Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Mustari Baso Eks Pasukan Elit TNI Pemburu PKI Bernasib Miris, Hidup Sebatang Kara di Jeneponto

Mantan Pasukan RPKAD TNI AD Mustari Baso kini tinggal di gubuk berukuran 2x2 meter seorang diri mengandalkan gaji Rp400 ribu per bulan.

Penulis: Muh. Agung Putra Pratama | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM/Muh Agung Putra Pratama
PENSIUNAN TNI - Batituud Koramil 05 Batang, Pelda Alimuddin, Mustari (Purn TNI) dam Kapolsek Batang Iptu Purwanto, saat ditemui di Kampung Kunjung Mange, Desa Kaluku, Kecamatan Batang, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel), Sabtu (2/8/2025). 

TRIBUN-TIMUR.COM, JENEPONTO - Di sudut Kampung Kunjung Mange, Desa Kaluku, Kecamatan Batang, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel) hidup seorang lelaki tua bernama Mustari Baso

Mustari bukan orang biasa, ia adalah purnawirawan TNI berpangkat terakhir Sersan Satu (Sertu). 

Dahulu ia berdinas di satuan paling elit, Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), kini dikenal Kopassus.

Namun diusia 82 tahun, Mustari menjalani hari-harinya dengan sunyi di ruangan berukuran 2x2 meter.

Lokasinya tepat di belakang rumah keluarga, H Jalling, yang bersedia menampungnya. 

Tidak ada lagi suara barak dan hormat bendera.

Hanya suara angin dan dinding seng yang menemani masa tuanya.

Ditemui Tribun-Timur.com, Sabtu (2/8/2025) sore, Mustari Baso masih mengingat dengan samar pengalaman hidupnya. 

Dengan suara lirih dan terbata, ia mengenang masa tugasnya di era Presiden Soeharto.

“Saya pernah tugas ke Timor-Timor dua kali, saya juga pernah buru PKI,” ucap Mustari sambil tersenyum kecil. 

Mustari sering mengelu-elukan nama Prabowo dan Soeharto.

Dua tokoh yang melekat dalam ingatannya sebagai pemimpin.

Baca juga: Awal Mula Terbentuknya PKI di Indonesia, Bermula ISDV Bentukan Orang Belanda Sneevliet

Namun jauh dari kemegahan masa lalu, Mustari mengakui kehidupannya kini tak lagi sama. 

Ia ditinggalkan istri dan anak-anaknya.

“Iye, saya ditinggal sama anak-anak karena maklumlah, dia mau ikut mamanya atau ikut saya, kalau ikut saya, kasihan, saya masih bertugas," ujarnya.

Hj Sattunia, istri dari H Jalling yang kini merawatnya, menyebut jika anak dan istri Mustari tak pernah datang berkunjung.

Hanya pernah menelepon sekali, dan berjanji akan membantu.

“Katanya mau bantu, tapi sampai sekarang tidak ada bantuannya sama sekali,” ucapnya. 

Menurut Sattunia, uang pensiun Mustari pernah diambil diam-diam oleh anaknya sebesar Rp 100 juta.

Kini, sisa gaji pensiun Mustari hanya Rp400 ribu. 

Mustari kata Sattunia, sempat ditemukan tidur di bawah jembatan Tino, Kabupaten Bantaeng.

Bahkan pernah terlantar di Terminal Malengkeri, Makassar. 

"Anak yang tinggal di Makassar sempat berjanji menjemput, tapi tidak pernah datang," sebutnya.

Singkat cerita, seseorang membawa Mustari ke pinggir jalan, tepat di depan rumah H Jalling. 

Dari sanalah cerita haru Mustari kembali dimulai.

"Sudah dua tahun menetap di sini dan saya yang merawatnya," tutur Sattunia.

Batituud Koramil 05 Batang, Pelda Alimuddin yang mendatangi rumah tersebut bersama Kapolsek Batang Iptu Purwanto membenarkan status Mustari sebagai purnawirawan TNI.

"Beliau ini purnawirawan TNI, menurut keterangan beliau masuk di grup 1 Kopassus Cijantung kemudian pensiun terakhir di Kodim 1411 Bulukumba tahun 1992," kata Alimuddin.

"Beruntungnya beliau ini dirawat oleh pihak keluarga yang masih mau merawat, anak-anaknya ada di Jakarta, pokoknya tidak ada di Jeneponto. Seandainya tidak dipedulikan mungkin beliau tinggal dipinggir jalan lah," tutup Alimuddin.

Di ruangan 2x2 meter tersebut, Mustari masih memiliki seragam TNI dilengkapi lambang Kopassus di bahu kiri dan papan RPKAD di dada kiri serta papan nama M.K.R Baso, (Mustari Karaeng Baso).

Dalam buku Keterangan Mengenai Pensiunan, Mustari bernama lengkap Mustari Baso Sertu Purn TNI-AD, lahir 5 Februari 1943.(*)

Tentang RPKAD

Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) adalah cikal bakal Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat.

Awalnya bernama Korps Komando Angkatan Darat (KKAD), RPKAD dibentuk pada tahun 1955 sebagai pengembangan dari KKAD.

RPKAD kemudian mengalami beberapa kali perubahan nama, termasuk menjadi Pusat Pasukan Khusus (Puspassus AD) pada tahun 1966 dan Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha) pada tahun 1971, sebelum akhirnya menjadi Kopassus pada tahun 1985.

RPKAD dikenal karena perannya dalam berbagai operasi militer, termasuk penumpasan Gerakan 30 September (G30S).  

Sejarah Singkat RPKAD

1952: Korps Komando Angkatan Darat (KKAD) dibentuk.  

1955: KKAD dikembangkan menjadi Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD).  

1959: Nama RPKAD resmi digunakan, dilengkapi dengan kemampuan para (pasukan terjun payung).  

1966: RPKAD ditingkatkan menjadi Pusat Pasukan Khusus Angkatan Darat (Puspassus AD).  

1971: Puspassus AD berubah nama menjadi Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha).  

1985: Kopassandha berubah menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus) hingga saat ini.  

Peran dan Misi RPKAD

RPKAD, sebagai cikal bakal Kopassus, memiliki peran penting dalam menjaga keamanan dan keutuhan negara.

Beberapa operasi yang melibatkan RPKAD antara lain: Penumpasan pemberontakan PRRI/Permesta, Penumpasan pemberontakan DI/TII, Operasi penumpasan G30S, Operasi pembebasan sandera di PLTA Karangkates, Operasi pembebasan sandera di Mapenduma.  
RPKAD juga dikenal karena kemampuannya dalam berbagai bidang, termasuk intelijen, tempur jarak dekat, dan anti teror, 

Tokoh Penting RPKAD

Mayor Idjon Djanbi: Mantan pasukan Belanda yang menjadi pendiri RPKAD dan Danjen Kopassus pertama.  

Mayor R.E. Djaelani: Komandan RPKAD yang menggantikan Idjon Djanbi.  

Letkol Sarwo Edhie Wibowo: Memimpin RPKAD dalam berbagai operasi, termasuk penumpasan G30S.(*)

 

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved