Headline Tribun Timur
Mencari Jejak Hominins Sulawesi
Wallacea adalah kawasan biogeografi meliputi sebagian besar wilayah Indonesia tengah, termasuk Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku.
TRIBUN-TIMUR.COM, SOPPENG - Temuan tujuh buah artefak batu di Situs Calio, Kelurahan Ujung, Kecamatan Lilirilau, Kabupaten Soppeng, kini membuat arkeolog dan ilmuwan penasaran.
Siapa sebenarnya hominins (manusia purba) pencipta alat itu, dan dari mana asalnya?
Pertanyaan itu mengemuka seusai 27 ilmuwan memastikan telah menemukan alat batu berusia 1,1 juta hingga 1,5 juta tahun lalu.
Alat batu zaman Paleolitikum itu resmi dinyatakan sebagai penemuan tertua saat ini di Kawasan Wallacea.
Wallacea adalah kawasan biogeografi meliputi sebagian besar wilayah Indonesia tengah, termasuk Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku.
Kepastian artefak tertua Wallacea usai diterbitkan di jurnal berkelas internasional Nature (Internasional Journal of Science) per tanggal 6 Agustus 2025.
Jurnal itu berjudul 'Hominins on Sulawesi During the Early Pelistocene'. Perspektif Baru Migrasi Manusia Purba (Hominins) di Wallacea 1.100.000-1.500.000 Tahun yang Lalu.
Tujuh artefak batu ditemukan para peneliti terkubur di sedimen batuan pasir, di tengah ladang jagung di Calio, Soppeng.
Ladang milik Pemkab Soppeng, namun dikelola warga setempat.
Peneliti di Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Pusat Kolaborasi Riset Arkeologi Sulawesi (BRIN–Universitas Hasanuddin), Budianto Hakim memimpin tim penelitian.
Budi, sapaannya, mengatakan temuan bersama timnya mengungkap fakta baru.
Sekaligus mementahkan teori lama soal manusia purba.
"Teori lama menyebut manusia purba ‘kuldesak’ menemukan jalan buntu di Jawa, itu terbantahkan," kata Budianto di konfrensi pers di Museum Villa Yuliana, Jl Pengayoman, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng, Sulsel, Kamis (7/8/2025) pagi.
Menurut Budi, manusia purba zaman paleolitikum, awalnya dianggap belum cukup cerdas menemukan cara menyeberangi lautan dari pulau Jawa, ke Kalimantan, lalu Sulawesi.
"Mereka tidak mungkin berenang karena jarak pulau (Sulawesi dan Kalimantan) dulu itu masih sekira 40 kilometer dan sangat dalam. Beda seperti gajah masih bisa berenang," ungkap Budi.
Di Soppeng sebelumnya memang telah ditemukan fosil gajah kerdil. Fosil-fosil itu kini dipajang di Museum Villa Yuliana.
Sebagian lainnya disimpan di Museum Calio, hanya sekira 300 meter sebelah timur lokasi penemuan artefak batu.
Lanjut Budi, hasil temuannya pun memunculkan kemungkinan jika manusia purba sudah bisa menemukan cara melintasi pulau.
"Mungkin pakai batang kayu yang mereka lihat hanyut di lautan atau sungai atau cara lain, mungkin itu dasarnya mereka ke Sulawesi sekira 1 juta tahun lalu," tegasnya.
Dikatakan Budi, manusia purba dinilai sudah punya kemampuan navigasi.
Mereka mencari tempat-tempat baru sumber makanan, hingga ke lembah Walannae.
Lembah Walannae di Soppeng (meliputi lima kabupaten) sangat kaya sumber daya alam bisa menunjang manusia purba hidup di masa lalu.
Temuan artefak ini juga semakin memotivasi para ilmuwan mencari jejak manusia purba zaman batu pertama di Sulsel, khususnya kawasan Lembah Walannae.
Apalagi, fosil manusia purba dan alat-alat batu berumur 700 ribu tahun yang ditemukan sebelumnya di Flores, Nusa Tenggara Timur, mirip dengan artefak di Situs Calio.
"Ini mirip dengan di Flores dan Filipina. sama dengan gajah kerdil juga ada di Flores. Temuan ini menggiring kami untuk mencari (manusia purba) lebih jauh," ujar dia.
Arkeolog Universitas Griffith Australia Prof Adam Brumm menjelaskan, sebelum penemuan Situs Calio, jejak keberadaan hominins tertua di Sulawesi berasal dari Situs Talepu.
Situs Talepu juga berlokasi di Kabupaten Soppeng, tak jauh dari Calio.
Di Situs Talepu, ditemukan artefak batu berusia sekitar 200 ribu tahun yang lalu.
"Ini temuan yang sangat spesial sebagai bukti kehadiran hominin tertua di Sulawesi. Dulu tertua berasal dari Situs Talepu dan kini kita menemukan yang jauh lebih tua," ujarnya.
Adam Brumm menjelaskan, sejauh ini, situs manusia purba tertua di Indonesia ditemukan di Pulau Jawa. Homo Erectus Buniayuensis, umurnya sekira 1,7 hingga 1,8 juta tahun.
Adam memngatakan masih terlalu dini untuk menyebut manusia purba di Jawa sama atau ada hubungannya dengan yang ada di Sulawesi.
Sebab sejak zaman batu, Kawasan Wallacea disebut tak pernah menyatu dengan pulau Kalimantan ataupun Jawa. Sementara manusia purba diklaim tak bisa berenang, apalagi jarak Wallacea dengan Kalimantan diperkirakan sekitar 40 kilometer di masa itu.
"Menurut saya itu kemungkinan spesies Pithecanthropus Erectus yang familiar di (Pulau) Jawa. Tapi kalau memang Erectus Jawa yang datang, kemungkinan mereka ke Kalimantan dulu, tak langsung dari Jawa ke Sulawesi," paparnya.
Soal kemungkinan adanya manusia purba di Kalimantan sebelum ke Sulawesi, Adam menyebut belum ditemukan bukti. Namun temuan di Situs Calio bisa menjadi jalan untuk melakukan ekskavasi (penggalian) di Borneo.
"Ini menjadi penting sebab sejauh ini belum ada bukti temuan batu atau fosil (manusia purba) ditemukan di Kalimantan di atas usia 50 ribu tahun yang lalu," imbuhnya.
Lanjut Adam, para ilmuwan harus terus meneliti dengan dukungan semua pihak, agar misteri pemilik artefak batu Situs Calio dapat terungkap.
"Paling penting adalah kita menemukan sebanyak mungkin batu yang akan mengantar kita menemukan jejak manusia purba," ucapnya. (zal)
Metode Penanggalan Rantai Uranium
Peneliti lainnya ikut berkontribusi menemukan tujuh artefak batu, Unggul Prasetyo Wibowo menjelaskan, pencarian situs manusia purba di Situs Calio sudah dimulai sejak 2016 lalu.
Mereka melanjutkan ekskavasi peneliti-peneliti sebelumnya di Walannae yang belum membuahkan hasil.
Puluhan titik telah diekskavasi atau digali, namun tim dan kawan-kawan tak menemui hasil. Barulah pada 2019 mulai menemui titik terang.
Fokus kemudian tertuju saat tim menemukan ratusan bahkan ribuan pecahan alat-alat batu di permukaan sekitar situs Calio, tidak terkubur sedimen.
Karena tak tersedimentasi, tak bisa menentukan seberapa tua artefak-artefak itu.
"Maka tim mulai menggali untuk menemukan artefak di sini (Calio).
Situs digali tak begitu luas. Hanya petak tanah berukuran 3x4 meter di tengah ladang jagung. di sisi utara ladang, area pemakaman umum warga Calio.
Situs ini juga terletak di belakang kantor Balai Penyuluh Pertanian Desa Calio, di sampingnya ada Puskesmas Baringeng.
Tim harus bekerja keras menggali dan memecahkan lempengan batu pasir. Warga setempat dilibatkan, menggunakan betel dan palu. Lubang digali pun tak begitu dalam. Terdalam hanya sekira satu meter.
Penggalian dihentikan sementara saat tim telah menemukan tujuh buah artefak tersedemintasi. Ukuran tujuh artefak tak begitu besar. Ada yang hanya sebesar jempol tangan.
Paling besar sekira setangah jengkal, berbentuk runcing seperti ujung tombak.
"Ini dipakai mereka (manusia purba) untuk memotong daging hasil buruan atau lainnya," paparnya.
Tujuh batu itu kemudian diteliti untuk mengetahui umurnya. Para peneliti menggunakan kombinasi teknik paleomagnetik pada sedimen dan penanggalan Rantai Uranium (Uranium-series), serta Penanggalan dengan resonansi spin elektron terhadap fosil gigi yang masih dalam konteks yang sama dengan artefak batu.
Teknik penanggalan yang kompleks dan presisi tinggi ini memastikan bahwa artefak tersebut benar-benar berasal dari periode Pleistosen Awal atau berusia di atas satu juta tahun.
Terbitnya jurnal ini menjadi angin segar penyemangat bagi Budianto, Unggul, dan kolega untuk mencari jejak manusia purba zaman Paleolitikum di lembah Walannae, Walacea, Tanah Sulawesi. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.