Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

PPP Cari Ketua

Tugas Berat Menanti Ketua Umum PPP Pasca Muktamar, Pecatan PDIP Dinilai Paling Mampu

Belakangan, satu per satu tokoh disebut justru menyatakan menolak memimpin partai berlambang Kakbah tersebut. 

Editor: Ansar
Kompas.com
PPP - Rombongan pengurus, Bacaleg dan simpatisan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) saat datang ke KPU Kabupaten Jombang, Jawa Timur, untuk menyerahkan berkas pendaftaran bakal calon anggota legislatif, Sabtu (14/5/2023). 

TRIBUN-TIMUR.COM - Muktamar Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dijadwalkan pada September 2025.

Muktamar itu untuk memilih ketua umum (ketum) baru. 

Calon Ketua Umum terpilih nantinya, memiliki tugas berat.

Bursa calon ketum kini mencuat pun lebih didominasi nama-nama dari luar partai atau non-kader. 

Belakangan, satu per satu tokoh disebut justru menyatakan menolak memimpin partai berlambang Kakbah tersebut. 

Diduga kuat tugas berat yang harus langsung dipikul calon ketum jika mereka terpilih, yaitu mengembalikan PPP ke DPR.

Ketua Majelis Pertimbangan PPP, Romahurmuziy atau Rommy menyebutkan, ada sejumlah tokoh nasional masuk dalam bursa calon ketum.

Mereka antara lain mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Dudung Abdurachman, Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, dan eks Menteri Perdagangan Agus Suparmanto.

Rommy sendiri tidak memungkiri,  ia menawari sejumlah tokoh dari luar partai untuk bergabung dan memimpin PPP.

Langkah ini pun dinilai sejumlah pihak sebagai bentuk “obral” kursi ketum partai.

Meski begitu, Rommy menyatakan, langkah ini perlu diambil karena PPP membutuhkan figur yang luar biasa, agar dapat kembali mendapatkan kursi di parlemen. 

"Saya berusaha sebisa mungkin agar partai ini kembali ke Senayan. Effort untuk ke situ maha berat. Mengingat belum ada satu sejarah pun sejak 1998, partai yang terlempar dari Senayan mampu kembali," kata Rommy, Senin (28/5/2025) kemarin.

"Karenanya dibutuhkan extra ordinary power dan extra ordinary leader untuk memimpin PPP. Karenanya saya berusaha membujuk banyak tokoh yang saya nilai mampu," sambungnya.

Di luar tokoh-tokoh disebut Rommy, nama Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) juga ikut mencuat.

Peluang ini memang terbuka karena Jokowi kini tidak berstatus anggota partai manapun seusai dipecat dari PDI-P.

Ketua Mahkamah Partai PPP Ade Irfan Pulungan mengeklaim Jokowi adalah sosok ideal untuk membawa PPP bangkit.

Menurut dia, Jokowi memiliki pengalaman politik dan pemerintahan yang mumpuni.

 “Insya Allah kalau PPP dipimpin oleh Pak Jokowi, insya Allah PPP kembali ke Senayan. Mudah-mudahan bisa menjadi lima besar sehingga mendapat pimpinan di DPR," kata Irfan kepada Kompas.com.

Selain Jokowi, mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga muncul dalam bursa.

Usulan ini disampaikan oleh kader-kader PPP di DKI Jakarta, yang menilai Anies memiliki potensi untuk memperkuat elektabilitas partai.

Satu persatu menolak

Namun demikian, nama-nama yang diusulkan dari eksternal justru ternyata menyatakan ketidaksiapan.

Dudung Abdurachman menegaskan dirinya tidak tertarik masuk dunia politik dalam waktu dekat.

 “Saya tidak berminat, belum mau berpolitik saya,” ujar Dudung kepada wartawan di Kantor Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Kamis (29/5/2025).

Dia juga mengaku tidak mengetahui namanya masuk dalam bursa calon ketum PPP.

“Waduh saya enggak tahu, itu yang bilang siapa? Oh Pak Rommy, saya tidak (berminat),” tambahnya.

Penolakan serupa datang dari Gus Ipul. Dia menyebut tanggung jawab sebagai ketua umum partai terlalu besar untuk dirinya.

"Pertanggungjawabannya banyak. Oleh karena itu, saya enggak sanggup," ujar Gus Ipul di Bandung, Jawa Barat, Kamis (29/5/2025).

Mensos pun menyatakan, banyak nama lain yang layak dipertimbangkan untuk memimpin PPP ke depan.

“Saya tidak sanggup, banyak hal lain yang harus dipertimbangkan,” tambahnya.

Menanggapi hal ini, Juru Bicara PPP, Usman M Tokan, menyatakan keputusan para tokoh yang menolak pencalonan merupakan dinamika biasa dalam dunia politik.

 “Saat ini sudah ada pernyataan Gus Ipul tidak sanggup memimpin PPP dan sekarang kalau ada pernyataan Pak Dudung yang mundur dari pencalonan di Muktamar PPP, kami anggap hal biasa,” ujar Usman kepada Kompas.com, Jumat (30/5/2025).

Ia menilai, mundurnya sejumlah nama justru akan membuat kontestasi di Muktamar semakin menarik. 

“Ke depan akan semakin seru perebutan kekuasaan politik di PPP untuk menjadi orang nomor satu. Nanti kita lihat pasti akan mengerucut ke beberapa nama baik internal maupun eksternal,” kata Usman.

Berharap calon segera mengerucut

PPP sendiri menargetkan agar bursa calon ketum mengerucut ke satu atau dua nama pada bulan depan.

Hal ini bertujuan untuk memberikan waktu kepada pimpinan wilayah dan cabang mempelajari rekam jejak kandidat.

 “Kita berharap bulan depan sudah mengerucut ke satu atau dua nama atau lebih.

Agar pimpinan wilayah dan cabang bisa mulai mempelajari para kandidat secara saksama sehingga memahami betul akan calon yang akan dipilih," kata Usman. 

Usman pun mengingatkan pentingnya komunikasi sebelum nama-nama eksternal diusulkan ke publik.

Hal ini disampaikannya untuk menanggapi munculnya nama Anies Baswedan dari internal DPW PPP DKI Jakarta.

 "Kita tidak ingin dari eksternal nama diusulkan, tapi yang bersangkutan tidak pernah dikomunikasikan, sehingga terkadang namanya santer dibicarakan, tiba-tiba ada pernyataan dari yang bersangkutan tidak minat atau tidak siap, dan lain-lain. Baiknya yang pasti-pasti aja," jelas Usman.

Meski begitu, Usman berpandangan bahwa para kandidat masih memiliki waktu untuk menjalin komunikasi politik hingga Muktamar digelar.

"Masih ada waktu sampai September, silakan para kandidat melakukan komunikasi politik dengan pemegang mandat Muktamar yang akan datang," ujarnya.

Usman juga menegaskan, PPP terbuka apabila Anies bersedia maju sebagai calon ketua umum.

Namun, dia berharap Anies tetap bersama PPP meskipun tidak terpilih nantinya.

"Kalau kemudian beliau (Anies Baswedan) menyatakan siap, pasti akan ada kader yang mendorong, kita akan menyambut dengan senang hati untuk bersama-sama membangun PPP,” tegas Usman.

Tugas berat ketum Pengamat politik dari Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai bahwa tidak semua tokoh berminat memimpin PPP karena beban yang tidak ringan.

 “(Ada) faktor PPP yang tak lolos parlemen. Tak mudah bagi ketum PPP untuk kembali bawa PPP lolos parlemen (pada Pemilu) di 2029 nanti," kata Adi kepada Kompas.com, Sabtu (31/5/2025).

Adi menyebut,  tantangan ketum PPP sangat besar, yakni mengembalikan partai berlambang Ka'bah ke Parlemen lewat Pemilu 2029.

Dengan begitu, ketua umum baru harus bekerja membangun struktur, memperkuat konsolidasi kader, menggenjot branding partai, dan memastikan logistik tersedia.

 “Plus di tengah pemilih yang kian pragmatis, tentu butuh logistik yang berlimpah,” ucapnya.

Di samping itu, penolakan dari tokoh seperti Dudung dan Gus Ipul tidak lepas dari posisi mereka yang kini menjadi pembantu Presiden Prabowo Subianto.

“Mereka ingin fokus membantu Presiden Prabowo mengakselerasi semua visi misi politik Prabowo yang populis prorakyat. Itu alasan utamanya,” jelas Adi.

Sementara terkait wacana Jokowi memimpin PPP, Adi berpandangan mantan Presiden itu lebih cocok bergabung ke partai besar ketimbang partai non-parlemen.

“Saya kira Jokowi itu tidak cocok, baik di PSI ataupun PPP. Kedua partai ini adalah partai yang tidak lolos ke Parlemen,” kata Adi.

Jika harus memilih, Adi menilai PSI lebih cocok bagi Jokowi karena kedekatan ideologis dan hubungan personal dengan kader dan elite partai tersebut.

Untuk diketahui, nama Jokowi juga disebut-sebut sebagai kandidat calon ketum PSI yang akan menggelar kongres partai di Solo, Jawa Tengah pada Juli mendatang.

“PPP itu sama sekali tidak cocok. Banyak elite-elite PPP dan basis massa PPP itu tidak memilih Jokowi, bahkan sangat kritis ke Jokowi,” pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tugas Berat Calon Ketum PPP: Mengembalikan Kabah Usai Terdegradasi dari Senayan"

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved