Rembuk Himpuni: Ketahanan Energi Indonesia Masih Menjadi Tantangan Besar untuk Pertumbuhan Ekonomi

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ketahanan energi harus menjadi modal bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Hanya saja ketahanan energi Indonesia masih dalam rapor merah.

Hal ini diungkapkan Sekjen IKA Institut Teknologi Surabaya Herman Prasetyo dalam Rembuk Perhimpunan Alumni Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (Himpuni) di Four Points Hotel By Sheraton, Makassar pada Kamis (20/2/2025).

"Terkait ketahanan energi Indonesia punya PR besar," jelas Herman Prasetyo.

Kondisi ini terlihat dari impor minyak mentah di 2023 yang mencapai 123,21 juta barel.

Jumlah ini meningkat dibanding 2022 lalu,  impor minyak mentah Indonesia 104,72 juta barel.

Kemudian untuk sektor LPG, kebutuhan tahun 2023 lalu 8,7 juta metrik ton. 

Namum produksi cenderung stagnan 1,9 juta metrik ton. 

"Disisi lain kebutuhan terus meningkat. Ini menjadi critical point sektor LPG," kata Herman.

Menjadi ironi bagi Herman melihat produksi dan besaran impor Indonesia.

Pasalnya Indonesi disebut Herman memiliki modal cukup untuk mencapai swasembada energi.

Bahan baku dan bahan mineral di Indonesia melimpah.

Herman membuka data Kementerian ESDM terkait kekayaan alam yang berperan strategis di global sepeti nikel, tembaga dan cadangan mineral lainnya.

"Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar dunia, 42 persen dari cadangan global. Banyak ditemukan di Sulawesi dan Maluku," jelas Herman.

"Lalu bagaimana Timah, Indonesia memiliki posisi nomor satu dalam cadangan timah dunia dengan mencapai 18 persen dari total cadangan dunia," lanjutnya.