Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Legenda Timnas Indonesia Ramang Dianugerahi Bintang Jasa di Bawah Bintang Mahaputera

Andi Ramang masuk dalam sembilan penerima Tanda Kehormatan Bintang Jasa berdasarkan Keputusan Presiden RI.

Editor: Muh Hasim Arfah
PSM MAKASSAR
Legenda PSM, Andi Ramang. Andi Ramang masuk dalam sembilan penerima Tanda Kehormatan Bintang Jasa berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 75/TK/Tahun 2025.  

TRIBUN-TIMUR.COM- Andi Ramang masuk dalam sembilan penerima Tanda Kehormatan Bintang Jasa berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 75/TK/Tahun 2025. 

Presiden Prabowo Subianto menyerahkan anugerah kepada legenda PSM Makassar di Istana Presiden, Senin (25/8/2025). 

Bintang Jasa adalah tanda kehormatan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk menghormati seseorang atas jasa dan perjuangannya.

Tanda kehormatan ini ditetapkan pada tahun 1963.

Bintang ini berada setingkat di bawah Bintang Mahaputera.

Bintang Jasa diberikan kepada mereka yang berjasa besar terhadap negara dan bangsa dalam suatu bidang, peristiwa, atau hal tertentu.

Sebagai pemberi tanda kehormatan, Presiden Indonesia, secara langsung menjadi pemilik kelas pertama tanda kehormatan ini, yaitu "Bintang Jasa Utama".

Baca juga: Sosok 5 Putra Sulsel Terima Tanda Kehormatan dari Prabowo: Haji Isam, Andi Ramang, Andi Amran

Wakil Presiden Indonesia secara langsung juga menjadi pemilik kelas pertama tanda kehormatan ini, sama seperti Presiden. 

Sementara itu, empat tokoh dari Sulawesi Selatan mendapatkan bintang mahaputra. 

Ramang (24 April 1924 – 26 September 1987) adalah pemain sepak bola legendaris Indonesia dari PSM Makassar pada era 1950-an. 

Ia dijuluki Si Kancil dan dianggap sebagai salah satu pemain terbesar sepanjang sejarah sepak bola Indonesia.

Tendangan salto dan kemampuannya mencetak gol dari sudut sempit membuat namanya melegenda. 

Dalam dokumen resmi FIFA, ia tercatat sebagai Rusli Ramang.

Sebagai penyerang, Ramang membawa PSM meraih gelar juara di era Perserikatan dan memperkuat tim nasional Indonesia. 

Bagi masyarakat Makassar dan Bugis, namanya menjadi simbol kejayaan sepak bola.

Ramang lahir di Barru, Sulawesi Selatan.

Ayahnya, Djonjo Daeng Nyo’lo, ajudan Raja Gowa, dikenal piawai bermain sepak takraw. 

Bakat itu menurun pada Ramang yang sejak kecil terbiasa bermain bola dari rotan, kain, hingga buah jeruk.

Kebiasaan ini membentuk gaya khasnya: mencetak gol lewat tendangan salto.

Ramang memulai karier pada 1939 bersama klub di Barru.

Ia sempat berhenti pada 1943 untuk menikah dan membuka warung kopi kecil.

Setelah anak pertamanya meninggal, ia pindah ke Ujungpandang (kini Makassar) dan bekerja sebagai tukang becak lalu sopir truk, sembari tetap bermain sepak bola.

Pada 1947, ia bergabung dengan Makassar Voetbal Bond (MVB), cikal bakal PSM Makassar

Saat membela klub Persis (Persatuan Sepak Bola Induk Sulawesi), ia mencetak sebagian besar gol dalam kemenangan 9-0.

Penampilan itu membuat PSM merekrutnya. Sejak saat itu, Ramang menjadi ikon PSM dan tim nasional Indonesia.


Prestasi Ramang 

Pada 1952, Ramang menggantikan Sunardi yang mengikuti latihan di Jakarta.

Sejak itu ia menjadi pemain utama PSSI.

Didampingi Suardi Arlan di kanan dan Nursalam di kiri, ia tampil bak kuda kepang di tengah gelanggang. 

Sebagai penyerang tengah, permainannya memukau.

Setahun kemudian, ia berkeliling ke berbagai negara dan namanya melesat menjadi idola penonton sekaligus ditakuti lawan.

Dalam lawatan 1954 ke Asia (Filipina, Hongkong, Thailand, Malaysia), PSSI hampir menyapu bersih lawan-lawannya.

Dari total 25 gol yang tercipta, sementara PSSI hanya kebobolan enam gol, sembilan belas di antaranya lahir dari kaki Ramang.

Berkat prestasinya, Indonesia diperhitungkan sebagai kekuatan baru sepak bola Asia. Kesebelasan Eropa pun mulai menguji PSSI.

Lawannya antara lain Yugoslavia dengan kiper legendaris Beara, Stade de Reims dengan Raymond Kopa, Rusia dengan Lev Yashin, klub Locomotive dengan Bubukin, hingga Grasshoppers dengan Roger Vollentein. 

Namun, Ramang selalu merendah. “Itu bukan prestasi saya sendiri, melainkan kerja sama dengan kawan-kawan,” ujarnya, sembari menyebut rekan-rekannya seperti Maulwi Saelan, Rasjid, Chaeruddin, Ramlan, Sidhi, Tan Liong Houw, Aang Witarsa, Thio Him Tjiang, Danu, Phoa Sian Liong, dan Djamiat.

Ramang dikenal haus gol. Ia mampu menembak dari sudut mana pun, dalam situasi tersulit, bahkan sambil berlari kencang.

Keunggulan utamanya adalah tendangan salto, warisan keterampilan dari sepak raga.

Gol salto kerap ia persembahkan, salah satunya saat Indonesia mengalahkan RRC 2-0 di Jakarta menjelang kualifikasi Piala Dunia 1958.

Dua gol kemenangan itu dicetak Ramang, satu di antaranya melalui salto. 

Pada laga tandang di Peking, Indonesia kalah 3-4, lalu bermain imbang 0-0 di Rangoon.

Sayangnya, PSSI gagal melanjutkan karena lawan berikutnya adalah Israel, negara yang tak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia.

Popularitas Ramang begitu besar.

Pada era 1950-an, banyak orangtua menamai anak laki-lakinya dengan nama Ramang.

Ketika ditanya tentang pertandingan paling berkesan, Ramang menyebut laga PSSI melawan Uni Soviet pada Olimpiade Melbourne 1956.

“Waktu itu saya hampir mencetak gol, tapi kaus saya ditarik dari belakang,” kenangnya.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved