Opini Ismail Wekke
Kepeloporan Pemuda dan Kwik Kian Gie: Antara Duka dan Optimisme
Dalam konteks kepeloporan pemuda, sosok seperti Kwik Kian Gie menawarkan sebuah cermin.
Ismail Suardi Wekke, CIDES ICMI
TRIBUN-TIMUR.COM - Oktober mendatang, sorotan akan tertuju pada MASIKA Fest, sebuah perayaan yang bukan sekadar menandai ulang tahun organisasi, melainkan juga simbol transformasi MASIKA ICMI menjadi Pemuda ICMI.
Peristiwa ini menyoroti dinamika kepemudaan di Indonesia, di mana idealisme dan pragmatisme seringkali bersua, membentuk lintasan-lintasan baru dalam pergerakan sosial dan politik.
Di tengah euforia ini, bayangan seorang pemikir kritis seperti Kwik Kian Gie melintas, memunculkan pertanyaan fundamental: apakah kita seharusnya berduka atas hilangnya suara-suara lantang yang tak kenal kompromi, atau justru merayakan optimisme yang dibawa oleh generasi muda saat ini?
Kwik Kian Gie, dengan segala ketajaman analisisnya, adalah personifikasi dari keberanian intelektual.
Ia tak segan mengkritik kebijakan yang dianggapnya keliru, bahkan jika itu datang dari lingkar kekuasaan.
Suaranya adalah pengingat bahwa integritas intelektual dan kejujuran analisis adalah fondasi penting dalam membangun bangsa.
Dalam konteks kepeloporan pemuda, sosok seperti Kwik Kian Gie menawarkan sebuah cermin.
Apakah semangat kritis ini masih hidup dalam nadi Pemuda ICMI yang baru?
Atau apakah pragmatisme politik akan mengikis idealisme yang seharusnya menjadi ciri khas pergerakan pemuda?
MASIKA Fest, sebagai arena perayaan dan konsolidasi, adalah kesempatan emas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.
Transformasi menjadi Pemuda ICMI menandakan sebuah babak baru.
Nama baru ini, secara simbolis, membawa tanggung jawab untuk menjadi garda terdepan dalam merespons tantangan zaman.
Ini bukan hanya tentang reorganisasi struktural, tetapi tentang reorientasi visi dan misi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.