Tak Perlu Khawatir Pungli, Lapor Polisi Kini Bisa Lewat Medsos
Komisi III DPR RI mulai membahas draf Revisi Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ada beberapa poin yang dibahas
JAKARTA, TRIBUN-TIMUR.COM - Komisi III DPR RI mulai membahas draf Revisi Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Ada beberapa poin yang dibahas dalam RUU KUHAP itu, salah satunya adalah mengatur pengaduan polisi yang bisa dilakukan via media sosial.
Dalam pasal baru yang tengah dibahas DPR RI, polisi diharapkan bisa menerima laporan sebuah tindak pidana melalui media sosial. Ketentuan itu termuat dalam Pasal 5 ayat (1) versi RUU KUHAP yakni:
Pasal 5
(1) Penyelidik karena kewajibannya mempunyai wewenang:
a. menerima Laporan atau Pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana baik secara tertulis maupun melalui media telekomunikasi dan/atau media elektronik;
Penjelasan:
Yang dimaksud media komunikasi dan atau media elektronik adalah media resmi milik aparat penegak hukum.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menilai bahwa ketentuan tersebut menjadi terobosan hukum.
Sebab, dalam KUHAP yang saat ini berlaku hanya mengatur bahwa penyelidik bisa menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
Sahroni menjelaskan bahwa terobosan tersebut sangat dibutuhkan di era saat ini. Mengingat, banyaknya kasus pidana yang terungkap melalui medsos.
“Dalam RUU KUHAP, polisi nantinya bisa memproses laporan melalui media sosial. Sebelumnya kan hanya bisa melalui laporan perorangan, harus datang ke kantor, dsb. Sementara saat ini, banyak kasus kejahatan yang terungkap melalui medsos dan membutuhkan respons cepat dari polisi. Nah RUU KUHAP mengisi kekosongan itu,” ujar Sahroni, Senin (24/3/2025).
Sahroni menilai kewenangan tersebut bisa membuat polisi bekerja lebih maksimal untuk melayani masyarakat.
Masyarakat juga jadi mudah melapor tanpa khawatir pungli.
“Kewenangan ini bakal membuat polisi harus bekerja ekstra untuk melayani masyarakat. Selain itu, karena lewat medsos maka pelaporan jadi lebih mudah dan potensi pungli juga bisa kita minimalisasi. Jadi ini adalah salah satu bentuk komitmen kami atas terwujudnya acara pidana yang baik dan terus mengikuti perkembangan zaman,” kata Sahroni.
Hal lain yang dibahas dalam RUU KUHAP adalah mengenai larangan melakukan siaran langsung proses persidangan tanpa izin pengadilan.
Hal itu termuat dalam Pasal 253 ayat (3) yang berbunyi "Setiap orang yang berada di sidang pengadilan dilarang mempublikasikan proses persidangan secara langsung tanpa izin pengadilan."
Artinya media pun tidak bisa menyiarkan jalannya persidangan secara langsung tanpa izin pengadilan. Adapun informasi mengenai persidangan baru bisa dipublikasikan setelah proses persidangan selesai atau setelah pengadilan memberikan izin tertentu.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III, advokat Juniver Girsang mengusulkan agar bunyi dalam pasal ini diatur lebih rinci.
“Jadi harus tegas, setiap orang yang berada di ruang sidang pengadilan dilarang mempublikasikan, apa itu? Liputan langsung ini kah artinya toh? Ini kan artinya sebenarnya?” kata Juniver dalam rapat bersama Komisi III di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (24/3/2025).
Juniver tidak ingin pasal ini memiliki multitafsir yang kemudian melarang kuasa hukum untuk mempublikasikan jalannya persidangan setelah proses persidangan selesai.
“Ini harus clear, jadi bukan artinya advokatnya setelah dari sidang tidak boleh memberi keterangan di luar,“ jelasnya.
Sebagai advokat, tentunya pasal ini menguntungkan.
Sebab jika persidangan disiarkan secara langsung, pihak lawan bisa lebih mudah menganalisis strategi pembelaan dan menyesuaikan langkah mereka.
Hal ini juga untuk memastikan setiap saksi memberikan keterangan secara mandiri tanpa pengaruh eksternal.
“Kenapa ini harus kita setuju? Karena orang dalam persidangan pidana kalau di liputannya langsung, saksi-saksi bisa mendengar, bisa saling mempengaruhi, bisa nyontek, itu kita setuju itu. Jadi harus clear,” tuturnya.
Sementara Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengaku akan mengundang sejumlah pemimpin redaksi media untuk meminta saran dan masukan dalam pembahasan draf RUU Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Habib menjelaskan diskusi dengan para pemimpin media itu diperlukan. Terutama, terkait draf RUU KUHAP yang melarang setiap orang menyiarkan langsung sidang tanpa izin pengadilan.
"Kami juga akan mengundang seluruh pimpinan redaksi media massa dalam forum khusus supaya teman-teman juga berkontribusi aktif, bukan hanya memberitakan ya," kata Habib.
"Tapi menyampaikan masukan, tadi misalnya soal peliputan di persidangan seperti apa, masukan kawan-kawan," sambungnya mengatakan.
Lebih lanjut, Habib menilai pelarangan siaran sidang secara langsung tanpa izin perlu dilakukan agar proses hukum yang sedang berjalan tidak terganggu.
Sebab, kata dia, siaran sidang secara langsung berpotensi membuat saksi lain yang belum diperiksa mengubah keterangan mereka.
Kendati demikian, Habib mengklaim Komisi III tetap menghormati hak wartawan yang bertugas menyebarkan informasi kepada publik.
"Hakim enggak bisa dapat pengakuan yang genuine, tapi kita sangat-sangat menghargai hak publik mendapatkan informasi, dan hak wartawan untuk menyebarluaskan informasi," ujar dia. "Seperti apa pengaturannya, teman-teman, nanti kami juga akan berkoordinasi dengan pemred teman-teman, yang pengaturannya yang paling elegan seperti apa, soal pemberitaan tersebut," sambungnya.(tribun network/mam/dod)
Rencana Surya Paloh Beri Jabatan Wakil Ketua Komisi III ke Rusdi Masse Terbaca |
![]() |
---|
Nasdem Beri Rusdi Masse Jabatan Baru di Tengah Isu Hengkang ke PSI |
![]() |
---|
Blak-blakan Angelina Sondakh Soal DPR: Permainan Kekuasaan Permainan Kepentingan |
![]() |
---|
Surya Paloh Tunjuk RMS Gantikan Ahmad Sahroni di Komisi III DPR, Cicu: Isu Pindah Partai Tak Benar |
![]() |
---|
Perjalanan Karier Rusdi Masse dari Kernet 'Panther' jadi Wakil Ketua Komisi III DPR RI |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.