TNI
YLBHI Kecam Pengesahan RUU TNI, Sebut DPR dan Pemerintah Bertindak Otoriter
YLBHI mengecam keras pengesahan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia yang dilakukan secara kilat.
TRIBUN-TIMUR.COM, JAKARTA – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengecam keras pengesahan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia ( revisi UU TNI ) yang dilakukan secara kilat dan dinilai inkonstitusional.
Ketua Umum YLBHI, Muhammad Isnur, menilai bahwa pola percepatan pembahasan undang-undang tanpa transparansi ini telah menjadi kebiasaan DPR dan pemerintah sejak revisi UU KPK, UU Cipta Kerja, UU Minerba, hingga UU BUMN.
“DPR bersama pemerintah telah menjadi tirani yang tidak mentolerir perbedaan dan kritik. Partai-partai melalui fraksinya hanya mengikuti kehendak penguasa tanpa sikap kritis,” tegas Isnur dalam pernyataan resminya.
YLBHI menilai bahwa aspirasi rakyat semakin diabaikan dalam proses legislasi.
Prinsip negara hukum demokratis yang dijamin dalam UUD 1945 dianggap tak lagi menjadi pedoman, bahkan putusan Mahkamah Konstitusi yang menegur praktik pembentukan undang-undang yang inkonstitusional pun tidak diindahkan.
Isnur menyebut bahwa pengesahan RUU TNI ini hanya mengakomodasi kepentingan elite militer dan politisi sipil yang enggan tunduk pada aturan demokrasi.
Pada hari pengesahan, YLBHI juga menyoroti ketatnya pengamanan di Gedung DPR RI.
Ribuan aparat kepolisian dan militer dikerahkan dengan persenjataan lengkap, sementara akses publik dibatasi dengan pagar beton.
“Ini bentuk penindasan terhadap kebebasan berekspresi. Rakyat dianggap sebagai ancaman hanya karena ingin menyampaikan suara mereka,” ujar Isnur.
YLBHI memperingatkan bahwa pengesahan RUU TNI ini berpotensi membawa Indonesia kembali ke era otoritarianisme dan militerisme.
Mereka juga khawatir dampaknya akan meluas pada represi terhadap kebebasan sipil, penggusuran paksa petani, masyarakat adat, serta komunitas di berbagai daerah yang berjuang mempertahankan tanah mereka dari proyek-proyek investasi.
“Kami menyerukan kepada seluruh rakyat dan gerakan masyarakat sipil untuk tetap bersuara, menjaga demokrasi, negara hukum, dan hak asasi manusia. Kita tidak boleh menyerah dalam memperjuangkan keadilan,” tegas Isnur.
YLBHI juga mengingatkan bahwa setelah RUU TNI, masih ada rancangan undang-undang lain yang dinilai berbahaya dan berpotensi mengancam demokrasi.
Menhan Bantah kembali ke Orba
Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan, revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) tidak akan membawa institusi militer kembali ke era Orde Baru.
Hal ini merespons kekhawatiran sejumlah pihak yang menilai perubahan aturan tersebut berpotensi menghidupkan kembali dominasi militer dalam politik.
Sjafrie menegaskan, revisi UU TNI dalam rangka membangun kekuatan TNI tanpa mengesampingkan supremasi sipil.
"Sekarang adalah satu orde yang ingin menegakkan pembangunan kekuatan TNI yang hormat kepada demokrasi dan supremasi sipil," ujarnya.
DPR RI diketahui telah mengesahkan revisi UU TNI dalam rapat paripurna yang digelar di kompleks parlemen, Senayan, hari ini.
Ketua DPR RI, Puan Maharani menjelaskan, dalam revisi UU TNI ini, terdapat sejumlah perubahan signifikan yang berkaitan dengan tugas dan masa dinas prajurit TNI.
Salah satu poin utama adalah perluasan tugas pokok TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP).
Lembaga sipil yang diduduki TNI bertambah Selain kewenangannya ditambah, lembaga negara yang bisa diduduki anggota TNI aktif juga diusulkan ditambah menjadi 14.
Anggota DPR RI dari Komisi I, TB Hasanuddin mengatakan, saat ini terdapat 10 lembaga yang bisa diduduki TNI aktif.
Menurutnya, dalam pembahasan pemerintah dengan DPR semula ditambah lima lembaga.
Jumlah itu kemudian berkembang menjadi 14 lembaga.
"Mungkin sudah tahu ya teman-teman, sekarang ada ditambah satu, yaitu Badan Pengelola Perbatasan," ujar Hasanuddin.
Meski demikian, kata Hasanuddin, terdapat aturan yang manyatakan prajurit TNI aktif harus mengundurkan diri jika ingin menjabat.
"Soal penempatan prajurit TNI di tempat lain di luar yang 16 itu tetap harus mengundurkan diri. Jadi kalau itu sudah final," tuturnya.
Revisi juga mencakup perubahan pada aturan mengenai penempatan prajurit TNI aktif di kementerian dan lembaga negara.
Jumlah kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh prajurit aktif bertambah dari 10 menjadi 14.
Penempatan tersebut dilakukan atas permintaan pimpinan kementerian dan lembaga terkait serta tetap mengikuti ketentuan administrasi yang berlaku.
Di luar 14 kementerian dan lembaga yang telah ditetapkan, prajurit TNI yang ingin menduduki jabatan sipil harus mengundurkan diri atau memasuki masa pensiun dari dinas aktif.
Perubahan lainnya menyangkut masa dinas keprajuritan. Jika sebelumnya perwira TNI pensiun pada usia maksimal 58 tahun dan bintara serta tamtama pada usia 53 tahun, revisi ini menyesuaikan masa dinas berdasarkan jenjang kepangkatan.
Berikut 14 kementerian/lembaga yang bisa ditempati prajurit TNI aktif:
1 Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara
2 Pertahanan Negara/Dewan Pertahanan Nasional
3 Kesekretariatan Negara yang menangani urusan Kesekretariatan Presiden dan Kesekretariatan Militer Presiden
4 Intelijen Negara
5 Siber dan/atau Sandi Negara
6 Lembaga Ketahanan Nasional
7 Search and Rescue (SAR) Nasional
8 Badan Narkotika Nasional
9 Pengelola Perbatasan
10 Penanggulangan Bencana
11 Penanggulangan Terorisme
12 Keamanan Laut
13 Kejaksaan Republik Indonesia
14 Mahkamah Agung.
(Tribun-timur.com/tribunnews.com)
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
Tentara Nasional Indonesia
revisi UU TNI
Muhammad Isnur
Sjafrie Sjamsoeddin
Wakil Panglima TNI Jenderal Tandyo Pernah Dua Kali Jadi Pejabat di Sulsel |
![]() |
---|
Deretan Jenderal Asal Makassar Raih Pangkat Penuh Terbaru Sjafrie-Yunus Yosfiah |
![]() |
---|
Prabowo Anugerahkan Dua Tokoh Militer asal Sulsel Pangkat Jenderal Bintang 4 |
![]() |
---|
Prabowo Naikkan Pangkat Kopassus, Marinir, dan Kopasgat Jadi Bintang 3 |
![]() |
---|
Panglima Ganti Jenderal Danpaspampres Era Presiden Joko Widodo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.