterangan langsung dari dua perusahaan minyak internasional, Petronas dan Shell, tentang harga jual bahan bakar minyak (BBM), di Indonesia, pascatren penurunan global harga minyak dunia, dalam empat bulan terakhir.
Data sementara yang dikumpulkan KPPU adalah, harga gas di Indonesia berkisar 7 hingga 9 US Dollar per Juta British Thermal Unit (MmBTU).
Padahal, dari data per awal tahun 2016, negara-negara ASEAN lain harganya jauh di bawah itu.
Di bawah Indonesia, Vietnam harga gas nya mencapai US$ 7,5 per MMBTU. Sementara negara ASEAN lainnya yakni Filipina, Singapura, dan Malaysia harga gasnya di bawah US$ 6 per MMBTU.
Harga gas di Filipina hanya US$ 5,43 per MMBTU. Untuk Singapura harga gas berkisar antara US$ 4 per MMBTU hingga US$ 5 per MMBTU. Sementara harga gas di Malaysia harga gasnya US$ 4,47 per MMBTU.
Itupun, jelasnya, meski sudah disubsidi pemerintah, harga jual elpiji di Indenesia bervariasi, sesuai jarak tempuh.
Harga elpiji di Pulau Jawa termurah, sedangkan di Sumatera, kalimantan dan Sulawesi, dan Papua bisa mencapai 10 USD per MMBTU.
Selain merugikan konsumen di Tanah Air, harga epliji yang tidak kompetitif ini, juga mengindikasikan Pertamina sebagai produsen dan distributor gas elpiji, mendikte harga.
Hal serupa juga pernah dikemukakan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian Haris Munandar.
Dikatakan, harga gas Indonesia lebih mahal dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi industri dalam negeri.
Pelaku industri mengeluhkan harga jual gas yang terlampau tinggi di Indonesia dibandingkan dengan produk sejenis di negara-negara tetangga. Untuk itu, Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) mendesak pemerintah untuk menurunkan harga gas industri menjadi US$ 5 per Million Metric British Thermal Unit (MMbtu).
"Kami minta harga gas bisa ditekan menjadi US$ 5 per MMbtu," ujar Ketua Umum FIPGB Achmad Safiun di Jakarta, seperti dilansir Kontan.
Cadangan Gas
Dalam acara Gas Indonesia Summit and Exhibition di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu (16/3) pekan lalu, terungkap penyerapan gas di dalam negeri belum banyak.
Kini sekitar 47% produksi gas Indonesia masih diekspor.
Namun, tanpa temuan sumber gas baru, di tahun 2019, Indonesia berpotensi menjadi importir pada 2019.
Direktur Pembinaan Program Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Agus Cahyono Adi, mengemukakan dalam data prediksi neraca gas bumi Indonesia hingga 2030, disebutkan kebutuhan impor Indonesia pada tahun 2019 adalah sebesar 1.777 juta standar kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/MMSCFD).
Namun, jika ada temuan sumur gas baru, bisa jadi volume impor tak akan sebesar itu.
Selain itu, kata Agus, besaran impor akan dievaluasi secara detil setiap tahun sesuai dengan kebutuhan. "Impor itu kita buka dalam hal kita kekurangan pasokan," katanya.