Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Khazanah Islam

Hukum Menukar Uang Baru Plus Bayar Jasa Jelang Lebaran

Banyak uang baru yang dicalokan sehingga jumlahnya ditambah dengan bayar jasa hingga 15 persen per bandel.

Editor: Sudirman
Tribunnews.com/Muhammad Nursina
PENUKARAN UANG BARU - Foto ilustrasi uang baru Lebaran 2025 yang diambil pada Rabu (19/3/2025). Hukum menukar uang baru dengan beban jasa. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Salah satu kebiasaan banyak orang jelang lebaran ialah menukar uang baru.

Biasa uang baru akan dibagikan kepada kerabat yang berkunjung ke rumah.

Namun banyak kalangan memanfaatkan momen tukar uang baru untuk mendapatkan keuntungan.

Banyak uang baru yang dicalokan sehingga jumlahnya ditambah dengan bayar jasa hingga 15 persen per bandel.

Jika ditilik dari syariat Islam, proses perdagangan uang tersebut masih sering menjadi perdebatan.

Meskipun, MUI (Majelis Ulama Indonesia) melalui Dewan Syariah Nasional (DSN) sudah memberikan fatwa nomor 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf).

Yang jadi pertimbangannya bahwa 'urf tijari (tradisi perdagangan) transaksi jual-beli mata uang dikenal beberapa bentuk transaksi yang status hukumnya dalam pandang ajaran Islam berbeda antara satu bentuk dengan bentuk lain.

Dengan syarat harus memenuhi beberapa ketentuan berikut;

Pertama, tidak untuk spekulasi (untung-untungan)

Kedua, ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan)

Ketiga, apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (attaqabudh)

Keempat, apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.

Arin Setyowati Dosen Perbankan Syariah Fakultas Agama Islam (FAI) UM Surabaya menyebut, dalam konteks persoalan penukaran uang dengan uang sejenis, maka jika dalam penukaran uang tidak ada penambahan uang yang dibayarkan atas pecahan uang baru yang akan ditukar, maupun tidak ada pengurangan jumlah uang pecahan baru yang diberikan kepada si penukar. maka hukumnya boleh.

“Tapi, jika dalam penukaran uang tersebut ada perbedaan jumlah yang diterima atau diberikan oleh kedua belah pihak dalam mata uang yang sama dalam keadaan tunai, maka hukumnya haram dan termasuk kategori praktik riba dalam keadaan tunai. Yakni kategori Riba Fadhl,”ujar Arin Senin (10/4/2023)

Ia mencontohkan, Si A menyerahkan uang satu juta rupiah untuk ditukarkan dengan pecahan uang baru senilai satu juta rupiah. Namun uang yang diterima hanya 970 ribu rupiah saja.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved