Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tolak Tambang Raja Ampat

Aksi Tolak Tambang Raja Ampat, Massa Kesal Menteri Bahlil ‘Menipu’ dengan Sembunyi

Massa tolak tambang nikel Raja Ampat sambut Menteri Bahlil di Bandara DEO Sorong, desak pencabutan izin tambang di Pulau Gag.

Instagram @greenpeaceid
SAVE RAJA AMPAT - Informasi kerusakan akibat tambang nikel di Raja Ampat mengancam keindahan alam dan ekosistem pulau surga ini diunggah akun Instagram @greenpeacdeid. Olehnya itu, Massa tolak tambang nikel Raja Ampat sambut Menteri Bahlil di Bandara DEO Sorong, desak pencabutan izin tambang di Pulau Gag, Sabtu (7/6/2025).  

TRIBUN-TIMUR.COM -  Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia disambut aksi penolakan oleh massa aktivis lingkungan sesaat setelah mendarat di Bandara Domine Eduard Osok (DEO) Sorong, Papua Barat Daya, Sabtu (7/6/2025).

Sejumlah aktivis membawa spanduk dan menyuarakan tuntutan agar pemerintah segera menghentikan operasi tambang nikel yang dinilai telah merusak ekosistem alam Raja Ampat.

Massa berkumpul di pintu kedatangan sambil membentangkan spanduk dan pamflet mengecam aktivitas tambang nikel di wilayah tersebut. 

Mereka berteriak menuntut pencabutan izin konsesi tambang di seluruh pulau.

Rombongan Menteri masuk ke ruang transit bandara dan sempat mengajak perwakilan massa bertemu melalui utusan. 

Namun saat massa berusaha masuk ke terminal, Bahlil justru keluar lewat pintu belakang sekitar pukul 07.02 WIT. 

Aksi tersebut memicu kekecewaan dan kemarahan massa.

"Bahlil Lahadalia hari ini menipu rakyat Indonesia dan sembunyi dari massa lewat pintu belakang Bandara DEO Sorong," teriak pemuda adat Raja Ampat, Uno Klawen.

Menurut Uno, ada empat perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Raja Ampat

Ia menyoroti tindakan pemerintah dinilai hanya fokus menindak satu perusahaan.

"Bahlil hanya sebut PT Gag Nikel yang akan ditutup sementara, namun PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulya Raymon Perkasa masih beroperasi," jelasnya.

Berdasarkan dokumen izin tambang nikel Raja Ampat, konsesi berlaku sejak 30 November 2017 hingga 30 November 2047. 

Wilayah tambang seluas 13.136 hektar berada di Pulau Gag, Distrik Waigeo Barat, Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Massa mendesak pemerintah bertindak tegas untuk menghentikan kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang nikel.

"Kami sebagai anak adat Raja Ampat meminta agar jangan tutup mata dengan permainan elit pusat. Alam kami dirusak dan dirampok atas nama pembangunan oleh negara," tegas Uno. 

Aktivis Greenpeace Diusir Saat Aksi di Forum Internasional

Kontroversi tambang nikel di kawasan konservasi Raja Ampat kembali memantik perhatian nasional. 

Kali ini, protes datang dari aktivis lingkungan Greenpeace Indonesia menyuarakan keresahan warga Papua atas ancaman kerusakan lingkungan di daerah dijuluki surga bawah laut itu.

Aksi berlangsung saat gelaran Indonesia Critical Minerals Conference and Expo di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (3/6/2025). 

Tiga aktivis Greenpeace bersama seorang perempuan asli Papua secara tiba-tiba membentangkan spanduk protes saat Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno tengah memberikan sambutan di atas panggung.

Aksi itu langsung dihentikan aparat keamanan, dan para aktivis digiring keluar ruangan. 

Namun, pesan yang mereka bawa tetap menggema: "Selamatkan Raja Ampat dari Tambang Nikel."

Dalam pernyataan resminya, Greenpeace menyatakan bahwa aktivitas tambang nikel di beberapa pulau di Raja Ampat telah menimbulkan kerusakan yang tak bisa diabaikan. 

Sejak 2024, organisasi ini mencatat pembukaan lahan secara masif terjadi di Pulau Gag, Kawe, dan Manuran, dengan luas hutan dibabat mencapai lebih dari 500 hektar.

“Limpasan tanah dan sedimentasi dari kegiatan tambang telah mengancam terumbu karang dan biota laut khas Raja Ampat,” ungkap Juru Kampanye Hutan Greenpeace, Farah Dianti.

Siapa Pemilik Tambang Nikel di Raja Ampat?

Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkap adanya empat perusahaan tambang nikel yang beroperasi di wilayah ini. 

Dari empat perusahaan tersebut, hanya tiga yang memiliki izin penggunaan kawasan hutan (PPKH).

1. PT Gag Nikel

Perusahaan ini menjadi pemain lama di Raja Ampat. Berdiri sejak 1998 sebagai hasil kerjasama antara Asia Pacific Nickel Pty Ltd (Australia) dan PT Antam Tbk, kini Gag Nikel sepenuhnya dikuasai oleh Antam sejak 2008.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, PT Gag Nikel mengantongi wilayah izin tambang seluas 13.136 hektar dan mulai berproduksi sejak 2018.

2. PT Anugerah Surya Pratama

Berbendera asing, perusahaan ini merupakan bagian dari Wanxiang Group, raksasa nikel asal Tiongkok. Aktivitasnya menyasar wilayah Pulau Waigeo dan Manuran, dan berfokus pada tambang serta smelter feronikel.

3. PT Mulia Raymond Perkasa

Perusahaan ini diketahui melakukan eksplorasi di Pulau Batang Pele. 

Namun, menurut KLHK, PT Mulia Raymond Perkasa tidak memiliki dokumen lingkungan maupun PPKH. Seluruh aktivitas mereka kini telah dihentikan.

4. PT Kawei Sejahtera Mining

Beroperasi di Pulau Kawe, perusahaan ini juga terseret dugaan pelanggaran lingkungan. 

KLHK mencatat adanya pembukaan lahan tambang di luar izin lingkungan seluas 5 hektar, yang menyebabkan sedimentasi di pesisir.

KLHK telah menjatuhkan sanksi administratif dan menuntut pemulihan lingkungan. 

Jika tidak dipenuhi, PT Kawei Sejahtera Mining terancam digugat secara perdata.

Raja Ampat memang menyimpan cadangan nikel strategis, seiring meningkatnya permintaan global untuk bahan baku baterai kendaraan listrik. 

Namun, di tengah semangat transisi energi, kerusakan ekologis yang ditimbulkan justru menjadi ironi.

“Transisi energi tak bisa mengorbankan masyarakat adat dan lingkungan. Kalau tidak hati-hati, kita hanya mengganti satu bentuk krisis dengan krisis lainnya,” ujar Greenpeace. (*)

 

 

 

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved