Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Nasib Ahok di Kasus Korupsi Pertamina? Eks Komisaris Utama Sudah Siap

Ahok kemungkinan diminta keterangan setelah terbongkar korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023. 

Editor: Ansar
Kompas.com
KASUS BBM - Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat diwawancarai oleh KOMPAS.com dalam program Gaspol di kawasan Cibubur, Jakarta Timur, Selasa (12/11/2024). 

“Kemudian tersangka Maya Kusmaya memerintahkan dan/atau memberikan persetujuan kepada Edward Corne untuk melakukan blending (mencampur) produk kilang pada jenis RON 88 (Premium) dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92,” jelas Qohar, Rabu (26/2/2025), dilansir Kompas.com.

Pembelian tersebut menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi dan tidak sesuai dengan kualitas barang. 

“Hal ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan core bisnis PT Pertamina Patra Niaga,” jelasnya.

Selain itu, Maya dan Edward melakukan pembayaran impor produk kilang dengan menggunakan metode spot atau penunjukan langsung berdasarkan harga saat itu. 

Perbuatan tersebut membuat PT Pertamina Patra Niaga membayar impor kilang dengan harga yang tinggi ke mitra usaha. 

Padahal, pembayaran seharusnya dilakukan dengan metode term atau pemilihan langsung dengan waktu berjangka supaya diperoleh harga yang wajar.

Tak hanya itu saja, Qohar juga menjelaskan bahwa Maya dan Edward mengetahui dan memberikan persetujuan terhadap mark up dalam kontrak shipping yang dilakukan oleh tersangka Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping. 

Keterlibatan Maya dan Edward dalam mark up itu menyebabkan PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee 13–15 persen secara melawan hukum. 

“Fee tersebut diberikan kepada tersangka Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa dan tersangka Dimas Werhaspati (DW/tersangka) selaku komisaris PT Navigator Khatulistiwa,” jelas Qohar.

Sosok Pembongkar

Sosok pembongkar mega korupsi di Pertamina yang merugikan negara hingga Rp968,5 triliun terkuak.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Sirega membeberkan awal mula terungkapnya korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina Patra Niaga tahun 2018-2023.

Dari fakta tersebut terungkaplah siapa sebenarnya sosok pertama yang berhasil membongkar mega korupsi di dalam perusahaan BUMN tersebut.

Terbogkarnya hal itu berawal dari laporan atau keluhan warga. 

Harli mengatakan kasus mega korupsi ini berawal dari adanya temuan terkait keluhan masyarakat di beberapa daerah soal kualitas BBM jenis Pertamax yang dianggap jelek.

"Kalau ingat, di beberapa peristiwa, ada di Papua dan Palembang terkait soal dugaan kandungan minyak yang katakanlah jelek."

"Ini kan pernah mendapatkan respons luas dari masyarakat bahwa mengapa kandungan terhadap Pertamax misalnya yang dinilai kok begitu jelek," ujarnya dilansir Tribun-medan.com dari TribunJatim.com, Kamis (27/2/2025).

Dengan adanya temuan tersebut, Harli mengatakan pihaknya langsung melakukan pengamatan lanjutan hingga pengumpulan data.

Ternyata, kata Harli, keluhan dari masyarakat itu berbanding lurus dengan temuan terkait adanya kenaikan Pertamax hingga subsidi pemerintah yang besar dan dirasa tidak perlu diberikan.

"Sampai pada akhirnya ada keterkaitan dengan hasil-hasil yang ditemukan di lapangan dengan kajian-kajian yang tadi terkait misalnya kenapa harga BBM harus naik misalnya."

"Ternyata kan ada beban-beban pemerintah yang harusnya tidak perlu," tuturnya.

 Harli menuturkan temuan-temuan tersebut pun bermuara ke dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina Patra Niaga.

"Karena ada sindikasi yang dilakukan oleh para tersangka ini, akhirnya negara harus mengemban beban kompensasi dan subsidi yang begitu besar," jelasnya.

Deretan Keluhan Konsumen Pertamax

Dirangkum Tribunnews.com, berikut pengakuan sejumlah konsumen Pertamax imbas kasus korupsi Pertamina:

1. Merasa Dirugikan

Seorang warga Cipayung, Jakarta Timur, Bachtiar (27) mengaku kaget setelah mendengar kabar tersebut.

"Pastinya ada kekhawatiran, karena niat kita pengendara mau beli Pertamax untuk mesin lebih bagus. Tapi kalau kenyataannya gini mah, rugi dong," ujarnya kepada Tribunnews.com, Rabu (26/2/2025).

Bachtiar mengaku sudah menggunakan Pertamax sejak 2019 lalu.

Namun, kini dirinya merasa dipermainkan setelah terungkapnya kasus korupsi tersebut.

Ia mengatakan dengan adanya insiden tersebut, artinya selama ini kendaraan yang digunakan tak sepenuhnya menggunakan Pertamax.

"Sudah banyak banget masalah dalam pengelolaan BBM oleh pertamina bukan cuman ini."

"Jadi saya merasa makin kurang percaya banget, ibaratnya beli Pertamax sama aja beli Pertalite, cuman bedanya enggak ngantre aja," papar dia.

2. Perbuatan Keji

Hal yang sama juga diungkap oleh warga bernama Iman Kurniawan (46).

Iman menyebut apa yang dilakukan oleh para oknum Pertamina ini merupakan perbuatan yang keji.

Ia pun merasa ditipu selama menggunakan Pertamax sebagai bahan bakar untuk kendaraannya.

Padahal, dia mengganti bahan bakar untuk kendaraannya dari Premium ke Pertamax karena merasa tidak layak untuk mendapat subsidi.

"Saya kira itu sangat merugikan masyarakat banget. Apalagi itu dilakukan sama petinggi Pertaminanya sendiri. Itu udah sangat sangat keji kalau saya bilang," ucap Iman.

3. Ancam Tak Pakai Produk Pertamina Lagi

Warga bernama Samsudhuha Wildandyah (30) mengancam tidak akan menggunakan produk Pertamina lagi setelah adanya kasus ini.

Warga Kota Bekasi ini mengatakan menggunakan Pertamax juga karena merasa tak layak mendapat BBM bersubsidi.

"Iya, saya enggak nyangka aja. Ini kan pakai Pertamax, berharap mesin kita bagus. Kalau begini, saya bakal pertimbangkan buat pindah ke yang lain," katanya kepada Tribunnews.com, Rabu.

4. Pertimbangkan Isi BBM di SPBU Swasta

Warga bernama Putra (32) mengaku kapok membeli Pertamax, dan mempertimbangkan mengisi BBM di SPBU swasta.

"Kapok banget (beli Pertamax), kalau brand swasta SPBU-nya lebih banyak lagi jaringannya seperti Pertamina, saya lebih pilih brand lain yang nilai oktannya sama seperti Pertamax," ungkapnya di Koja, Jakarta Utara, Rabu, dilansir Kompas.com.

"Kan jadi menimbulkan trauma juga bayar Pertamax, tapi dikasihnya Pertalite oplosan," lanjut Putra.

Putra menyebut sebenarnya bisa saja membeli BBM dengan kualitas lebih baik yang harganya lebih mahal seperti Pertamax Turbo.

Namun, ia takut pengoplosan kembali terulang.

"Saya bisa manfaatkan untuk pakai Pertamax Turbo, cuma enggak tahu juga ya nanti bakal dioplos lagi atau enggak sama oknum yang menjabat di Pertamina demi meraup kepentingan dan keuntungan pribadinya," katanya.

5. Mengaku Kapok

Warga lain bernama Mario Anwar (35) juga mengaku kapok membeli Pertamax.

Meski begitu, Mario enggan beralih ke Pertalite karena antrean pembeli di SPBU biasanya panjang.

"Sejauh ini kapok sih. Tapi, dibanding harus antre panjang, mending pakai oktan yang lebih tinggi," jelasnya.

Sebagian artikel sudah tayang di tribunnews.com

Sumber: Tribun Timur
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved