Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Musda Golkar Sulsel

Pengamat Politik Unhas Sebut Runtuhnya Dominasi Beringin Harus Jadi Evaluasi di Musda Golkar Sulsel

Partai Golkar untuk pertama kalinya di bawah kepemimpinan Taufan Pawe kehilangan kursi Ketua DPRD Sulsel hasil dari Pileg 2024 lalu.

Penulis: Erlan Saputra | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM
MUSDA GOLKAR - Pakar Unhas Adi Suryadi Culla saat jadi narasumber di Redaksi Tribun-Timur, Kamis (26/6/2025) lalu. Terbaru Adi ungkap pandangannya jelang Musda Golkar Sulsel 2025. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Partai Golkar Sulsel menghadapi tantangan besar usai kehilangan kursi Ketua DPRD Sulsel.

Pasalnya, jabatan Ketua DPRD Sulsel selama ini menjadi simbol dominasi politik Golkar di tingkat daerah.

Pada Pemilu Legislatif 2024, Golkar di bawah kepemimpinan Taufan Pawe memang berhasil menambah perolehan kursi di DPRD Sulsel. 

Partai berlambang pohon beringin itu meraih 14 dari total 85 kursi yang diperebutkan di 11 daerah pemilihan. 

Jumlah itu naik satu kursi dibandingkan hasil Pemilu 2019.

Namun demikian, pencapaian ini justru menandai sejarah baru, untuk pertama kalinya, tidak ada kader Golkar yang duduk sebagai Ketua DPRD Sulsel. 

Posisi itu kini diambil alih oleh Partai Nasdem, yang di bawah kepemimpinan Rusdi Masse Mappasessu berhasil meraih 17 kursi dan keluar sebagai pemenang.

Baca juga: Sebulan Jelang TP Lengser, DPP Masih Tahan Keluarkan Jadwal Musda Golkar Sulsel, Tanda Plt Turun?

Inilah kali pertama dominasi politik Golkar di Sulsel runtuh sejak era Orde Baru.

Pakar Politik Universitas Hasanuddin, Adi Suryadi Culla, menyebut momen ini sebagai alarm keras dan titik evaluasi bagi partai beringin menjelang Musyawarah Daerah (Musda) 2025.

Adi menyebutkan dominasi Golkar di Sulsel telah tergerus, bahkan menyentuh akar kepemimpinan partai. 

Musda tahun ini, kata dia, tak boleh menjadi ajang rutinitas belaka, melainkan harus dimaknai sebagai ajang evaluasi menyeluruh.

"Dari dominasi Golkar yang diraih dari sekian puluh tahun bahkan sejak Orde Baru, namun pada akhirnya runtuh (Golkar kehilangan kursi Ketua DPRD Sulsel). Jadi itu juga kan kelemahan, jadi masing-masing juga punya kelemahan juga itu," kata Adi Suryadi Culla kepada Tribun-Timur, Kamis (17/7/2025.

Nama-nama seperti Taufan Pawe, Ilham Arief Sirajuddin (IAS), Munafri Arifuddin (Appi), dan Adnan Purichta Ichsan mencuat sebagai kandidat kuat. 

Adi, menilai bahwa figur-figur yang disebut dalam bursa calon Ketua DPD I Golkar Sulsel memiliki rekam jejak kepemimpinan yang mumpuni. 

Namun, menurutnya, pengalaman dan jabatan semata tidak cukup jika tidak dibarengi dengan kepercayaan politik dari pemilik suara di daerah.

"IAS (Ilham Arief Sirajuddin) misalnya, punya pengalaman yang panjang di birokrasi dan juga sebagai politisi," ujarnya. 

"Lalu Appi (Munafri Arifuddin) juga ini kan sudah pernah mengalami pengalaman kalah dan itu kan menempah yang bersangkutan, sehingga menjadi lebih matang saat ini, apalagi setelah berhasil sebagai Wali Kota Makassar dan juga memimpin Golkar Makassar," tambah Adi.

Sementara itu, Taufan Pawe juga dianggap punya peluang mencalonkan kembali di Musda Golkar Sulsel.

Hanya saja, kata Adi Suryadi, harus diuji legitimasinya.

Terlebih, Golkar Sulsel di bawah kepemimpinannya alami kemunduran pasca lepasnya kursi Ketua DPRD Sulsel. 

Sedangkan, mantan Bupati Gowa dua periode Adnan Purichta Ichsan dinilai juga punya peluang maju bertarung. 

Hanya saja, prestasi menaikkan elektabilitas Partai Golkar selama jadi kepala daerah dinilai masih minim.

Salah satunya, Golkar tak lagi jadi partai penguasa di Kabupaten Gowa.

Terakhir Golkar berhasil pertahankan Kursi Ketua DPRD Gowa pada periode 2014-2019.

Saat itu, Golkar percayakan Anzar Zainal Bate dipercaya jadi Ketua DPRD Gowa. 

"Nah sebenarnya kalau mau diidentifikasi ini juga ada kelemahan masing-masing," kata Adi Suryadi. 

Adi juga menyoroti penting adanya trust politik dalam proses pemilihan Ketua Golkar Sulsel, bukan sekadar pengalaman atau jabatan.

“Sebenarnya yang menjadi faktor penting karena setiap figur punya plus minus itu justru adalah kemampuan untuk mendapatkan public trust atau political trust dari DPD-DPD II yang punya hak suara nantinya. Itu kan yang sangat penting nanti mereka berhasil mendapatkan political trust atau dukungan lah," tegasnya. 

Lebih lanjut, Adi mengingatkan soal peran strategis DPP Partai Golkar sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam menentukan siapa yang akan memimpin Golkar Sulsel ke depan.

"DPP Golkar itu selalu kita harus anggap sebagai kunci menentukan figur karena aturan main yang ada tidak hanya berlaku di Golkar, tidak hanya berlaku di Golkar tapi berlaku bagi seluruh partai lain bahwa otoritas ya DPP itu dalam menentukan seleksi politik atau seleksi kepemimpinan di daerah-daerah itu akhirnya penentuan sosok pemimpin ada di DPP," ungkapnya. 

Menyinggung potensi kericuhan dalam Musda sebelumnya, Adi mengingatkan bahwa pola transisi lama bisa kembali memanaskan suasana jika tidak direformasi.

"Saya kira kalau Golkar itu bicara soal dinamika politik, mungkin di tingkat lokal yang paling sengit, yang paling tajam persaingannya itu karena partai Golkar kan tidak memiliki pola patron klien yang mungkin masih mewarnai banyak partai lain," katanya.

Menurutnya, di lingkup internal Partai Golkar, kebanyakan elit partai cenderung memiliki kemandirian politik yang kuat.

“Jadi karena itu proses demokratisasi di Golkar itu selalu dibayangi situasi panas kan, situasi ini hangat. Nah itu saya kira yang juga masih kemungkinan (berakhir ricuh) kalau Golkar gagal merubah ya pola budaya politik di dalam transisi kepemimpinan itu masih mengulang pola lama," bebernya. 

Yang diharapkan, kata Adi, justru memang pertarungan itu kan tidak sampai berdampak ke crossroad, tidak sampai kemudian menimbulkan sentimen jangka panjang.

Sedangkan soal sentimen yang terus berlanjut hingga kini justru menjadi pemicu instabilitas dan melemahnya soliditas di internal partai.

Oleh karena itu, Adi menyebut penting Musda Golkar Sulsel sebagai ajang pendidikan politik, bukan hanya perebutan kekuasaan.

“Kan itu adalah salah satu bentuk kegagalan, nah itu saya kira yang mungkin menjadi harapan kita bahwa di Golkar itu ada proses pendidikan politik yang bisa ditunjukkan oleh masing-masing bahwa ya proses demokrasi berjalan secara rasional," ungkapnya. 

"Tapi ujungnya kan ada loyalitas terhadap partai yang paling utama, jadi bukan sentimen individu yang kemudian membayangi. Budaya itu yang saya kira, harusnya bisa format, lebih mencerahkan untuk Golkar supaya nanti tantangan pemilu ke depan itu kan justru bagaimana partai membangun soliditas," tutup Adi Suryadi. 

Diketahui, masa jabatan Taufan Pawe sebagai Ketua DPD I Partai Golkar Sulawesi Selatan akan berakhir pada Agustus 2025.

Hal itu menandai berakhirnya masa kepemimpinan politisi asal Parepare tersebut di tingkat provinsi.

Namun hingga pertengahan Juli ini, belum ada kepastian soal pelaksanaan Musyawarah Daerah (Musda) untuk memilih ketua baru.

DPD I Golkar Sulsel masih menunggu arahan resmi dari DPP Partai Golkar

Sekretaris Golkar Sulsel, Marzuki Wadeng, mengatakan belum ada persiapan menuju Musda.

Menurutnya, penyusunan teknis Musda belum dimulai karena jadwal resmi belum diterbitkan oleh pusat.

"Belum ada persiapannya, memang belum ada jadwalnya. Kalau jadwalnya sudah ada, pasti kami siapkan," ujar Andi Marzuki Wadeng. 

Ia menegaskan bahwa semua proses internal partai akan mengikuti ketentuan dan arahan DPP.

Marzuki juga menjelaskan bahwa meskipun masa jabatan Taufan Pawe segera habis, tidak serta-merta akan langsung diganti.

Menurut dia, DPP memiliki wewenang untuk memperpanjang masa jabatan.

"Namanya kepemimpinan, kalau periodenya selesai, ya harus berakhir di situ, tinggal nanti kita lihat kebijakannya," tambahnya.

Ia menyebut, perpanjangan bisa diberikan selama satu hingga dua bulan.

Keputusan tersebut bergantung pada dinamika dan kesiapan Musda di daerah.

Marzuki juga menegaskan bahwa tidak akan ada penunjukan pelaksana tugas (Plt) ketua dalam waktu dekat.

"Tidak akan ada Plt enam bulan sebelum Musda. Kalau ada yang begitu, tentu itu kebijakan yang lebih tinggi," jelasnya.

Biasanya, lanjut dia, DPP memberikan kewenangan perpanjangan hingga Musda rampung dilaksanakan.

"Itu tergantung kebijakan DPP," ujarnya singkat.

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Golkar Sulsel, La Kama Wiyaka, turut angkat bicara.

Ia menegaskan bahwa penentuan jadwal Musda merupakan hak penuh DPP.

“Musda itu menunggu jadwal dari DPP. Kalau misalnya DPP bilang minggu depan, ya minggu depan,” tegasnya.

La Kama mengaku bahwa struktur kepanitiaan Musda hingga saat ini belum terbentuk.

Panitia pelaksana dan steering committee akan ditentukan bersamaan dengan jadwal resmi Musda.

“Nanti akan ada jadwal baru, saat itu juga akan dibentuk panitia dan dibuka pendaftaran calon ketua,” jelasnya.

Musda Golkar Sulsel akan menjadi momentum penting untuk menentukan arah kepemimpinan lima tahun ke depan.

Nama-nama calon kuat diprediksi mulai mencuat setelah jadwal resmi ditetapkan.

Sementara itu, seluruh kader masih menunggu instruksi lebih lanjut dari DPP.(*)

 

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved