Opini
Merdeka!
Refleksi 80 tahun kemerdekaan: Apakah kita benar-benar sudah merdeka? Ketimpangan dan "penjajahan gaya baru" masih membayangi rakyat kecil.
Merdeka!
Oleh: Abdul Gafar
Pendidik di Departemen Ilmu Komunikasi Unhas Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya."
Naskah Proklamasi ini ditandatangani Soekarno-Hatta bertanggal 17 Agustus 1945.
Terasa betul telah menginjak angka tahun yang ke-80.
Kalau diibaratkan umur manusia telah masuk ke fase lansia paripurna.
Campur aduk sedih dan gembira melintasi zaman yang penuh gejolak dan dinamika.
Inilah negeriku yang telah melahirkan ‘petarung-petarung’ tangguh.
Tangguh dalam menghadapi kesulitan hidup yang menerkam tak henti-hentinya.
Sementara ada juga yang menikmati kehidupannya dengan mulus.
Dari ratusan juta jiwa di negeri ini, jumlah mereka yang mulus-mulus ini terhitung langka.
Merekalah yang ‘menguasai’ panggung kemerdekaan ini.
Merdeka memang barang mahal dan langka.
Untuk merebutnya, harta dan jiwa menjadi taruhannya.
Ketika merdeka telah dicapai, maka hal terberat adalah bagaimana mengisinya.
Bung Karno mengatakan “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”.
Apa yang dikatakan Bung Karno bukanlah omon-omon belaka.
Itulah fakta yang kita hadapi dalam menapaki perjalanan bangsa ini.
Terjadi ‘keterbelahan’ dalam melihat suatu masalah.
Terlebih lagi jika terbentuk relawan yang siap mati untuk membela junjungannya.
Konteks merdeka dapat terlihat dan dirasakan mulai dari kelompok terkecil hingga negara.
Seorang ibu -tetangga- sebelah rumah sementara mencuci pakaian ditanya oleh seorang penjual bassang (makanan tradisional di daerah ini) tentang kemerdekaan.
Dikatakan bahwa ia belum merdeka.
“Saya baru merdeka jika di tangan ada lembaran-lembaran merah”.
Lanjut ia mengatakan bahwa “orang tua sudah meninggal, suami pun tidak ada.
Sejumlah anak yang mesti dihidupi. Siapa lagi yang mesti diharap ?” Miris kita melihat orang kecil ini.
Penulis teringat puluhan tahun lalu ketika menjadi penatar P4 bagi mahasiswa baru di Unhas.
Saat itu, penulis membahas tentang UUD 1945.
Pada alinea pertama dikatakan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Saat itu kondisi mahasiswa lagi senang-senangnya jika menjumpai mahasiswa baru (maba) alias juniornya.
Penulis menjelaskan kepada maba siapa itu bangsa ? Bangsa terdiri atas individu di suatu wilayah.
Karena maba adalah individu, maka tidak boleh ada penjajahan mahasiswa senior atas juniornya.
Penulis mengemukakan pertanyaan kepada maba “mau merdeka atau dijajah ?”.
Kalau mau merdeka, maka tidak boleh ada maba yang takut kepada seniornya, selama itu benar.
Penulis akan melanjutkan pembahasan jika maba berani mengakui alinea pembukaan ini.
Setelah mereka berpikir, maka serentak menjawab mengakui alinea tersebut.
Barulah penulis melanjutkan pembahasan tentang UUD 1945.
Hasilnya, para senior ‘menjauh’ dari ruangan tempat penulis memberi materi UUD 1945.
Seorang kawan, Jamaluddin Fahrudin staff di Institut Bisnis dan Keuangan Nitro Makassar berkomentar tentang kemerdekaan.
“Kemerdekaan tentang semangat perjuangan dan tekad untuk maju. Kondisi bangsa saat ini tidak menentu bagai penjajahan gaya baru melawan ketamakan, kerakusan penguasa dan kroni-kroninya”.
Hal ini hampir senada dengan penjelasan Kyai Haji Sudirman yang biasa mengisi pengajian bulanan di masjid dekat rumah penulis.
“Negara tidak dalam kondisi yang baik-baik saja. Kemerdekaan hanya dapat dinikmati oleh segelintir kecil orang saja. Belum mencapai kemerdekaan yang hakiki”, katanya. (*)
Gaduh Rekening Dormant: Ketika PPATK Bertindak Sebelum Berpikir |
![]() |
---|
HUT ke-80 RI: Merdeka dari Penjajah, Tapi Terjajah Pajak |
![]() |
---|
Catatan Singkat HUT ke-80 RI: Makna Kemerdekaan Dibalik Seragam Sekolah Gratis |
![]() |
---|
Vladimir Putin Undur 30 Menit untuk Menguji Donald Trump |
![]() |
---|
Normalisasi, Mahasiswi Aborsi karena Hamil Luar Nikah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.