Opini
Tambang Untuk Siapa?
DPR beranggapan pemberian konsesi tambang keperguruan tinggi untuk membantu proses pendanaan bagi mahasiswa dan dosen dalam administrasi pembelajaran.
Rizal Syarifuddin*
(Dosen Fakultas Teknik Universitas Islam Makassar/Kandidat Doktor Pada Program Studi Rekayasa Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta)
TRIBUN-TIMUR.COM- Seorang dosen menuliskan kegelisahannya di media sosial terkait pemberian konsesi tambang kepada perguruan tinggi, Apakah perguruan tinggi akan tergoda untuk menjadi lembaga bisnis tambang?
Dan akhirnya perguruan tinggi yang mengelola tambang akreditasinya “Ah” MarwAh-nya dimana?
Digedung parlemen tempat RUU Minerba ini di bahasa memberikan alasan bahwa pemberian konsesi tambang ke ormas dan perguruan tinggi merupakan bentuk keberpihakan masyarakat.
Revisi RUU Minerba merupakan usul inisiatif DPR yang disetujui oleh semua fraksi.
Selain itu, DPR beranggapan pemberian konsesi tambang keperguruan tinggi untuk membantu proses pendanaan bagi mahasiswa dan dosen dalam administrasi serta pembelajaran.
Jauh sebelum wacana perguruan tinggi diberikan hak konsensi atas tambang, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang mengatur izin tambang untuk ormas keagamaan.
Pun pemerintah beralasan pemberian konsesi tambang bagi ormas sebagai bentuk pemerataan manfaatnya dirasakan masyarakat luas serta pelibatan ormas keagamaan dalam pembangunan daerah serta pemerataan ekonomi.
Apapun dalih pemerintah toh tidak semuanya ormas keagamaan menerimanya, salah satunya adalah Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dengan dalih usaha tambang yang sangat kompleks, konsekuensi yang amat luas dengan beragam kontoversi serta keteguhan PGI dalam teologi lingkungan, kerusakan lingkungan akibat tambang yang paling utama adalah organisasi rentan kehilangan legitimasi moral.
Negara Frustasi Menghadirkan Kesejahteraan
Para pendiri bangsa dalam menyusun hukum dasar atau dikenal dengan konstitusi memiliki gagasan yang luar biasa dalam mewujudkan Welfare State (Negara Kesejahteraan) yang salah satu implementasinya menjamin distribusi kekayaan secara adil dan merata. Penegasan ini terruang dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat (3) kekayaan negara yaitu sumber daya alam yang dikuasai negara dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanayaannya apakah negara sudah mengelola kekayaan negara ini untuk kesejahteraan rakyat indonesia.
Di sektor pendidikan, meskipun APBN tahun 2024 telah mengalokasikan 20 persen untuk pendidikan tetapi masih ada ketidakadilan dalam penentuan alokasi 20 persen tersebut dalam anggaran pendidikan, APBN 2023 sebesar Rp621,28 triliun yang terealisasi hanya Rp513,38 Triliun dari anggaran ini tidak sepenuhnya dialokasikan untuk kemendikbudristek tetapi dialirkan ke daerah melalui skema Transfer ke Daerah (TKD) sekitar 52,1persen atau Rp346,56 persen.
Selain itu dari 34 provinsi di indonesia hanya 6 provinsi yang menganggarkan 20 persendari APBD untuk sektor pendidikan.
Bukan hanya itu saja ternayata sekolah kedinasan masih di biayai oleh anggaran APBN dan/atau APBD yang tentu menyalahi putusan mahkamah konstitusi (MK) Nomor 24/PUU-V/2007 tanggal 20 Februari 2008, sekolah kedinasan tidak lagi dibiayai dari anggaran pendidikan yang berasal dari APBN dan/atau APBD.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.