Nasaruddin Umar
Merawat Kemabruran Puasa 13: Antara Istigfar dan Taubat
Dalam kitab Hadâiq al-Haqâiq karya Muhammad bin Abi Bakar bin Abd Kadir Syamsuddin Al- Razi (W. 660 H).
Bagi golongan ini, alfa sedikitpun tidak mengingat Allah Swt dirasakan seperti melakukan dosa, sehingga ia berusaha untuk menutupi kelemahan-kelemahan itu dengan taubat dan istigfar.
Rasulullah SAW, pernah ditannya oleh isterinya, ’Aisyah RA, mengapa engkau menghabiskan waktu malammu untuk beribadah, bukankah engkau seorang Nabi yang dijamin
masuk syurga oleh Allah SWT?
Rasulullah menjawab singkat, ”Apakah aku tidak termasuk hamba yang bersyukur”.
Dari sini bisa difahami bahwa porsi makna taubat tidak hanya sekedar pembersihan diri dari dosa dan maksiyat tetapi lebih banyak bermakna mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Allah SWT (taqarrub ilallah).
Dalam perspektif tasawuf, para ulama menempatkan istigfar dan taubat sebagai maqam atau anak tangga pertama dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Maqam-maqam berikutnya seperti sabar, qana’ah, faqir, zuhud, tawakkal, ridha, mahabbah, dan ma’rifah akan menyusul dengan sendirinya jika maqam taubat sudah dituntaskan.
Dengan kata lain, istigfar dan taubat adalah anak tangga yang harus dilalui seorang hamba. Siapapun dan apapun kedudukan dan status seseorang, termasuk Rasulullah SAW sendiri senantiasa menjalankan taubat.
Bahkan ’Aisyah juga meriwayatkan bahwa Rasulullah tidak pernah kurang 100 kali mengucapkan lafaz- lafaz istigfar.
Istigfar dan taubat akan meringankan beban hidup seseorang. Wallahu a’lam.
Menag Nasaruddin Umar: As’adiyah Macanang Tumbuh Pesat Sejak Sebelum Saya Menjabat |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa 29: Dari Salam, Islam, dan ke Istislam |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa 28: Dari Sufi Palsu ke Sufi Sejati |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa 27: Dari Wirid ke Warid |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa 26: Dari Ta’abbud ke Isti’anah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.