Opini
‘Belum Makan Opor Bu’, Potret Pengorbanan Jurnalis di Hari Raya
Jurnalis seperti Jen Cahyani mengorbankan momen Idul Fitri demi tugas, menyajikan informasi akurat dan terpercaya untuk masyarakat.
Oleh: Adekamwa
Humas Pusjar SKMP LAN
TRIBUN-TIMUR.COM - "Jurnalis harus mengungkap apa yang disembunyikan, menemukan apa yang hilang, dan memberitahukannya pada waktu yang tepat."
– Carl Milton Bernstein, jurnalis dan penulis investigasi Amerika era 70-an.
Suara Jen Cahyani terdengar lirih, namun cukup jelas untuk terekam kamera. Di ujung telepon, ibunya bertanya kabar. Dengan senyum kecil yang berusaha ia tahan, Jen menjawab, “Belum makan opor, Bu.”
Sebagai reporter iNews, Jen Cahyani tengah bertugas meliput suasana Idul Fitri 1446 H, Senin, 31 Maret 2025.
Sementara banyak orang menikmati kebersamaan dengan keluarga, ia berdiri di garis depan, memastikan berita sampai ke pemirsa.
Momen singkat yang terekam kamera itu menggambarkan pengorbanan para jurnalis. Demi memastikan masyarakat mendapat informasi akurat, mereka sering kali harus meninggalkan kehangatan keluarga di hari-hari istimewa.
Seperti banyak jurnalis lain, momen pribadi harus disisihkan demi tugas.
Bagi mereka yang bekerja di lapangan, hari raya bukan tentang berkumpul di rumah, melainkan tentang membawa cerita dari jalanan ke layar televisi.
Momen ini bukan sekadar potret seorang jurnalis yang merindukan masakan khas lebaran, tetapi juga cerminan dedikasi dan profesionalisme yang tinggi.
Di tengah kehangatan perayaan Idul Fitri, para jurnalis tetap setia pada tugas mereka, mengawal informasi dan menyajikan berita terkini kepada masyarakat.
Mereka adalah mata dan telinga publik, yang rela mengorbankan waktu bersama keluarga demi memenuhi hak masyarakat akan informasi yang akurat dan terpercaya.
Pengorbanan ini mengingatkan kita akan pentingnya peran jurnalis dalam menjaga arus informasi di era yang serba cepat ini.
Sebagai penulis, saya menyadari bahwa jurnalis tidak hanya menyampaikan berita, tetapi juga menjadi penghubung antara peristiwa dan masyarakat, memastikan bahwa informasi yang diterima publik adalah informasi yang valid dan berimbang.
Menggali Makna Pengorbanan Jurnalis
Di balik layar pemberitaan Idul Fitri, tersimpan kisah-kisah emosional yang jarang terungkap.
Rasa bersalah menghantui para jurnalis yang harus meninggalkan keluarga di hari yang suci.
Kekhawatiran akan orang tua yang merindukan kehadiran anak, atau anak-anak yang menanti pelukan ayah dan ibu, menjadi beban psikologis tersendiri.
Namun, profesionalisme mengalahkan segalanya.
Mereka tetap teguh menjalankan tugas, menyajikan informasi terkini, bahkan dari lokasi-lokasi yang jauh dari rumah.
Cerita singkat tentang jurnalis yang menahan rindu atau yang harus menunda tradisi keluarga, adalah bukti nyata dari pengorbanan ini.
Kondisi kerja jurnalis saat hari raya Idul Fitri seringkali jauh dari kata ideal.
Jam kerja yang tak mengenal waktu, tekanan untuk mengejar deadline di tengah suasana liburan, dan risiko saat meliput di lapangan, menjadi bagian dari keseharian mereka. Tak jarang, apresiasi yang mereka terima tidak sebanding dengan dedikasi yang diberikan.
Fasilitas yang minim, dukungan yang kurang, dan terkadang kurangnya pemahaman dari masyarakat, menambah beban para jurnalis.
Namun, di tengah keterbatasan itu, mereka tetap berkomitmen untuk menyajikan informasi yang akurat dan berimbang.
Informasi yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk menghindari kesimpangsiuran berita, terutama di era media sosial yang rentan terhadap hoaks.
Kehadiran jurnalis di lapangan membantu masyarakat mendapatkan informasi yang terverifikasi, sehingga mereka dapat merayakan Idul Fitri dengan tenang dan damai.
Informasi yang diberikan pun harus terhindar dari bias dan kepentingan tertentu. Mereka menjadi garda terdepan dalam menjaga kebenaran di tengah arus informasi.
Pengorbanan para jurnalis ini mencerminkan nilai-nilai profesionalisme yang tinggi, seperti integritas, tanggung jawab, dan dedikasi. Di tengah godaan untuk menikmati liburan bersama keluarga, mereka tetap memilih untuk menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab.
Profesionalisme ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap media.
Dedikasi Jurnalis, Opor Kebenaran untuk Semua
Dalam situasi di mana informasi yang salah dapat dengan cepat menyebar, kehadiran jurnalis yang kompeten dan terpercaya menjadi sangat krusial.
Mereka adalah pilar penting dalam menjaga agar informasi yang diterima masyarakat adalah informasi yang valid.
Penulis melihat peran jurnalis tidak hanya terbatas pada penyampaian berita, tetapi juga sebagai pilar dalam menjaga integritas informasi di masyarakat.
Di tengah derasnya arus informasi yang datang melalui berbagai platform digital, jurnalis bertanggung jawab untuk menyaring dan menyajikan fakta yang jelas dan objektif.
Dalam momen seperti hari raya Idul Fitri, di mana banyak informasi seputar perayaan, keputusan pemerintah, hingga tradisi yang berkembang, kehadiran jurnalis sangat vital.
Tanpa mereka, masyarakat bisa terjerumus pada informasi yang salah, yang akhirnya merusak semangat persatuan dan harmoni yang seharusnya ada di setiap perayaan.
Oleh karena itu, penulis percaya bahwa jurnalis memiliki peran yang tak tergantikan dalam menjaga keberlanjutan budaya informasi yang cerdas dan penuh tanggung jawab.
Dengan memberikan informasi yang terverifikasi, jurnalis turut berkontribusi dalam membangun budaya informasi yang sehat dan bertanggung jawab.
Seringkali kita hanya melihat hasil akhir: siaran langsung yang tersaji rapi, berita yang tersusun dengan baik.
Namun, di balik itu ada individu-individu yang mengorbankan momen-momen berharga demi memastikan kita tetap mendapat informasi.
Jika petugas medis, polisi, dan pemadam kebakaran sering disebut sebagai 'garda terdepan', jurnalis juga pantas mendapat tempat dalam daftar itu. Penulis merasa perlu menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada para jurnalis yang telah berdedikasi dalam menjalankan tugas mereka.
Semoga di hari yang Fitri ini, mereka mendapatkan kebahagiaan dan kehangatan, meskipun tidak semua dari mereka dapat merayakannya bersama keluarga.
Pada akhirnya, penulis meyakini, di era kebenaran yang semakin dikendalikan, para jurnalis inilah yang masih berusaha menyajikan “opor kebenaran” kepada kita semua. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.