Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Bantaeng

Amalan Imam Pertama Masjid Baiturrahim Bantaeng Sulsel Basri Pergi dalam Sujud Pengabdian

Jamaah Masjid Baitur Rahman, di pesisir Pantai Marina, Pajukukang, Kabupaten Bantaeng berduka. 

Ist
IMAM BASRI MENINGGAL - Jamaah mengangkat jenazah Imam Masjid Baitur Rahman Basri di Pantai Marina, Kecamatan Pajukukang, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan (Sulsel), Jumat, (13/6/2025). Basri meninggal sebelum salat Jumat. 

TRIBUN-TIMUR.COM- Jamaah Masjid Baiturrahman, di pesisir Pantai Marina, Pajukukang, Kabupaten Bantaeng berduka. 

Tapi hari ini, Jumat 13 Juni 2025, langit seakan ikut murung. 

Hening berubah jadi tangis. 

Sang imam Basri (65) terbaring tak bernyawa di samping mihrab sebelum azan Salat Jumat.

Ia adalah Basri. Seorang petani. Seorang ayah. Seorang sahabat. Seorang imam.

Selama 10 tahun, suara Basri menggema lembut dalam setiap lantunan takbir dan ayat-ayat suci di masjid itu. 

Tapi kini, masjid yang selama ini menjadi saksi pengabdiannya justru menjadi tempat ia menutup mata untuk selamanya.

“Beliau itu bukan cuma imam. Tapi juga cahaya rohani bagi warga,” ujar Syarif, tetangga yang nyaris tak pernah absen salat berjamaah di belakang Basri.

Basri wafat beberapa menit sebelum mengimami salat Jumat.

Ia sempat salat sunnah, lalu duduk di samping mihrab, mengeluh merasa tidak enak badan.

Seorang jemaah yang duduk di sebelahnya, Kr Ngewa, mencoba meraba denyut nadinya—namun sudah tak terasa kehidupan.

Ia wafat dalam diam. 

Dalam tenang.

Dalam ibadah.

Tak banyak yang tahu, Basri bukan seorang ulama lulusan Timur Tengah.

Ia bukan pula lulusan pesantren ternama. 

Ia hanyalah seorang petani biasa. 

Tapi dari tangannya tumbuh hasil bumi, dan dari hatinya tumbuh iman yang meneduhkan.

Setiap hari, ia menggarap sawah atau kebun di sekitar desanya.

Tapi sepulang dari ladang, tak pernah sekalipun ia absen menuju masjid.

Ia akan datang lebih awal, memastikan pengeras suara berfungsi, lantai bersih, dan jamaah nyaman.

“Beliau itu petani biasa, tapi selalu lebih dulu sampai di masjid,” kata Syarif dengan mata berkaca.

Masyarakat mengenalnya sebagai pribadi yang ramah, murah senyum, dan rendah hati.

Ia tak banyak bicara, tapi tindakannya berbicara banyak.

Dalam sunyi, Basri menjaga denyut kehidupan spiritual kampungnya.

Sejak Masjid Baiturrahman berdiri, Basri-lah imam pertamanya. 

Ia tak pernah digaji, tak pernah pula menuntut.

Semua dijalani dengan ikhlas.

“Awal mula masjid ada, beliau jadi imam sampai sekarang, sampai meninggal,” ucap Syarif lirih.

Iklas adalah amalannya.  


Meninggal dalam Pengabdian

Saat jenazahnya dibopong keluar dari masjid, banyak mata yang tak kuasa menahan air.

Di luar, ambulans sudah menunggu.

Di sisi jenazah, seorang perempuan—diduga keluarganya—terlihat menunduk pilu.

Video detik-detik kepergiannya beredar di media sosial. Suara rekaman terdengar bergetar:

“Innalillahi wainnailaihi roji’un, telah berpulang ke Rahmatullah imam Masjid Pantai Marina saat mau melaksanakan salat Jumat.”

Itu bukan sekadar kabar duka.

Tapi kehilangan yang nyata bagi sebuah kampung yang selama ini bergantung pada sosoknya untuk memimpin ibadah, memberi contoh kesederhanaan, dan menanamkan nilai-nilai kebaikan dalam diam.

Kapolsek Pa'jukukang, Iptu Paulus, saat dikonfirmasi mengaku masih mengumpulkan informasi.

Tapi bagi masyarakat, tak penting bagaimana ia wafat. 

Yang jelas, mereka tahu: Basri pergi dalam keadaan mulia—di rumah Allah, dalam pakaian salat, dan dalam persiapan menuntun umat.(*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved