Profil Kombes Nicolas Kapolres Jakarta Timur Pasang Badan Soal Pungli Rp3 Juta, Dulu Dikritik Keras
Kini Kombes Nicolas Ary Lilipaly muncul pasang badan soal dugaan pungutan Rp3 juta terhadap pelapor di Polres Jakarta Timur.
TRIBUN-TIMUR.COM - Rekam jejak dan profil Kombes Nicolas Ary Lilipaly Kapolres Jakarta Timur.
Kombes Nicolas Ary Lilipaly kembali muncul setelah dikritik keras pengamat gegara dinilai lamban usut kasus.
Kini Kombes Nicolas Ary Lilipaly muncul pasang badan soal dugaan pungutan Rp3 juta terhadap pelapor di Polres Jakarta Timur.
Viral pengakuan wanita diminta Rp3 juta saat lapor polisi.
Kombes Nicolas Ary Lilipaly pun bereaksi tegas mengenai video yang viral tersebut.
Ia membantah adanya narasi video yang beredar.
Awalnya, wanita itu diminta uang jutaan rupiah saat melaporkan kasus dugaan pencurian kendaraan bermotor.
Perekam video itu mengenakan baju batik merah dan masker saat melaporkan kasus yang dialaminta ke Polres Metro Jakarta Timur.

"Ya Allah, sumpah ya, seragam kalian untuk melindungi dan mengayomi, komitmen Kapolri kalian jalankan tidak?" kata perekam video yang diunggah oleh @platform.news.
Video yang diunggah oleh @platform.news menarasikan, kasus dugaan pencurian dihentikan karena menolak memberikan uang kepada pihak penyidik.
"Seorang warga mengungkapkan kekecewaannya terhadap penanganan kasus yang dilaporkannya di Polres Metro Jakarta Timur.
Dalam unggahan media sosial yang kini viral, ia menuduh adanya dugaan permintaan uang oleh oknum penyidik, yang berujung pada dihentikannya laporan polisi (LP) miliknya," tulis keterangan dalam video.
Reaksi Kapolres Tegas
Sementara itu, Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly membantah adanya dugaan anggota kepolisian yang meminta uang sebesar Rp 3 juta untuk mengusut kasus pencurian kendaraan bermotor.
"Kami dengan tegas menyatakan bahwa tulisan atau narasi dalam video tersebut adalah hoaks atau tidak benar," kata Nicolas dalam keterangan tertulisnya, Minggu (30/3/2025).
Nicolas memastikan, penyidik Polres Metro Jakarta Timur tidak pernah meminta uang untuk menangani kasus pencurian.
Ia juga menambahkan, dalam video viral tersebut, perekam tidak menyampaikan adanya permintaan uang dari pihak penyidik.
"Kenapa kami sampaikan demikian? Karena dalam video tersebut, saudara atau korban tidak pernah menyatakan bahwa ia diminta uang oleh penyidik Polres Metro Jakarta Timur," ungkap Nicolas.
"Memang dalam video tersebut ia mengeluhkan terkait dengan penghentian penyelidikan dengan adanya laporan terkait tindak pidana khusus," tambahnya.
Nicolas juga menjelaskan, korban melaporkan dugaan penipuan dan perlindungan konsumen, bukan pencurian kendaraan seperti yang disampaikan.
"Dia melaporkan kepada Polres Jaktim dan membuat Laporan Polisi (LP) sebanyak dua LP, satu LP terkait dengan penipuan dan satu lagi terkait perlindungan konsumen," ungkapnya.
Nicolas menyampaikan, kasus dugaan penipuan masih dalam proses penyelidikan, sementara laporan perlindungan konsumen telah dihentikan.
"Perkara yang dilaporkan sebagai penipuan, sampai saat ini dalam proses penyelidikan. Sedangkan terkait perlindungan konsumen, perkara tersebut telah dihentikan penyelidikannya karena bukan tindak pidana," katanya.
Rekam jejak
Rekam jejak Kombes Nicolas Ary Lilipaly, Kapolres Jakarta Timur (Jaktim).
Sebelumnya, ia disorot di kasus penganiayaan George Sugama Halim.
Ia disorot lantaran dinilai lambat dalam menangani kasus George yang menganiaya karyawati, Dwi Ayu Darmawati.
Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly lantas menyampaikan permohonan maaf karena jajarannya terlambat menangani kasus itu.
Permintaan maaf tersebut ia sampaikan setelah menjalani Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/12/2024).
"Kami selaku penyidik mohon maaf atas keterlambatan proses penyidikan ini bukan karena keinginan kami, tapi ada juga hal-hal nonteknis yang kami hadapi," kata Nicolas, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV.
Nicolas mengatakan ada beberapa kendala, sehingga penanganan kasus ini terkesan memakan waktu yang lama.
Salah satunya adalah kendala saksi yang tak kunjung memenuhi panggilan penyidik dan mengulur waktu pemeriksaan.
Terlepas dari itu seperti apa sosok Kombes Nicolas?
Profil biodata Kombes Nicolas Ary Lilipaly
Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly adalah seorang perwira menengah (Pamen) lulusan Akpol 1997, ia sudah mengemban jabatan sebagai Kapolres Jakarta Timur sejak Desember 2023.
Sebelum itu, Nico sempat terlebih dahulu menduduki posisi jabatan sebagai Analis Kebijakan Madya Bidang Pamobvit Baharkam Polri.
Nicolas Ary Lilipaly merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1997.
Pria kelahiran Ambon, Maluku, 6 September 1973, ini juga sudah pernah menjabat beberapa posisi strategis di Polri.
Nicolas tercatat pernah menjabat sebagai Kapolres Humbang Hasundutan pada 2016 hingga 2017.
Pada 2017, ia kemudian dipercaya untuk mengisi kursi jabatan sebagai Kapolres Serdang Bedagai.
Calon jenderal bintang 1 ini juga sempat menjabat sebagai Waka SPM Polda Sumatra Utara pada 2018 hingga 2019.
Karier Kombes Nicolas Ary makin moncer setelah ia diutus sebagai Kabid TIK Polda Papua pada 2019.
Pada 2020, Nicolas kemudian diangkat menjadi Dirpamobvit Polda Papua
Harta Kekayaan Kombes Nicolas Ary
Menilik harta kekayaan, Nicolas Ary Lilipaly tercatat memiliki total harta sebesar Rp2 miliar.
Hartanya itu terdaftar di dalam Laporan Harta Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK yang dilaporkannya pada 26 Januari 2024.
Harta terbanyak Nico berasal dari tanah dan bangunan yang ia miliki di wilayah Bekasi dan Ambon senilai Rp1,4 miliar.
Berikut rincian harta milik Kombes Nicolas.
I. DATA HARTA
A. TANAH DAN BANGUNAN Rp. 1.426.000.000
Tanah dan Bangunan Seluas 140 m2/145 m2 di KAB / KOTA BEKASI, HASIL SENDIRI Rp. 526.000.000
Tanah dan Bangunan Seluas 503 m2/200 m2 di KAB / KOTA KOTA AMBON , HASIL SENDIRI Rp. 900.000.000
B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 381.000.000
MOTOR, - - Tahun 2011, HASIL SENDIRI Rp. 10.000.000
MOBIL, - - Tahun 2014, HASIL SENDIRI Rp. 358.000.000
MOTOR, - - Tahun 2016, HASIL SENDIRI Rp. 13.000.000
C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. 109.220.000
D. SURAT BERHARGA Rp. ----
E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 160.000.000
F. HARTA LAINNYA Rp. ----
Sub Total Rp. 2.076.220.000
II. HUTANG Rp. ----
III. TOTAL HARTA KEKAYAAN (I-III) Rp. 2.076.220.000
Dikritik pengamat
Nicolas Ary disorot usai dikritik pengamat terkait kasus penganiayaan yang dilakukan anak bos toko roti, George Sugama Halim.
Diketahui adu argumen terjadi antara Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto dengan Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly saat membahas kasus penganiayaan yang George Sugama.
Bambang menilai Polres Metro Jakarta Timur tidak tanggap dalam menangani kasus penganiayaan tersebut sehingga kasus itu terkesan lambat diselesaikan.
Sementara Kombes Nicolas tak terima usai disenggol Bambang.
Ia pun meragukan kapasitas Bambang sebagai pengamat.
Bambang awalnya menyinggung polisi yang kurang proaktif dalam menangani laporan dari karyawati korban penganiayaan George, Dwi Ayu Darmawati (19).
Ia menilai polisi terkesan lamban karena menangani kasus secara textbook alias normatif prosedural sehingga dapat membahayakan posisi korban.
"Seharusnya polisi harus lebih aktif dengan mencari, mendatangi TKP misalnya, memanggil mereka yang ada di situ, jadi tidak perlu menunggu korban ini jadi lebih positif dan waktunya pun juga tidak terlalu lama sampai 12 hari lebih dulu menyurati terlapor untuk klarifikasi dan sebagainya," ujar Bambang saat menjadi pembicara dalam sebuah acara di Nusantara TV pada Rabu (18/12/2024).
"Kalau kemudian surat-suratan dengan terlapor, pelakunya keburu kabur ke luar kota seperti yang sudah terjadi pelakunya (George) ditangkap di Sukabumi," tambahnya.
Bambang melanjutkan fakta-fakta awal penyelidikan sebenarnya sudah bisa dikumpulkan misalnya bukti luka atau hasil visum korban dan keterangan saksi.
Merespons penjelasan Bambang, Kombes Nicolas menjelaskan bahwa apa yang disampaikan Bambang telah dilakukan pihaknya.
Namun, Nicolas mengatakan pihaknya belum menemukan dua alat bukti yang sah saat penyelidikan awal sehingga belum bisa naik ke tahap penyidikan.
"Tindakan itu sudah dilakukan Pak Bambang, mendatangi TKP, VER (Visum et Repertum) kan kita harus mencari minimal 2 alat bukti yang sah," katanya.
Pihaknya, kata Nicolas, tidak bisa main menyita dan menyeret terduga pelaku jika belum memiliki alat bukti yang kuat.
Apalagi, jarak antara laporan dan kejadian memiliki jeda waktu sehingga bukan masuk ke dalam kasus tangkap tangan.
"Ini kan sudah jeda waktu pak, sekian jam, jangan kita meloncat langkah-langkah sesuai dengan SOP nanti kalau kita loncat, itu kita kena hukum jangan karena macam kita datang langsung bawa orang itu kan bukan tertangkap tangan, kalau itu orang tidak mau, dia lapor kita dengan semena-mena akan berakibat hukum kepada penyidik," jelasnya.
Mendengar itu, Bambang memberikan kritik seharusnya pihak kepolisian begitu mendapatkan laporan korban langsung mendatangi TKP lalu segera menaikkan dari status penyelidikan ke tahap penyidikan.
Hal itu karena polisi bisa mendapatkan cukup dua alat bukti yang sah di TKP.
"Apa alasan tidak dilakukan penyitaan ketika korban sudah ada laporan, sudah ada kemudian saksi-saksi tentunya juga harus dipanggil di situ," jelas Bambang.
"Kita enggak bisa ngomong dengan orang seperti ini," ujar Nicolas kepada pembaca acara.
"Pak Bambang, penyitaan itu dilakukan pada tahap penyidikan. Pastinya, tahap penyelidikan dan penyidikan itu berbeda, upaya paksa itu dilakukan pada saat penyidikan. Kita enggak bisa memanggil orang, menyita, menangkap, menahan itu upaya paksa. Tidak bisa dilakukan saat penyelidikan," Nicolas mencoba menjelaskan kepada Bambang.
"Pertanyaan saya, kenapa enggak langsung dinaikkan ke tahap penyidikan? Barang bukti ada, saksi-saksi ada" cecar Bambang ke Nicolas.
"Ah, enggak nyambung dia. Udah susah kita mba. Pak Bambang satu saksi bukan saksi pak Bambang, beliau pengamat apa ya?" ujar Nicolas ke pembawa acara.
Kombes Nicolas dicecar anggota DPR RI
Sebelumnya Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, melontarkan beberapa pertanayaan kepada Kombes Nicolas terkait apakah George Sugama Halim mengalami gangguan jiwa.
Nicolas pun tak membantah terkait dengan adanya dugaan itu.
"Ini pelaku ini kasat mata terlihat sakit jiwa atau gimana?" tanya Habiburokhman dalam rapat dengar pendapat (RDP) di DPR RI, Selasa (17/12/2024).
"Mohon izin, Pak, itu kalau kasat matanya seperti yang disampaikan Bapak yang terhormat, Ketua," ucap Nicolas mengamini pertanyaan Habiburokhman.
Namun begitu, kata Nicolas, penyidik kini masih sedang melakukan pendalaman.
Nantinya, pihak kepolisian akan segera melakukan pemeriksaan psikologis terhadap George.
"Tapi kami tidak bisa menjudge atau kami tidak bisa menyimpulkan. Kami akan melakukan pemeriksaan, kami sedang melakukan pemeriksaan psikologis kepada yang bersangkutan," jelasnya.
Lalu, Habiburokhman pun meminta agar alasan kejiwaan tidak bisa membuat George lolos dari kasus hukum.
"Jangan menjadi alasan pemaaf nanti, Pak," cetus Habiburokhman.
"Siap," jawab Nicolas.
Polisi akan memeriksa kejiwaan George Sugama Halim (GSH), anak bos toko roti yang menganiaya karyawannya, Dwi Ayu di kawasan Cakung, Jakarta Timur.
"Nanti kami melakukan pengecekan kejiwaan itu kepada ahli yang terkait," kata Nicolas kepada wartawan.
Dia menyebut jika George terbukti mengalami gangguan kejiwaan, maka akan menjadi pertimbangan hakim untuk melanjutkan kasusnya atau tidak.
Nicolas hanya menegaskan pihaknya akan melakukan serangkaian proses penyidikan sesuai dengan standar operasional prosedur yang berlaku.
"Ya, dipastikan kami perlakukan tersangka selayaknya tersangka lain. Yang bersangkutan sudah ditahan di Rumah Tahanan polres Jakarta Timur," tuturnya.
Terkait kasus ini, Dwi Ayu dianiaya oleh George Sugama Halim, pada 17 Oktober 2024.
Pada video yang beredar dan menjadi viral, George sempat melempari Dwi Ayu dengan barang-barang hingga melukainya.
George kemudian ditangkap polisi di Anugrah Hotel Sukabumi, Cikole, Sukabumi, Jawa Barat, pada Senin (16/12/2024) dini hari.
George juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Ia dijerat Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penganiayaan dan terancam hukuman penjara paling lama lima tahun.
Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com/Tribunnews.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.