Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Hari Pendidikan

Bupati Luwu Umumkan Kabar 'Pahit' di Hari Pendidikan, 4.047 Anak Tak Sekolah di Daerahnya

Pendidikan adalah hak setiap warga negara Indonesia yang diatur dalam UUD 1945. Namun, kenyataannya masih banyak anak yang belum berkesempatan

Penulis: Muh. Sauki Maulana | Editor: Edi Sumardi
TRIBUN TIMUR/MUH SAUKI MAULANA
PENDIDIKAN DI LUWU - Potret siswa SD Tibussan, Kecamatan Latimojong mengikuti ujian kenaikan kelas di SD Balla, Kecamatan Bajo, Luwu. Di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, beberapa waktu lalu. Jumlah anak yang tidak sekolah di Luwu tercatat mencapai 4.047 orang. 

BELOPA, TRIBUN-TIMUR.COM - Pendidikan adalah hak setiap warga negara Indonesia yang diatur dalam UUD 1945.

Namun, kenyataannya masih banyak anak yang belum berkesempatan mengenyam pendidikan.

Di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, jumlah anak yang tidak bersekolah tercatat mencapai 4.047 orang.

Data ini diungkapkan dalam upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional di Lapangan Andi Djemma, Kota Belopa, Kabupaten Luwu, Sulsel, Jumat (2/5/2025).

Bupati Luwu, Patahuddin mengumumkan peluncuran program Gerakan Bersama Pengentasan Anak Tidak Sekolah (Gerbang-ATS).

Hal ini dilakukan demi menekan angka anak tidak sekolah di wilayah berjuluk "Bumi Sawerigading" ini.

Baca juga: Hardiknas, Anggota DPRD Makassar Soroti Kesenjangan Infrastruktur Sekolah

Kepala Dinas Pendidikan Luwu, Andi Palanggi menyebut, pihaknya juga telah menyiapkan sejumlah langkah tambahan selain Gerbang-ATS.

Salah satunya adalah melakukan validasi lapangan terhadap data anak tidak sekolah.

Kemudian mengklasifikasikannya berdasarkan penyebab permasalahan.

“Langkah selanjutnya, kami akan mengadakan diskusi pemecahan masalah di unit kerja Pokja, menindaklanjuti rekomendasi, serta melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap anak-anak yang berhasil kembali bersekolah,” jelasnya mengatakan.

Baca juga: Gara-gara Biaya Wisuda Rp850 Ribu, 2 Murid TK di Makassar Dikeluarkan Sekolah

Sementara itu, Kepala Bidang SD Dinas Pendidikan Luwu, Andi Padlan mengaku, sejumlah faktor penyebab anak putus sekolah.

Salah satunya adalah tekanan ekonomi keluarga.

“Walaupun sekolah tidak lagi membebankan SPP, banyak anak memilih membantu orang tua mencari penghasilan, sehingga mereka lebih memilih berhenti atau tidak melanjutkan sekolah,” katanya menjelaskan.

Andi Padlan menyebut, adanya fenomena "anak hilang" siswa yang tidak terdaftar dalam sistem pendidikan formal, seperti santri yang setelah selesai menempuh pendidikan.

Ini banyak ditemui di pesantren, mereka kesulitan melanjutkan ke jenjang berikutnya karena ijazahnya tidak diakui di sistem formal.

Faktor lain adalah kasus putus sekolah (drop out), biasanya akibat perilaku siswa.

“Misalnya anak tersebut jarang masuk sekolah atau menunjukkan perilaku nakal, sehingga akhirnya dikeluarkan,” katanya.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved