Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sumber Kekayaan dan Profil Johanis Tanak, Tuduh Pejabat Daerah Belum Puas Dapat Gaji dan Fasilitas

Johanis Tanak kritik tajam sejumlah pejabat daerah yang dianggap masih merasa kurang dengan gaji dan fasilitas dari negara.

Editor: Ansar
Tribunnews.com
KPK - Johanis Tanak putra Sulawesi Selatan kembali menempati kursi Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Johanis Tanak kritik tajam sejumlah pejabat daerah yang dianggap masih merasa kurang dengan gaji dan fasilitas dari negara. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Mengenal Johanis Tanak Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadi perhatian publik.

Johanis Tanak kritik tajam sejumlah pejabat daerah yang dianggap masih merasa kurang dengan gaji dan fasilitas dari negara.

Sosok Johanis dikenal sebagai pejabat anti-suap.

Putra Toraja Utara, Sulawesi Selatan itu pernah tercatat menolak pemberian uang suap senilai Rp500 juta.

Tak hanya itu, pria yang kini menjabat di pucuk pimpinan lembaga antirasuah ini juga kerap melontarkan pernyataan keras soal integritas aparatur negara.

Pernyataan terbarunya disampaikan dalam Rapat Koordinasi KPK dan Pemerintah Daerah yang digelar di kawasan Ancol, Jakarta, Kamis (10/7/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Johanis tak segan menyampaikan kritik langsung kepada para pejabat, terutama mereka yang tersangkut kasus korupsi di level daerah.

Dalam pidatonya, ia menyoroti banyaknya pejabat dari lingkungan DPRD yang terjerat suap. Ia pun mempertanyakan motif di balik perilaku koruptif itu.

"Berapa anggota DPRD saya (KPK) tangkap, dan saya tahan. Itu karena apa? Permintaan-permintaan (suap) semua. Apa tidak cukup dengan gaji yang sudah diberikan?" ujar Johanis, dikutip dari Kompas.com.

Bahkan, Johanis menyarankan secara blak-blakan agar mereka yang merasa tidak cukup dengan gaji sebaiknya mengundurkan diri saja dari jabatannya.

"Kalau bapak-bapak merasa tidak cukup, berhenti saja jadi pegawai. Tidak usah jadi pegawai, masih ada yang lain yang suka," serunya.

Jonahis juga menyoroti beragam fasilitas yang sudah diberikan kepada pejabat publik, mulai dari rumah dinas hingga kendaraan, dan meminta agar mereka juga lebih peka terhadap kondisi masyarakat bawah.

"Kalau bapak bilang tidak cukup, bapak sudah diberikan mobil, bapak sudah diberikan rumah, bapak sudah diberikan anggaran dan lain-lain, masih banyak rakyat kita yang jelata. Jangan bapak cuma melihat ke atas, tapi lihatlah ke bawah," sambungnya.

Lebih jauh, Johanis mengingatkan bahwa menjadi pejabat bukan berarti bisa menumpuk kekayaan. Ia menyinggung praktik "serangan fajar" sebagai jalan pintas yang digunakan untuk mendapatkan jabatan.

"Makanya jangan pakai-pakai serangan fajar untuk menduduki jabatan itu. Pakai iman, integritas yang berkaitan dengan iman," ujar Johanis.

Pernyataan kerasnya itu disambut antusias oleh peserta rapat. Suasana ruangan pun sempat riuh oleh sorakan dan tepuk tangan.

Harta Kekayaan Johanis Tanak

Johanis Tanak memiliki harta kekayaan mencapai Rp 8,9 miliar.

Hal itu berdasarkan laporan harta kekayaannya yang terakhir dilaporkan pada periode Desember 2021 saat masih menjadi pejabat di Jaksa Agung Muda dan Tata Usaha Negara.

Johanis melaporkan harta kekayaan sebesar Rp 8.911.168.628 pada 14 April 2022.

Pada laporan harta untuk periode 2021 tersebut, ia memasukkan lima sumber harta kekayaan, yakni tanah dan bangunan, alat transportasi, harta bergerak lain, surat berharga, serta kas dan setara kas.

Di antara hartanya, tanah dan bangunan di DKI Jakarta dan Jawa Barat menjadi penyumbang terbesar dengan total Rp 4,57 miliar.

Disusul dengan kas dan setara kas senilai Rp 3,84 miliar, serta alat transportasi senilai Rp 239 juta. 

Selain itu, Johanis Tanak juga tercatat memiliki benda bergerak selain alat transportasi, yakni senilai Rp 55 juta.

Dia juga memiliki surat berharga senilai Rp 200 juta.

Menurut laman LHKPN, Calon Pimpinan KPK ini tidak melaporkan utang.

Oleh karena itu, total kekayaan dirinya murni sebesar Rp 8,9 miliar atau Rp 8.911.168.628.

Profil Johanis Tanak

Johanis Tanak terpilih untuk kedua kalinya sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk periode 2024–2029.

Sosok yang dikenal tegas dan vokal ini sebelumnya telah mengisi posisi Wakil Ketua KPK sejak Oktober 2022, menggantikan Lili Pintauli Siregar yang mengundurkan diri.

Karier panjang dan pengalamannya sebagai jaksa menjadi fondasi utama dalam pendekatannya memimpin lembaga antirasuah ini.

Lahir pada 23 Maret 1961 di Toraja Utara, Sulawesi Selatan, Johanis berasal dari keluarga sederhana.

Ayahnya, Jusuf Tanak, adalah seorang pensiunan polisi, sementara ibunya, Thabita Sili, dikenal sebagai sosok yang disiplin dan religius.

Semangat belajar Johanis telah tampak sejak muda. Ia menamatkan pendidikan sarjana hukum di Universitas Hasanuddin pada 1983, kemudian melanjutkan studi magister dan doktor di bidang hukum, hingga meraih gelar doktor dari Universitas Airlangga.

Karier Johanis dimulai dari bawah, sebagai jaksa di bidang pidana khusus.

Ia pernah menjabat sebagai Kepala Seksi Pidana Umum di NTT, Kepala Kejaksaan Negeri Karawang, hingga naik menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.

Ia juga dipercaya menduduki jabatan strategis seperti Direktur Tata Usaha Negara di Kejaksaan Agung, serta Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi pada 2020.

Masuk ke KPK, Johanis membawa semangat penegakan hukum yang tidak hanya represif tetapi juga preventif. Ia sering menekankan pentingnya pencegahan melalui edukasi dan pembinaan terhadap pejabat daerah.

Namun, pendekatannya tak luput dari kontroversi. Pada 2024, ia sempat mengusulkan penghapusan istilah “OTT” (Operasi Tangkap Tangan) karena dinilai lebih berorientasi pada efek kejut ketimbang edukasi. Usulan ini menuai kritik dari publik yang menilai OTT justru sebagai simbol ketegasan KPK.

Johanis juga dikenal blak-blakan. Dalam forum resmi, ia pernah menegur pejabat daerah yang mengeluhkan gaji kecil.

“Kalau merasa tidak cukup, mundur saja. Jangan memaksakan diri,” ucapnya tegas dalam sebuah rapat koordinasi nasional di Jakarta, Juli 2025. Ia juga memperingatkan para pejabat agar tidak mengirim konten pornografi melalui aplikasi WhatsApp, karena KPK memiliki teknologi penyadapan yang mumpuni.

Meski sempat dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK karena dugaan komunikasi tidak pantas dengan pihak terkait perkara, laporan itu tidak terbukti melanggar etik. Namun, peristiwa tersebut menambah catatan kontroversi selama masa jabatannya.

Kini, dengan mandat baru sebagai pimpinan KPK hingga 2029, Johanis Tanak dihadapkan pada tantangan besar: mengembalikan kepercayaan publik terhadap KPK yang kian tergerus.

Di tengah sorotan dan ekspektasi yang tinggi, ia tetap melangkah dengan prinsip yang diyakininya sejak awal: hukum harus ditegakkan dengan nurani, dan integritas adalah harga mati.

(Tribun-timur.com/Kompas.com/Bangkapos)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved