Lipsus Tren Haji Muda
Haji Khusus Makin Diminati Anak Muda Sulsel, Ini Alasannya
Tren pendaftaran haji khusus meningkat usai musim haji 2025. Tak hanya orang tua, kini pasangan muda usia 30-an ramai ikut daftar.
TRIBUN-TIMUR.COM , MAKASSAR - Tren pendaftaran haji khusus atau haji non-kuota pemerintah meningkat drastis usai musim haji 2025.
Bukan hanya kalangan usia lanjut, kini anak-anak muda dan pasangan usia 30-an mulai ramai mendaftar program haji dengan masa tunggu lebih singkat ini.
CEO Al Jasiyah Travel, Nurhayat, menyebut antusiasme masyarakat meningkat tajam, terutama setelah banyak calon jemaah gagal berangkat melalui jalur furoda tahun ini.
“Setelah musim haji 2025, pendaftaran haji meningkat signifikan. Bukan cuma usia 40 tahun ke atas, tapi juga sangat diminati orang usia 30-an, terutama pasangan muda. Mereka mulai berpikir untuk mendaftar lebih awal,” ujarnya saat dikonfirmasi Tribun, Jumat (4/7/2025).
Menurut Nurhayat, kegagalan ribuan calon jemaah berangkat melalui jalur furoda menjadi pemicu lonjakan pendaftaran ke program haji khusus atau Na Plus (NA+), yakni program haji kuota pemerintah yang dikelola Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
“Tahun ini jalur furoda tidak terbit. Banyak yang batal berangkat. Mereka akhirnya mengalihkan ke program haji khusus karena dianggap paling masuk akal dari segi harga dan kepastian,” jelasnya.
Dengan biaya sekitar Rp250 juta, jemaah haji khusus bisa mendapatkan fasilitas hotel bintang lima, lokasi mahtab (tenda di Mina) sangat dekat dari tempat lontar jumrah, hingga layanan VIP.
“Karena fasilitas hotel bintang lima dan lokasi yang strategis di Mina, banyak orang percaya bahwa ini program yang benar-benar eksklusif,”
“Tapi tetap ada kepastian karena masuk dalam kuota resmi pemerintah,” ujarnya.
Nurhayat menjelaskan, kuota haji Indonesia saat ini mencapai 221 ribu, dan sekitar 8 persen atau 17 ribu kuota dialokasikan untuk haji khusus.
Program ini pun menjadi alternatif sangat realistis, meski masa tunggunya kini mulai memanjang.
Tunggu 5-7 Tahun, Tapi Pasti Berangkat
Baca juga: Tak Mesti Dipanggil Haji
Ia menyebutkan, sebelum 2025, masa tunggu program haji khusus hanya sekitar 5-7 tahun.
Namun karena lonjakan pendaftar kini bisa mencapai 3-4 orang per hari, masa tunggu sudah tembus 8-9 tahun.
“Dampaknya, daftar tunggu yang awalnya 7 tahun sekarang sudah jadi 8 sampai 9 tahun. Tapi orang tetap daftar, karena tahu ini lebih pasti dibanding furoda yang nasibnya tergantung kebijakan Saudi,” paparnya.
Selain harga dan fasilitas, kemudahan pendaftaran juga menjadi daya tarik utama.
“Prosedur haji khusus itu simpel. Cukup bayar nomor kursi haji sekitar 4.000 dolar AS atau setara Rp70 juta dengan kurs saat ini. Dalam satu-dua hari, kursi sudah keluar dan jemaah tahu tahun keberangkatannya,” tambah Nurhayat.
Tren ini juga mencerminkan kesadaran generasi muda untuk merencanakan ibadah haji sejak dini.
Banyak pasangan muda yang kini mendaftar bersama, tak lagi menunggu masa pensiun.
“Animo anak muda tinggi. Mereka tahu dengan daftar sekarang, 7-8 tahun ke depan bisa berangkat. Jadi saat usia 35 atau 40, mereka sudah bisa berhaji,” pungkas Nurhayat.
Di Sulawesi Selatan, tren ini mulai menguat dalam beberapa tahun terakhir.
Tahun ini, Embarkasi Makassar mencatat ada 15.856 jemaah haji dari 41 kloter, sebagian di antaranya adalah generasi muda yang belum genap 25 tahun.
Menurut Kepala Bidang Penyelenggara Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Sulsel, Ikbal Ismail, fenomena ini lahir dari kesadaran kolektif masyarakat akan panjangnya antrean haji.
Dengan masa tunggu yang bisa mencapai 30 tahun, banyak orang tua mendaftarkan anak-anak mereka sejak usia dini.
Data dari satudata.kemenag.go.id mencatat, jemaah calon haji (JCH) Sulsel berusia di bawah 20 tahun mencapai 5.145 orang.
Meskipun secara umum jemaah masih didominasi oleh mereka yang berusia 40 tahun ke atas, kehadiran para jemaah muda menjadi angin segar bagi pelaksanaan ibadah haji di masa mendatang.
Tren ini juga membawa harapan baru. Generasi muda yang religius, tangguh secara fisik, dan memiliki semangat ibadah tinggi akan menjadi tulang punggung regenerasi spiritual bangsa.
Namun, sebagaimana diingatkan Ikbal, mereka juga harus menjaga niat, menjadikan ibadah sebagai tujuan utama, bukan sekadar perjalanan eksotis penuh foto dan oleh-oleh.
Di balik sorban putih dan gamis yang mereka kenakan, tersimpan harapan besar.
Harapan dari keluarga sabar menunggu, dari mimpi yang tak lekang waktu, dan dari generasi kini menapaki jejak Nabi dengan langkah-langkah penuh kesadaran.
Aji Lolo Jadi Titik Balik Hidup Irma
Tak harus menunggu uban menua, tak harus menanti pensiun tiba.
Di usia 28 tahun, Irma telah lebih dulu menjejakkan kaki di Tanah Suci.
Ia jadi salah satu jemaah haji termuda asal Kabupaten Takalar yang tergabung dalam Kloter keberangkatan tahun 2025.
Sebanyak 259 jemaah haji asal Takalar resmi diberangkatkan ke Makkah pada 15 Mei 2025, melalui Embarkasi Makassar.
Di antara ratusan wajah penuh harap dan doa itu, Irma hadir dengan semangat muda dan jiwa sudah matang secara spiritual.
“Agar bisa menunaikan rukun Islam kelima selagi masih sehat dan kuat,” ucap Irma saat dikonfirmasi tribun, Jumat (7/5/2025).
Irma merupakan warga Dusun Kampung Beru, Desa Biringkassi, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar.
Ia mendaftar haji sejak 2011, di usia 14 tahun.
Setelah menanti selama 14 tahun melalui jalur reguler, namanya akhirnya masuk dalam daftar keberangkatan tahun ini.
Campur Aduk saat Keberangkatan
Gugup, haru, dan tidak percaya jadi tiga rasa yang mengiringi hari-hari menjelang keberangkatan.
Namun, begitu menjejakkan kaki di Makkah, perasaan itu segera berganti menjadi ketenangan dan rasa syukur.
“Awalnya campur aduk antara gugup dan haru. Tapi saat sudah di sana, lebih tenang dan penuh rasa syukur,” ungkap Irma.
Ibadah haji, baginya, bukan sekadar menunaikan kewajiban sebagai muslim, tapi juga perjalanan spiritual yang mengubah cara pandangnya terhadap hidup.
“Pulang itu rasanya beda. Ada semangat baru, hati lebih damai. Seperti diberi bekal untuk memperbaiki diri kedepannya,” ucap perempuan yang sehari-hari berdagang kosmetik ini.
Haji Tak Harus Tua
Irma tak pernah memusingkan pandangan orang terhadap usianya yang masih muda saat berangkat haji.
Ia justru ingin menjadi contoh bahwa berhaji tak harus menunggu usia senja.
“Keluarga sangat bangga. Teman-teman juga kagum, banyak yang jadi termotivasi. Dan alhamdulillah, tidak pernah ada penilaian negatif,” ujarnya.
Di sela pelaksanaan ibadah, Irma membagikan beberapa momen berharganya di media sosial.
Ia sadar, ada banyak mata yang memperhatikan.
Tapi lebih dari itu, ia ingin memberikan semangat positif dan rasa syukur.
“Teman-teman banyak kasih doa dan semangat. Mereka ikut bahagia, bahkan ada yang bilang jadi ikut termotivasi juga,” tutur lulusan SMAN 1 Galesong Utara itu.
Boleh Dipanggil Haji
Soal gelar ‘haji’ yang biasanya disematkan kepada jemaah sepulang dari Tanah Suci, Irma tak terlalu ambil pusing.
Dipanggil ‘haji’ atau tidak, yang penting adalah bagaimana kualitas hidupnya setelah berhaji.
“Boleh saja kalau dipanggil ‘haji’. Tapi saya lebih fokus pada perubahan diri setelah berhaji. Itu yang lebih penting,” katanya. (*)
Mirna Asal Bone Sulsel Simpan Nomor Porsi Haji Sejak SMA, Berangkat di Usia 31 Tahun |
![]() |
---|
Azhar Gazali: Calon Haji Muda Mulai Dilirik Perbankan Syariah di Sulsel |
![]() |
---|
2 Bersaudara dari Luwu Fiko dan Sultan Berhaji di Usia 20-an, Tak Mesti Dipanggil 'Haji" |
![]() |
---|
Haji Muda Jadi Gaya Hidup Baru di Sulsel |
![]() |
---|
Daftar di Usia 14, Irma Penjual Kosmetik Takalar Sulsel Wujudkan Impian Naik Haji Sebelum 30 Tahun |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.