Nasaruddin Umar
Merawat Kemabruran Puasa 9: Menebar Energi Positif
Kemampuan seseorang untuk meraih simpati, respek, cinta, dan empati orang lain adalah salah satu cara untuk mendapatkan kebahagiaan.
Di mana pimpinan lebih ditentukan oleh tokoh dan figur tradisional, yang secara turun temurun diakui ketokohannya di dalam masyarakat.
Pola regenerasi dan suksesinya juga dengan cara tradisional, yaitu diwariskan secara turun temurun kepada keturunan mereka atau pemilik ‘darah biru’.
Namun dalam era masyarakat modern seperti sekarang ini, pola kepemimpinan masyarakat sudah lebih terbuka, artinya siapapun secara obyektif memenuhi persyaratan dan kualifikasi tertentu yang ditetapkan secara terbuka, maka itulah yang akan meraih tiket pemimpin masyarakat.
Dengan kata lain, masyarakat demokratis menghendaki pemimpin yang dicintai secara umum di dalam masyarakat.
Sungguhpun bukan bangsawan tetapi kala ia mampu neraih simpati masyarakat maka dialah yang akan terpilih sebagai pemimpin.
Meraih simpati sebagai kunci untuk meraih segala-galanya di dalam masyarakat, sudah lama dicontohkan Nabi.
Itulah sebabnya Nabi tidak pernah berwasiat kepada anggota keluarga dekatnya untuk menggantikan posisinya sebagai kepala pemerintahan.
Kenyataan sejarah Khulafaur Rasyidin juga demikian. Tidak ada satu pun di antara keempat khalifah itu mewariskan pemerintahannya kepada anggota keluarga terdekatnya.
Siapa yang meraih simpati paling besar di dalam masyarakat pada akhirnya menjadi khalifah (pengganti). Jadi system yang diperkenalkan Nabi dan para sahabatnya terlalu modern melampaui zamannya dalam arti positif.
Sensi-sendi masyarakat konstruktif dii’tibarkan dalam konsep salat jamaah.
Pemilihan sebagai imam salat bukan berdasarkan genetik tetapi berdasarkan professionalisme.
Siapa yang terbaik menjadi pemimpin tentunya juga yang paling professional. Qalbu yang sehat itulah yang akan meraih sukses.
Menag Nasaruddin Umar: As’adiyah Macanang Tumbuh Pesat Sejak Sebelum Saya Menjabat |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa 29: Dari Salam, Islam, dan ke Istislam |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa 28: Dari Sufi Palsu ke Sufi Sejati |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa 27: Dari Wirid ke Warid |
![]() |
---|
Merawat Kemabruran Puasa 26: Dari Ta’abbud ke Isti’anah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.