Rekam Jejak Todung Mulya Lubis Koordinator Tim Hukum Hasto Kristiyanto Lawan KPK, Tokoh Antikorupsi
Ketika ditanya soal alasannya bergabung dengan tim hukum Hasto, Febri pun sempat menyebut nama Todung Mulya Lubis.
TRIBUN-TIMUR.COM - Rekam jejak dan profil Todung Mulya Lubis.
Nama Todung Mulya Lubis diesebut-sebut adkovat Febri Diansyah saat mengungkap alasannya membela Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, pada sidang menghadapi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketika ditanya soal alasannya bergabung dengan tim hukum Hasto, Febri pun sempat menyebut nama Todung Mulya Lubis.
Todung Mulya Lubis tidak lain adalah koordinator tim hukum Hasto Kristiyanto dalam kasus ini.
"Katakanlah Bang Todung tokoh antikorupsi dan menangani kasus korupsi karena melihat begitu banyak persoalan dari aspek hukum dalam proses penanganan perkara ini dan juga dari substansinya," kata Febri, di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Rabu (12/3/2025).
"Kalau terkait kami masuk ke tim hukum, proses persidangan perkara pokok ini tentu sebelumnya sudah ada diskusi dan kami mempelajari terlebih dahulu," imbuhnya.
Sebelum memutuskan bergabung dengan tim hukum Hasto, Febri pun mengaku sudah mempelajari dua putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Berdasarkan kasus yang dipelajarinya, pria yang pernah menjadi Juru Bicara KPK itu menilai jika Hasto tidak berperan dalam kasus suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR dan perintangan penyidikan.
"Di putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap untuk tiga orang terdakwa tersebut sebetulnya sangat jelas tidak ada peran Pak Hasto, yang kemudian yang bisa membuat pak Hasto dijerat sebagai pemberi suap," ungkap Febri.
Dalam kesempatan yang sama, Todung Mulya Lubis, mengatakan jika Hasto Kristiyanto adalah tahanan politik (tapol).
Todung meminta KPK untuk menjaga marwahnya serta menghormati hukum dan hak asasi manusia (HAM) secara sungguh-sungguh.
Dia juga mengingatkan lembaga antirasuah tersebut tidak melakukan penyalahgunaan wewenang atas nama pemberantasan korupsi.
"Oleh Karena itulah, kami dari tim penasihat hukum dan keluarga besar PDIP dengan tekad yang yakin menyimpulkan perkara ini adalah kasus politik dan Hasto Kristiyanto adalah korban tahanan politik," kata Todung.
"Yang tadi saya sebutkan dipersekusi dan diadili dengan malicious intention," ujarnya.
Todung pun berharap majelis hakim yang akan mengadili bisa memutuskan perkara ini dengan prinsip keadilan.
"Sebab, buat saya kasus ini tidak semata-mata menyangkut Hasto Kristiyanto kasus ini taruhannya adalah integritas hukum, keadilan dan masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia," tegas Todung.
Diketahui, Pengadilan Tipikor Jakarta sudah menentukan jadwal sidang perdana pembacaan dakwaan bagi Hasto Kristiyanto, yaitu Jumat (14/3/2025).
Terdapat dua berkas perkara Hasto yang dilimpahkan, yakni terkait kasus dugaan suap pengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR 2019–2024 dan dugaan perintangan penyidikan.
Dalam kasus suap PAW, KPK sejatinya juga menetapkan advokat PDIP Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka. Namun, KPK belum menahan Donny.
Perkara suap dan perintangan penyidikan ini merupakan pengembangan dari kasus yang telah lebih dulu menjerat eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dkk serta mantan caleg PDIP Harun Masiku (buron).
Suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW. Caranya adalah dengan menyuap komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan. Nilai suapnya mencapai Rp 600 juta.
Suap dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saeful Bahri. Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio Fridelina dan juga Wahyu Setiawan.
Sementara itu, terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto melakukan serangkaian upaya seperti mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku dengan mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Tak hanya itu, pada saat proses tangkap tangan terhadap Masiku, Hasto memerintahkan Nur Hasan, seorang penjaga rumah yang biasa digunakan sebagai kantornya untuk menelepon Harun Masiku supaya merendam ponselnya dalam air dan segera melarikan diri.
Rekam jejak Todung
Prof. Dr. Todung Mulya Lubis, S.H., LL.M. adalah seorang diplomat, ahli hukum penyelesaian sengketa, penulis asal Indonesia.
Ia juga merupakan tokoh gerakan hak asasi manusia (HAM).
Todung Mulya Lubis lahir di Tapanuli Selatan pada 4 Juli 1949.
Todung Mulya Lubis menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD Jambi pada tahun 1963, melanjutkan ke SMP di Pekanbaru pada tahun 1966, dan menyelesaikan jenjang SMA di Medan pada tahun 1968.
Ia juga berhasil meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas Indonesia pada 1974 dan kemudian mengikuti kursus hukum di Institute of American and International Law di Dallas (1977).
Todung Mulya Lubis memperoleh gelar master (LL.M) dari University of California di Berkeley pada tahun 1978 dan Harvard University pada tahun 1987.
Tahun 1990, ia menerima gelar Doctor of Juridical Science (SJD) dari University of California di Berkeley dengan disertasi berjudul In Search of Human Rights: Legal-Political Dilemmas of Indonesia's New Order 1966-1990.
Tahun 2017, ia menerima penghargaan Elise and Walter A. Haas International Award dari University of California di Berkeley.
Todung Mulya Lubis memulai kariernya di bidang hukum dengan mendirikan The Law Office of Mulya Lubis and Partners pada tahun 1991.
Ia juga meniti karier di bidang akademik dengan mengajar sebagai Honorary Professor di University of Melbourne, Australia pada 2014.
Tak hanya itu, ia juga mengajar di Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Atmajaya, Yogyakarta dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.
Baca juga: Jelang Sidang Praperadilan Besok, Hasto Kristiyanto Bawa 12 Pengacara, Dipimpin Todung Mulya Lubis
Pada 2018, Todung Mulya Lubis ditunjuk sebagai sebagai Duta Besar Indonesia untuk Norwegia oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Todung Mulya Lubis juga telah menghasilkan karya tulis dalam bentuk fiksi dan non-fiksi, termasuk sebuah novel berjudul Menunda Kekalahan (2021), tiga buku kumpulan puisi (Pada Sebuah Lorong, 1988; Sudah Waktunya Kita Membaca Puisi, 1999; Jam-Jam Gelisah, 2006), tiga jilid catatan harian, serta sebuah buku referensi akademik yang diadaptasi dari disertasinya berjudul Mencari Hak Asasi Manusia (2021).
Pada tahun 2019, delapan puisi karya Todung Mulya Lubis diabadikan dalam bentuk musikalisasi oleh duo Ari Malibu dan Reda Gaudiamo melalui album bertajuk Perjalanan (AriReda, 2019).
Berikut karier profesional Todung Mulya Lubis:
- Pengacara bisnis terkemuka dalam penyelesaian sengketa di Indonesia;
- Anggota Asosiasi Advokat Indonesia (IKADIN);
- Asosiasi Konsultan Hukum Pasar Modal (Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal/HKHPM);
- International Bar Association (IBA);
- Kurator berlisensi dan Administrator serta Konsultan Paten Terdaftar;
- Panel arbiter Dewan Arbitrase Nasional Indonesia (Badan Arbitrase Nasional Indonesia/BANI) dan Chambers of Commerce Internasional (ICC) Paris;
- Dosen di beberapa Universitas di Indonesia, antara lain Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, Fakultas Hukum Universitas Atmajaya, Yogyakarta dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan;
- Pembicara dalam lokakarya di darat maupun lepas pantai, seminar atau konferensi di bidang hukum dan hak asasi manusia;
- Duta Besar Indonesia untuk Norwegia (2018-2023).
(Tribunnews.com)
Rekam Jejak dan Harta Kekayaan Erick Thohir Menpora yang Baru |
![]() |
---|
Rekam Jejak Raja Juli Antoni Gagal Nyaleg Lewat PDIP, Dirikan PSI Dukung Jokowi Jadi Menteri Prabowo |
![]() |
---|
Rekam Jejak Adrianus Pengacara Tersangka Pembunuhan Bos Bank Pelat Merah, Curiga Ada Aparat Terlibat |
![]() |
---|
Sosok, Rekam Jejak Dwi Hartono Motivator Aktor Pembunuhan Kepala Cabang Bank Muhammad Ilham Pradipta |
![]() |
---|
Noel Terseret OTT KPK, Ikuti Jejak Hasto dan Tom Minta Ampunan Negara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.