Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Musda Golkar Sulsel 2025

Armin Mustamin: Ketua Golkar Sulsel Tak Harus Kepala Daerah, Kader Bertarunglah!

Armin Mustamin Toputiri, menegaskan pentingnya menjadikan Musda sebagai proses pendewasaan politik, bukan sekadar ajang perebutan kursi.

Editor: Muh Hasim Arfah
YouTube Tribun Timur
NGOPI MUSDA GOLKAR-Wakil Ketua Bidang Organisasi DPD Partai Golkar Sulsel, Armin Mustamin Toputiri (tengah) dan pengamat politik Dedi Alamsyah Mannaroi (kanan) dalam Ngobrol Politik (Ngopi) di studio Tribun Timur, Jl Cendrawasih No 430, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (10/6/2025). 

TRIBUN-TIMUR.COM- Tensi politik internal jelang Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golkar Sulawesi Selatan mulai menghangat. 

Namun dibalik dinamika yang memanas, Wakil Ketua Bidang Organisasi DPD I Golkar Sulsel, Armin Mustamin Toputiri, menegaskan pentingnya menjadikan Musda sebagai proses pendewasaan politik, bukan sekadar ajang perebutan kursi.

Dalam pernyataannya, Armin mengkritisi pandangan yang menganggap posisi Ketua DPD Golkar Sulsel harus dipegang oleh kepala daerah. 

Baginya, hal itu adalah mitos yang tidak relevan dengan semangat organisasi modern dan demokratis.

“Kalau dikatakan tradisi Golkar itu ketuanya harus kepala daerah, saya kira itu hanya kebetulan. Tidak ada aturan yang mengharuskan itu. Golkar tidak butuh orang kaya atau penguasa untuk jadi ketua,” tegas Armin dalam Ngobrol Politik (Ngopi) di studio Tribun Timur, Jl Cendrawasih No 430, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (10/6/2025). 

 

Dalam sejarah Golkar, Amin Syam pertama kali menjadi ketua saat menjabat sebagai ketua Golkar Sulsel. 

Sementara itu, Nurdin Halid menjadi Plt ketua Golkar Sulsel saat tak ada jabatan publik. 

Golkar Tak Butuh Figur Kaya dan Berkuasa
Armin menyatakan bahwa Partai Golkar adalah partai mapan yang bisa menghidupi dirinya sendiri.

Dukungan dana partai dari negara, yang kini telah meningkat hingga Rp5.000 per suara di Sulawesi Selatan, cukup untuk menopang program dan kebutuhan organisasi.

“Dengan dana bantuan parpol yang sudah naik, kita bisa membangun organisasi tanpa bergantung pada kekuatan finansial pribadi pengurus. Yang dibutuhkan adalah kapasitas, integritas, dan komitmen terhadap partai,” ujarnya.

Baca juga: Jelang Musda Partai Golkar Sulsel Memanas saat IAS-Appi Roadshow

Armin juga menanggapi fenomena media yang aktif meliput dinamika internal Golkar menjelang Musda.

Ia menyebut bahwa perhatian media justru menguntungkan, menandakan bahwa Golkar tetap menjadi magnet politik.

“Golkar itu tidak perlu cari-cari berita. Dia adalah berita itu sendiri. Baru dua bulan menjelang Musda, media sudah heboh. Ini menunjukkan betapa dinamis dan hidupnya Golkar,” ujarnya.

Menurutnya, dinamika internal seperti konflik, tarik-ulur dukungan, dan manuver kandidat adalah hal wajar dalam tradisi politik Golkar yang menganut prinsip “si vis pacem, para bellum”, jika ingin damai, bersiaplah untuk berperang.

“Golkar adalah partai tua. Tradisinya sudah mapan. Pertarungan keras itu bagian dari proses menuju kompromi. Kalau tak ada pertarungan, apa yang mau dikompromikan?” katanya.

NGOPI MUSDA GOLKAR-Armin Mustamin Toputiri, Wakil Ketua Bidang Organisasi DPD Partai Golkar Sulsel dalam Ngobrol Politik (Ngopi) di studio Tribun Timur, Jl Cendrawasih No 430, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (10/6/2025). Armin menyebutkan, masa kepemimpinan Ketua DPD Golkar Sulsel saat ini, Taufan Pawe, akan berakhir dua bulan lagi.
NGOPI MUSDA GOLKAR-Armin Mustamin Toputiri, Wakil Ketua Bidang Organisasi DPD Partai Golkar Sulsel dalam Ngobrol Politik (Ngopi) di studio Tribun Timur, Jl Cendrawasih No 430, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (10/6/2025). Armin menyebutkan, masa kepemimpinan Ketua DPD Golkar Sulsel saat ini, Taufan Pawe, akan berakhir dua bulan lagi. (dok tribun)

Tak Ada Penunjukan
Berbeda dengan beberapa partai lain yang memilih mekanisme penunjukan atau musda serentak, Golkar tetap berpegang teguh pada prinsip musyawarah formal.

Setelah Musda tingkat provinsi, proses akan berlanjut ke Musda kabupaten/kota, tak ada proses instan.

“Kita tidak menganut jalan pintas. Sekalipun ada konflik, kita tetap lanjutkan Musda. Inilah yang membedakan Golkar dengan partai lain. Ini pendidikan politik, ini proses kaderisasi,” ujar Armin.

Ia juga menggarisbawahi bahwa proses kompromi dan konflik dalam Golkar justru menjadi ruang belajar politik yang membuat kader-kader Golkar tumbuh lebih matang.

Peluang Calon 

Menjelang Musda, beberapa tokoh telah aktif bergerak mencari dukungan, seperti Ilham Arief Sirajuddin, Munafri Arifuddin, dan beberapa nama lain yang mulai disebut di internal partai.

Untuk bisa maju sebagai calon, mereka harus mengantongi minimal 30 persen dari total 30 suara, yakni sekitar 9 dukungan resmi dari pemilik suara, termasuk DPD II dan organisasi sayap.

Namun Armin menyebutkan, sebagian kandidat bahkan membidik 16 suara atau 50 persen plus satu untuk bisa melaju lewat jalur aklamasi.

“Yang bikin seru itu karena semua calon berebut dukungan minimal dan maksimal. Tapi itu bagus. Asal semua tetap tunduk pada aturan main,” ujarnya.

Armin mengingatkan bahwa setelah pertarungan, konsolidasi harus dilakukan.

Musda harus menjadi ruang kompromi, bukan perpecahan.

Ia mencontohkan pengalamannya sendiri yang memilih nonaktif sebagai Ketua Bidang Organisasi karena ketidakharmonisan dalam periode sebelumnya.

“Kami butuh figur pemersatu. Golkar harus tetap solid setelah Musda. Jangan karena kalah bertarung lalu pindah partai. Itu bukan kultur kita,” pungkasnya.

Perebutan posisi Ketua DPD I Partai Golkar Sulawesi Selatan semakin menghangat.

Sejumlah tokoh besar disebut-sebut sebagai kandidat kuat, di antaranya Munafri Arifuddin, Ilham Arief Sirajuddin (IAS), Adnan Purichta Ichsan, Samsuddin Hamid, hingga Andi Ina Kartika Sari. 

Pengamat politik, Dedi Alamsyah Mannaroi, menilai ada sejumlah dinamika internal dan syarat-syarat tak tertulis yang menjadi faktor krusial dalam penentuan siapa yang akan menduduki kursi panas tersebut.

"Yang pasti, menurut saya, salah satu syarat tak tertulis untuk menjadi Ketua Golkar Sulsel adalah harus dekat dengan Ketua Umum," ujar Dedi. 

Ia menekankan bahwa kedekatan personal dengan Ketua Umum Golkar, Bahlil Lahadalia, akan menjadi kunci penting dalam mengamankan posisi strategis itu.

Lebih jauh, Dedi menegaskan bahwa ada semacam gengsi di internal Golkar terkait posisi ketua DPD I yang biasanya diisi oleh kepala daerah aktif.

"Kalau pun tidak tertulis, gengsinya ada. Dan itu selama ini seperti menjadi ‘pakem’," ungkapnya.

Dalam hal ini, Adnan yang sudah tidak lagi menjabat sebagai kepala daerah dinilai kurang memenuhi ekspektasi tersebut, meskipun ia dikenal sebagai kader berdarah "kuning murni".

"Keluarga Adnan itu berasal dari Golkar, kakek, nenek, dan ayahnya adalah kader Golkar sejati," katanya. 

Nama lain yang disinggung Dedi adalah Andi Ina Kartika, Bupati baru yang juga mantan Ketua DPRD Sulsel.

"Kenapa tokoh perempuan ini tak dilirik? Golkar belum pernah punya ketua DPD I perempuan. Kenapa tidak coba saja? Kartika itu punya pengalaman, tahu bagaimana mengelola banyak kepentingan," ucapnya.

Meski demikian, Dedi menyayangkan jika pemilihan Ketua Golkar nanti hanya dijadikan formalitas belaka.

Ia menolak wacana aklamasi tanpa kompetisi.

“Saya mimpi dalam demokrasi itu ada proses pemilihan. Biarkan para pemilik suara memilih. Aklamasi itu boleh saja, tapi jangan dipaksakan,” tegasnya.

Menanggapi kemungkinan terjadinya aklamasi, Dedi menilai sejarah Musda Golkar selalu diwarnai tensi tinggi.

"Sebenarnya tak ada Musda Golkar yang tidak panas. Tapi apakah panas itu murni dari internal atau diperbesar media, itu yang patut dipertanyakan,” tuturnya.

Berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya Nomor : Juklak-02./DPP/Golkar/IV/2025 Tentang Penyelenggaraan Musyawarah-Musyawarah Partai Golongan Karya Di Daerah pasal 13 Tata Cara Pemilihan Ketua/Ketua Formatur, berikut syarat bakal calon ketua: 

1) Aktif menjadi anggota sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun berturut-turut.

2) Berpendidikan minimal S-1 (Strata 1) atau setara/sederajat.

3) Memiliki prestasi, dedikasi, disiplin, loyalitas, dan tidak tercela (PD2LT).

4) Memiliki kapabilitas dan akseptabilitas

5) Tidak pernah terlibat G-30 S/PKI.

6) Lulus Pendidikan dan Latihan Kader Partai GOLKAR.

7) Telah aktif menjadi Pengurus sekurang- kurangnya 1 (satu) periode pada tingkatannya, dan atau satu tingkat diatasnya, dan atau satu tingkat dibawahnya, dan atau pernah menjadi pengurus organisasi pendiri dan didirikan ditingkatannya, dan atau satu Tingkat diatasnya.

8) Didukung sekurang-kurangnya 30 persen dari pemegang hak suara

9) Bersedia meluangkan waktu dan sanggup bekerjasama secara kolektif dalam Partai.

10) Apabila terdapat kader Partai GOLKAR yang akan maju sebagai calon Ketua, tetapi tidak memenuhi kriteria persyaratan di atas maka calon tersebut harus mendapatkan persetujuan dari Ketua Umum DPP Partai Golkar.

(tribun-timur.com/sim) 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved