Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Irman Yasin Limpo

Menatap Pendidikan Sulsel: Optimisme yang Harus Dijaga

Angka Partisipasi Murni (APM) untuk SMA/SMK Sulsel naik dari 63 persen pada 2019 menjadi 69 persen di 2024.

Editor: Saldy Irawan
Tribun Timur
Ketua PB PGRI Irman Yasin Limpo 

Irman YL ;

Pemerhati Pendidikan

 

 

TRIBUN-TIMUR.COM - Beberapa tahun terakhir, pendidikan di Sulawesi Selatan bergerak lebih cepat.

Data BPS dan Kemendikbudristek menunjukkan bahwa angka partisipasi sekolah meningkat, kualitas guru makin merata, dan digitalisasi ruang belajar tidak sebatas jargon.

Namun, di balik kemajuan itu, kita juga melihat tantangan fundamental yang membutuhkan konsistensi kebijakan dan komitmen lintas sektor.
Pertama, akses pendidikan terus membaik.

Angka Partisipasi Murni (APM) untuk SMA/SMK Sulsel naik dari 63 persen pada 2019 menjadi 69 persen di 2024.

Pemerintah provinsi bersama kabupaten/kota telah memperluas beasiswa afirmasi dan transportasi siswa, terutama di wilayah pedalaman seperti Toraja Utara dan Luwu Timur.

Kedua, revitalisasi SMK menjadi titik terang.

Kini ada lebih dari 40 SMK Pusat Keunggulan yang bermitra dengan dunia usaha baik itu BUMN dan perusahaan swasta. Program link and match mulai terasa dampaknya, terutama lewat magang siswa dan pelatihan guru produktif.

Ketiga, redistribusi guru semakin merata.

Dapodik digunakan secara aktif untuk redistribusi guru ke daerah 3T dan swasta yang butuh. Rasio guru–murid di Kepulauan Selayar dan Enrekang telah membaik, mendekati standar nasional. Lebih dari 18.000 guru di Sulsel kini juga telah mengikuti pelatihan Kurikulum Merdeka dan Guru Penggerak.

Keempat, digitalisasi pendidikan telah membudaya.

Pasca pandemi, sekolah di sul sel, utamanya dibeberapa daerah terus mengembangkan sistem pembelajaran campuran (blended learning), dengan dukungan LMS.

Digitalisasi ini juga menyentuh pelaporan BOS, absensi dan rapor mutu satuan pendidikan. Pengembangan digitalisasi sebagai budaya pendidkan juga telah tercermin dengan berbagai program pada dinas pendidikan sulsel, e-panrita, smart scholl dan sebagainya.

Kelima, Menipiskan kesenjangan swasta dan Negeri di SPMB 2025, rasio rombel pada sekolah negeri sudah mulai terstandarisasi sesuai dengan keberadaan kelas dan kemampuan guru di sekolah negeri. Disi lain sekolah swasta terus bertumbuh dengan berbagai layanan pendidikan yang semakin berkualitas dan mempunyai “pasar” sendiri di masyarakat.

Beberapa sekolah swasta telah menutup penerimaan siswa disaat pendaftaran sekolah negeri belum dimulai dan beberapa sekolah swasta telah meningkat penerimaan siswanya dibanding tahun sebelumya.

Alokasi bantuan fisik maupun non fisik mulai tersalur ke sekolah swasta dengan proporsi yang lebih besar, semoga hal ini bisa menumbuhkan procedure yang tanpa Kolusi dan hal hal tdk berintegritas lainnya. 

Ke enam, lulusan yang terserap di PTN dan PTS, Meningkatnya lulusan Sekolah Menengah Atas tertampung di PTN dan PTS ternama. mengindikasikan bahwa standart lulusan sebagai bagian dari penilaian kualitas semakin membaik.

Malah dibeberapa sekolah swasta ternama menembus ke luar negeri dan ada siswa yang lolos bersamaan di beberapa universitas terbaik yang ada di pulau jawa. Walaupun kondisi ini masih banyak lulusan SMA negeri terterima di politeknik, yang sebaiknya di dominasi oleh lulusan SMK.  

Ketujuh, Penanaman karakter keagamaan, walau masih premature pelaksaaannya namun telah berupaya “me-mainstream-kan” kitab suci keagamaan pada masing masing siswa dan guru.

Hal ini merupakan langkah “drensiasi” ditengah kebosanan kurikulum nasional dan distrupsi informasi yang bisa menggoyahkan keyakinan para siswa dan guru.

Semoga hal ini juga sebagai sarana memahamkan pentingnya toleransi dan de-radikalisasi.

Namun demikian, tantangan tidak boleh diabaikan.

Kesenjangan antarwilayah dan  kesenjangan antar sekolah masih terjadi.

Di pesisir dan pegunungan, akses internet, motivasi dan kualitas tenaga pengajar, dan infrastruktur sering kali tertinggal.

Stunting dan kemiskinan anak juga berdampak pada kesiapan belajar.

Masih adanya label sekolah favorit dan non favorit.

Para stakeholder utamanya legislator dan institusi lain, masih berpandangan kepentingan sesaat dan tidak komprensif, ditambah lagi tidak meratanya pembiayaan dana pendidikan seperti DAK, revitaslisasi serta bansos, cenderung yang mendapatkannya hanya itu saja dan harus dengan akses tertentu.

Persoalan lainnya, implementasi kebijakan terutama terkait dana BOS dan SPMB masih terkendala tafsir dan adopsi juknis oleh pemerintah daerah.

Sangat disayangkan masih ada daerah penerimaan SPMB masih menggunakan sistem manual di era kemajuan teknologi yang menipiskan praktek praktek tak beritegritas.
Kompas pernah menulis, pendidikan adalah ruang peradaban, bukan hanya ruang kelas.

Hal ini berlaku juga di Sulsel.

Dengan dukungan politik anggaran yang stabil, akurasi data Dapodik, serta keberpihakan pada sekolah di luar kota besar, maka cita-cita pendidikan yang merata dan bermutu bisa dicapai.

Sebagaimana disampaikan Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman (2024): “Kami tidak ingin anak Sulsel hanya pintar baca dan tulis, tapi juga inovatif, berkarakter, dan berdaya saing global.”.

Ini bukan sekadar visi, tapi kerja kolektif yang harus dijaga kesinambungannya. Tidak hanya pendekatan kekuasaan dan structural semata tetapi membangun ekosistem pendidikan yang terus berevolusi dan dinamis terhadap tantangan hari ini dan kebutuhan masa yang akan datang. Pelibatan dan partisipasi masyarakat juga harus terus di-tumbuh kembang-kan dalam rangka pelaksanaan pendidikan didaerah ini. 

Transformasi pendidikan Sulsel adalah langkah maju yang patut diapresiasi.

Tetapi jangan biarkan langkah ini berhenti karena tantangan administratif dan politik. Pendidikan yang unggul adalah fondasi masa depan Indonesia Timur. Menjaganya berarti menjaga harapan generasi berikutnya.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved