Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Museum Sepi

Museum Mulai Ditinggalkan, Jumlah Pengunjung Turun Setiap Tahun

Kepala Bidang Kekayaan Budaya Dinas Kebudayaan Makassar, Ludfi Amri, menyebut bahwa meski secara umum ada peningkatan dari tahun ke tahun.

Penulis: Siti Aminah | Editor: Muh Hasim Arfah
TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR
MUSEUM MULAI SEPI- Pengunjung memperhatikan pakaian adat Sulawesi Selatan di Museum Makassar, Jl Balaikota Makassar, Sulsel, tahun 2018 lalu. Kini, keberadaan museum mulai ditinggalkan oleh anak-anak muda, khususnya mereka yang berasal dari generasi Alpha atau Gen-Alpa—kelompok individu yang lahir antara tahun 2010 hingga 2024. 

Salah satu mahasiswi STIK Makassar, Sopia (19), secara jujur mengaku bahwa dirinya belum pernah sekalipun berkunjung ke museum.

"Tertarik untuk foto-foto sebenarnya, seperti lihat peninggalan sejarah gitu, tapi saya belum pernah ke museum. Mungkin setelah ini ada rencana," ucap Sopia saat ditemui Rabu (18/6/2025) sore.

Menurutnya, informasi sejarah kini lebih mudah diperoleh melalui internet dan gawai.

"Mungkin karena sudah ada HP, tapi kalau saya pribadi karena mungkin mager yah," ujarnya.

Sementara itu, Rebecca (15), siswi SMP Budi Kasih Makassar, memiliki pengalaman berbeda. Ia mengaku pernah ke museum, salah satunya ke Benteng Rotterdam.

Namun, ia juga mengakui belum pernah mengunjungi museum di waktu akhir pekan.

"Kalau rencana untuk ke museum tidak ada, alasannya karena tidak ada yang menemani," ucapnya.

Meski demikian, Rebecca tetap menilai bahwa berkunjung ke museum bisa menjadi pengalaman yang menyenangkan.

"Tapi kalau ke museum, sepertinya asik, dapat pelajaran baru langsung," tuturnya.

Langit mendung mengayomi kawasan Jl. Balaikota, Kelurahan Baru, Kecamatan Ujung Pandang, Jumat siang (13/6/2025). Tak banyak aktivitas di sana. Sebuah bangunan megah 

berlantai dua berdiri tenang, membungkam ribuan cerita sejarah yang tersimpan di dalamnya. Itulah Museum Kota Makassar—penjaga waktu yang kini lebih sering berbicara pada dirinya sendiri.

Pukul 13.30 Wita, selepas salat Jumat, Tribun berkunjung ke museum tersebut. Namun tak satu pun langkah pengunjung terdengar melintasi lorong-lorong pameran. Sepi. Hening.

Hanya deru pendingin udara dan suara petugas di kejauhan yang menemani suasana.

Padahal di balik dinding bangunan tua itu, tersimpan warisan sejarah yang luar biasa.

Etalase-etalase kaca memamerkan koleksi benda kuno yang sarat makna: bata runtuhan Benteng Somba Opu, komoditi dagang abad ke-16, keramik perdagangan abad ke-16 hingga 17, meriam dan peluru beragam ukuran, mata uang logam dan kertas, serta patung dan foto tokoh pejuang Sulawesi Selatan.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved