Tentara Tangkap Warga Sipil, LBH Makassar: Bukti Normalisasi Dwi Fungsi TNI
Penangkapan terhadap terduga pelaku 'passobis' tersebut dinilai sewenang-wenang karena TNI tidak memiliki kewenangan dalam penegakan hukum.
Penulis: Siti Aminah | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Tindakan aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) atas penangkapan 40 orang terduga pelaku penipuan digital asal Sidrap pada 24 April 2025 mendapat sorotan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makasih.
Melalui rilis yang dibuat pada 26 April lalu, Direktur LBH Makassar, Abdul Azis Dumpa memprotes bahwa penangkapan tersebut diluar kewenangan TNI.
Penangkapan terhadap terduga pelaku 'passobis' tersebut dinilai sewenang-wenang karena TNI tidak memiliki kewenangan dalam penegakan hukum.
Fungsi TNI melainkan sebagai pertahanan negara berdasarkan Undang-undang TNI yang baru saja disahkan (UU No 3 Tahun 2025).
Dalam regulasi itu jelas dituliakan bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan Negara dan mempertahankan keutuhan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Kita menginginkan ada penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan yang merugikan masyarakat secara luas, namun tetap dalam koridor dan prosedur hukum yang berlaku," paparnya.
"Tidak terdapat dasar hukum dan legitimasi yang sah bagi TNI untuk menjalankan tugas penegakan hukum, termasuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap warga sipil,” sambungnya.
Baca juga: Polda Sulsel Lepas 37 Terduga Passobis Tangkapan Kodam XIV Hasanuddin, 3 Korban Bersedia Diperiksa

Masuknya TNI di ruang sipil dengan melakukan penangkapan menimbulkan kekhawatiran.
Menurut Abdul Azis, kekhawatiran publik atas dampak disahkannya UU TNI yang baru semakin nyata. Apalagi, mengingat kultur dalam tubuh TNI yang terbiasa dengan instrumen kekerasan.
Menurut amatnya, jika kondisi ini terus dibiarkan, akan muncul risiko serius berupa normalisasi Dwi Fungsi TNI yang berpotensi memicu pelanggaran HAM terhadap warga sipil, sebagaimana yang pernah terjadi di masa lalu sebelum reformasi.
Pada dasarnya, LBH Makassar mendukung segala bentuk pemberantasan tindak kejahatan berdasarkan prosedur hukum yang berlaku.
“Penangkapan yang dilakukan oleh TNI, sekalipun dengan dalih adanya pelaku kejahatan, tetap harus dilakukan sesuai dengan prosedur sistem peradilan pidana umum. TNI tidak memiliki wewenang untuk terlibat dalam proses tersebut," tegasnya.
Pengambil alihan tugas kepolisian oleh pihak KODAM XIV Hasanuddin dalam kasus ini merupakan perbuatan melawan hukum.
Tindakan tersebut bertentangan dengan undang-undang sehingga semua anggota TNI yang terlibat harus dievaluasi dan disanksi karena bekerja di luar fungsinya.
Kesewenang-wenangan TNI dalam penegakan hukum dalam melakukan penangkapan warga sipil menjadi bukti terhadap kembalinya dwifungsi militer yang masuk di ranah sipil.
Peran 4 Senior Aniaya Prada Lucky hingga Tewas, Pangkat Pratu |
![]() |
---|
Sosok 4 Senior Aniaya Prada Lucky hingga Tewas, Tangan Kosong hingga Pakai Selang |
![]() |
---|
Karier Moncer Irjen Krishna Murti dan Letjen Mohammad Fadjar, 2 Jenderal Putra Pensiunan Pati TNI AD |
![]() |
---|
6 Jenderal Promosi Pangdam, Letting KSAD Maruli, Prajurit Kopassus hingga Adhi Makayasa |
![]() |
---|
Profil Mayjen TNI Deddy Suryadi Pangdam Jaya Sebut Bendera One Piece Bentuk Ekspresi Warga |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.