Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ijazah Palsu

Ingat Eggi Sudjana Laporkan Jokowi dan Rektor UGM ke Bareskrim Polri Soal Ijazah Palsu?

Eggi Sudjana bikin heboh saat melaporkan Presiden ke-7 RI, Jokowi dan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Ova Emilia terkait dugaan ijazah palsu

Editor: Ansar
Tribunnews.com
Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Eggi Sudjana melaporkan Presiden ke-7 RI dan Rektor Universitas Gadjah Mada Prof Ova Emilia terkait tudingan ijazah palsu ke Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (9/12/2024). 

TRIBUN-TIMUR.COM - Ingat Eggi Sudjana Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA)?

Eggi Sudjana bikin heboh saat melaporkan Presiden ke-7 RI, Jokowi dan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Ova Emilia terkait dugaan ijazah palsu ke Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (9/12/2024).

Eggi didampingi rekan-rekannya menyatakan laporannya memiliki dua pendekatan yakni edukasi politik dan hukum. 

“Politiknya adalah kaitan dengan banyaknya peristiwa pemilihan mulai dari Pilpres, Pilkada penegakan hukumnya adalah dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017, pasal 169 tentang persyaratan untuk ikut Pilpres atau Pilkada lainnya harus punya ijazah,” ucapnya saat diwawancara.

Menurutnya, kepemilikan ijazah menjadi syarat mutlak setidaknya sederajat dengan yang SMA.

Mantan Presiden Jokowi Widodo yang pernah menjabat Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, dan Presiden RI dua periode harus membuktikan persyaratan tersebut.

“Bila dikaitkan dengan politik tadi sekaligus penegakan hukum nah kita sudah lakukan tiga kali, pengadilan Jakarta Pusat sekitar tahun 2001 menjelang 2022 tapi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kita dianggap tidak berwenang oleh pengadilan itu,” ungkapnya.

Alih-alih menggungat, Bambang Tri dan Gus Nur yang kemudian ditangkap karena dianggap menyebarkan berita kebohongan atau hoaks.

Hingga pada tiga tahun silam, keduanya ditahan di Mabes Polri.

Eggi Sudjana kemudian menuturkan pembuktian terhadap kasus tersebut menjadi sulit karena dari perdata dipindah ke pidana.

“Karena ini peristiwa pidana beban pembuktian ada sama jaksa dan polisi yang bertanggung jawab pembuktian tentang tuduhan kepada Bambang Tri dan Gus Nur bahwa beritanya hoaks beritakan Jokowi ijazahnya palsu tapi faktanya tidak pernah dibuktikan di pengadilan sampai incraht maksudnya kasasi ijazah aslinya Jokowi tidak ada sampai detik ini,” ungkapnya.

Atas tidak adanya pembuktian ijazah palsu di Pengadilan negeri Jakarta Pusat, Eggi Sudjana melakukan pengaduan kepada Mabes Kolri.

Hal itu untuk menuntut adanya kepastian hukum, manfaat fungsi hukum, dan terwujudnya keadilan.

Eggi Sudjana mencontohkan sejumlah presiden yang tidak memiliki kepastian hukum atas tudingan terhadapnya.

Di antaranya zaman Presiden Soekarno yang dituduh komunis namun tidak diadili, lalu zaman Presiden Soeharto yang dituduh dengan (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Hingga kini tuduhan tersebut tidak kunjung diadili dan tidak memperoleh kepastian hukum.

“Jadi tidak ada kepastian hukum nah ini janganlah kami ini sayang dengan Jokowi bahwa martabat sebagai presiden sekarang sudah mantan itu harus betul-betul ada martabatnya bagi bangsa karena berpengaruh suka atau tidak kita sama Jokowi dia presiden kita dia harus menjaga martabat,” katanya.

Selain itu, pihaknya juga menyampaikan pentingnya polisi, jaksa, hingga hakim menjaga martabat sebagai penegak hukum.

TPUA pun melayangkan laporannya terhadap Rektor UGM di mana sebagai pihak kelembagaan tempat Presiden Jokowi menamatkan pendidikan sarjana.

Adapun laporan Eggi Sudjana Cs diterima Bareskrim Polri sebagai pengaduan soal dugaan tindak pidana ijazah palsu Jokowi.

Profil Eggi Sudjana

Eggi Sudjana lahir di Jakarta, 3 Desember 1958.

Sejak mahasiswa, Eggi Sudjana dikenal sebagai aktivis mahasiswa dan bergabung dengan organisasi Mahasiswa Himpunan Islam (HMI) MPO sejak 1979.

Kini ia tercatat sebagai dosen program studi Hukum Keluarga di Institut PTIQ Jakarta.

Dilihat dari Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti), statusnya adalah sebagai Dosen dengan Perjanjian Kerja.

Dikutip dari Tribunnews Wiki, Eggi merupakan Sarjana Hukum lulusan Universitas Jayabaya pada 1985.

Selanjutnya ia meraih gelar S2 dari Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 1994.

Kemudian Eggi lulus dari IPB dan mendapat gelar Doktor (S3) pada 2004.

Eggi pernah mencalonkan diri sebagai Gubernur Jawa Barat, namun gagal karena tidak memenuhi syarat jalur perseorangan.

Ia kembali maju menjadi calon Gubernur Jawa Timur berpasangan dengan M Sihat pada 2013, lewat jalur independen namun kalah.

Tak kapok, Eggi kembali mendaftar di Pilkada Jawa Barat 2018, tapi ia tak lolos seleksi calon independen di KPUD.

Kontroversi Eggi Sudjana

Eggi Sudjana pernah menjadi pengacara Rizieq Shihab terkait kasus chat pornografi pada 2018.

Ia juga pernah menjadi pengacara bos First Travel, Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan terkait kasus penipuan travel umrah.

Namun memilih mundur lantaran kedua kliennya tidak mau terbuka soal dari mana dana jemaah dikumpulkan.

Selanjutnya Eggi Sudjana disebut masuk dalam daftar donatur gerakan makar aksi 212 pada 2016 lalu, walau akhirnya tuduhan tersebut tidak terbukti.

Eggi Sudjana bersama Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen menjadi inisiator dalam demo yang melibatkan massa dari Gabungan Elemen Rakyat untuk Keadilan dan Kebenaran (GERAK).

Pihaknya menuntut KPU dan Bawaslu untuk membongkar tindakan kecurangan pada penghitungan suara pada Pilpres 2019.

Ia kemudian ditetapkan sebagai tersangka dugaan Makar di hari yang sama ketika demo berjalan.

Eggi Sudjana menjadi tersangka berdasarkan laporan yang dibuat oleh Supriyanto dari Relawan Jokowi-Maruf Amin.

Laporan dengan nomor LP/B/0391/IV/2019/BARESKRIM dibuat atas tuduhan penghasutan, menyusul video ajakan Eggi melakukan gerakan people power.

Eggi Sudjana sempat ditahan di Rutan Polda Metro Jaya sejak 14 Mei 2019.

Kemudian, ia keluar dari tahanan Polda Metro Jaya pada 24 Juni 2019, setelah permohonan penangguhan penahanannya dikabulkan.

Pada Oktober 2019, Eggi Sudjana kembali dibawa dan diperiksa di Polda Metro Jaya.

Eggi Sudjana ditangkap untuk diklarifikasi sebagai saksi atas tersangka yang terjerat kasus perakitan bom.

Menurut, pengacara Eggi Sudjana, perakit bom sering berkomunikasi dengan Eggi Sudjana karena Eggi sering menjadi pasien pijatnya.

Selain mengamankan Eggi Sudjana, polisi turut menggeledah rumah tersangka kasus dugaan makar itu dan menyita ponselnya.

Demikian profil Eggi Sudjana dan beberapa kontroversinya yang tersiar ke publik hingga menyebut Anies pengkhianatan kepada HMI.

Kasus Ijazah palsu seret Gus Nur

Ingat kasus ijazah palsu Jokowi saat masih menjabat sebagai Presiden RI?.

Pada 2023 lalu, kasus ijazah Palsu Jokowi ramai diperbincangkan publik.

Bahkan tudingan ijzah palsu itu menyeret tersangka dan akhirnya divonis hukuman penjara.

Saat Jokowi telah pensiun, kasus ijazah palsu kembali bergulir.

Tudingan ijazah palsu Jokowi itu dilontarkan mantan dosen Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar.

Pada 2023 lalu, tudingan ijazah palsu dilontarkan Sugi Nur Rahardja (Gus Nur).

Gus Nur dijerat ujaran kebencian, penistaan agama dan ITE.

Gus Nur pun divonis dengan hukuman 6 tahun penjara.

Persidangan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Solo, Jawa Tengah, pada Selasa (18/4/2023), dipimpin oleh Majelis Hakim Moch. 

Yuli Hadi, Hadi Sunoto, dan Bambang Aryanto.

Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni Apriyanto Kurniawan, Endang Sapto Pawuri, Dwi Ernawati, Endang Pujiastuti, dan Ardhias Adhi.

"Alhamdulillah, (vonis 6 tahun) tinggi dan tidak adil. Tapi sudahlah terjadi. Enggak apa-apa Allah yang menghendaki, enggak apa-apa," kata Gus Nur setelah sidang putusan.

Terdakwa kasus tuduhan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini, sebelumnya sudah mengajukan pledoi setelah dituntut JPU dengan hukuman 10 tahun penjara.

 Setelah divonis hukuman 6 tahun, pihaknya akan mengajukan banding atas kasus yang menjerat dengan Pasal 14 Ayat 1 UU RI Nomor 1 Tahun 1946, jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

 "Kami sangat menyayangkan bahwa adanya putusan tersebut. Gus Nur dituntut divonis 6 tahun penjara," kata Kuasa Hukum Gus Nur, Andika Dian Prasetyo, setelah sidang.

Pengajuan banding ini, menyusul sejumlah anggapan tidak adanya keadilan yang ditujukan ke Gus Nur.

"Tadi kami soroti adalah itu tidak sesuai dengan dengan hukum acara perdata dan banyaknya hukum acara pidana. Dan banyaknya kejanggalan-kejanggalan pada waktu persidangan. Saksi-saksi fakta yang berkata bohong dan lain sebagainya. (Itu) dijadikan dasar sebagai pertimbangan majelis hakim dan pastinya kami tadi dengan putusan tadi kami akan mengajukan banding," paparnya. 

Gus Nur dituntut 10 tahun penjara

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Solo DB Susanto mengungkapkan alasan menuntut Bambang Tri Mulyono dan Sugi Nur Rahardja (Gus Nur) dengan hukuman 10 tahun penjara.

Kedua terdakwa kasus ujaran kebencian dan penistaan agama itu dianggap melanggar Pasal 14 Ayat 1 UU RI Nomor 1 Tahun 1946, jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

 "Kami tuntut masing-masing 10 tahun pertimbangannya.

 Pertama, yang memberatkan bahwa kedua terdakwa ini sudah pernah dihukum," kata Kajari Solo saat ditemui, Selasa (28/3/2023).

Selain itu, tindakan kedua terdakwa yang mempertanyakan keaslian ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menimbulkan kegaduhan.

Diketahui melalui sebuah podcast Youtube bahwa Sugi Nur dan Bambang Tri membahas soal keaslian ijazah Presiden Jokowi.

"Membuat satu kegaduhan dan keonaran dalam hal ini sehingga itulah peristiwa yang menjadi pertimbangan kami," lanjutnya.

Kemudian, dalam rentetan sidang hingga agenda pleidoi pada Selasa (28/3/2023), kedua terdakwa tidak bisa memberikan pembuktian yang meringankan.

 "Hal-hal yang meringankan tidak kami temukan sama sekali. Nah, itulah pertimbangan kami menuntut 10 tahun kepada masing-masing terdakwa," jelasnya.

Terkait dakwaan yang sama itu, DB. Susanto mengatakan, peran keduanya dianggap sama sehingga memperkuat adanya tuntutan tersebut.

"Kalau tidak dihadirkan oleh Gus Nur maka tidak terjadi seperti ini. Kan Bambang Tri hanya mempunyai sebuah tulisan atau buku.

Kemudian menarik daya tarik dia (Gus Nur) mengundang untuk diwawancarai melalui, kemudian dibuat suatu konten YouTube akhirnya disebarkan disiarkan," paparnya.

 "Nah itu yang terjadi sehingga di sinilah pertemuannya. Mereka sama-sama berperan, makanya kita sebutkan dalam Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," tutupnya.

Tudingan Rismon Hasiholan Sianipar

Universitas Gadjah Mada (UGM) buka suara menyusul tudingan ahli forensik digital sekaligus mantan dosen Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar yang menyebut  ijazah dan skripsi dari Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) adalah palsu.

Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta menyayangkan atas tuduhan yang disampaikan Rismon tersebut.

Tudingan bahwa ijazah dan skripsi dari Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) adalah palsu itu viral di media sosial (medsos) X.

"Ijazah S1 Kehutanan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang diterbitkan UGM pada 1985 adalah palsu," ujar Rismon dalam unggahan tersebut.

Tudingan itu juga berlandaskan bahwa ijazah Jokowi menggunakan font Times New Roman.

Para netizen berpendapat bahwa font itu diperkenalkan secara massal pada tahun 1992 lewat sistem operasi Windows 3.1.

Sementara, ijazah mantan Wali Kota Solo itu diterbitkan pada tahun 1985.

Pascaviralnya tudingan tersebut, pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) pun buka suara.

Dikutip dari rilis pers yang diunggah di situs UGM, Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta membantah tudingan Rismon yang menyebut ijazah dan skripsi Jokowi adalah palsu.

Dia pun menyayangkan atas tuduhan yang disampaikan Rismon yang ternyata juga merupakan lulusan UGM, tepatnya Fakultas Teknik.

“Kita sangat menyesalkan informasi menyesatkan yang disampaikan oleh seorang dosen yang seharusnya bisa mencerahkan dan mendidik masyarakat dengan informasi yang bermanfaat,” kata Sigit pada Jumat (21/3/2025).

Sigit menuturkan seharusnya Rismon tidak hanya menampilkan ijazah dan skripsi Jokowi saja, tetapi juga membandingkan ijazah serta skripsi lain dari lulusan Fakultas Kehutanan di tahun yang sama.

Dia juga membantah tudingan bahwa font Times New Roman belum digunakan pada tahun 1985 yang menjadi tahun terbitnya skripsi Jokowi.

Sigit menegaskan font tersebut sudah sering digunakan mahasiswa di tahun 1985 seperti di sampul maupun lembar pengesahan skripsi.

"Fakta adanya mesin percetakan di Sanur (sudah tutup) dan Prima seharusnya diketahui yang bersangkutan karena yang bersangkutan juga kuliah di UGM," tuturnya.

Di sisi lain, Sigit mengatakan penggunaan font Times New Roman hanya digunakan pada sampul dan lembar pengesahan Jokowi. 

Sementara, isi skripsi Jokowi yang setebal 91 halaman tersebut ditulis dengan menggunakan mesin ketik.

Penjelasan soal Nomor Ijazah Jokowi

Sigit juga mengomentari soal nomo seri ijazah Jokowi yang disebut tidak menggunakan klaster tetapi hanya angka saja.

Dia menjelaskan penomoran ijazah Fakultas Kehutanan saat itu memiliki kebijakan sendiri dan belum ada penyeragaman dari tingkat universitas.

“Nomor tersebut berdasarkan urutan nomor induk mahasiswa yang diluluskan dan ditambahkan FKT, singkatan dari nama fakultas,” katanya.

Sigit pun menyayangkan tuduhran Rismon yang meragukan ijazah dan skripsi dari Jokowi tersebut.

Dia juga mengatakan bahwa Jokowi memang alumni UGM dan terlibat aktif dalam kegiatan mahasiswa saat itu.

“Perlu diketahui ijazah dan skripsi dari Joko Widodo adalah asli. Ia pernah kuliah di sini, teman satu angkatan beliau mengenal baik beliau, beliau aktif di kegiatan mahasiswa (Silvagama), beliau tercatat menempuh banyak mata kuliah, mengerjakan skripsi, sehingga ijazahnya pun dikeluarkan oleh UGM adalah asli,” tegasnya.

Teman Angkatan Jokowi Turut Buka Suara

Salah satu rekan seangkatan Jokowi, Frono Jiwo, turut buka suara terkait tudingan ijazah dan skripsi mantan Gubernur DKI Jakarta itu adalah palsu.

Dia menegaskan bahwa Jokowi berkuliah bersamanya sejak tahun 1980 dan wisuda di tahun 1985.

“Kami seangkatan dengan Pak Jokowi, masuk tahun 1980,” katanya.

Frono juga menjelaskan Jokowi selama kuliah yang memiliki sifat pendiam. Namun, ketika berkumpul dengan rekannya, Jokowi sering bercanda dan mengundang tawa.

“Pak Jokowi orangnya pendiam, tapi kalau ngobrol selalu kocak, apa yang jadi pembicaraan selalu mengundang tawa,” kenangnya.

Sementara, terkait ijazah Jokowi, Frono meneegaskan tampilannya sama dengan ijazah miliknya.

“Ijazah saya bisa dibandingkan dengan ijazahnya Pak Jokowi. Semua sama kecuali nomor kelulusan ijazah dari Universitas dan Fakultas,” ujarnya.

Sedangkan soal skripsi, Frono mengatakan seluruh mahasiswa satu angkatan Jokowi menulis dengan menggunakan mesin ketik.

Lalu, untuk sampul dan lembar pengesahan hingga penjilidan dilakukan di percetakan.

“Pembuatan skripsi semua pakai mesin ketik, walaupun sudah ada komputer tapi jarang sekali yang bisa. Kalau sampul, lembar pengesahan, penjilidan skripsi semua di percetakan,” katanya.

Bukti Jokowi adalah lulusan Fakultas Kehutanan UGM turut disampaikan Frono ketika dirinya melamar kerja bersama ayah dari Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka tersebut yaitu di PT Kertas Kraft Aceh.

Namun, Frono mengatakan Jokowi tidak lama bekerja di perusahaan tersebut karena istrinya, Iriana Jokowi tidak betah tinggal di Aceh Tengah.

"Kami bertiga, Pak Jokowi, saya dan almarhum Hari Mulyono (adik ipar Jokowi) bareng-bareng masuk kerja."

"Setelah Pak Jokowi menikah, Ibu Iriana kayaknya tidak betah karena basecamp berada di tengah hutan pinus di Aceh Tengah. Pak Jokowi resign dulu, tinggal saya dan almarhum Hari Mulyono yang masih bertahan,” pungkasnya.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Eggi Sudjana Laporkan Jokowi dan Rektor UGM ke Bareskrim Polri Soal Dugaan Ijazah Palsu

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved