Diskriminasi Murid Menunggak SPP, Sosiolog Pendidikan Unismuh Makassar: Lemah Sistem Pendidikan
Seorang guru di salah satu SD Swasta, Medan, menghadapi sanksi tegas setelah memaksa seorang siswa duduk di lantai selama tiga hari.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR-Seorang guru di salah satu Sekolah Dasar (SD) Swasta, Kota Medan, menghadapi sanksi tegas setelah memaksa seorang murid duduk di lantai selama tiga hari karena menunggak SPP sebesar Rp180.000.
Tindakan ini menuai kecaman luas dari masyarakat dan mencuat setelah video kejadian tersebut beredar di media sosial.
Pada 6 Januari 2025, Mahesa, murid kelas IV, dihukum oleh wali kelasnya, Haryati, untuk duduk di lantai selama jam pelajaran sebagai bentuk sanksi atas tunggakan SPP selama tiga bulan.
Selama tiga hari, dari pukul 08.00 hingga 13.00 WIB, Mahesa tetap dipaksa belajar dalam posisi tersebut.
Pada 8 Januari, ibu Mahesa, Kamelia, mengetahui perlakuan yang diterima anaknya dan langsung mendatangi sekolah.
Ia menemukan Mahesa duduk di lantai dan merekam situasi tersebut.
Setelah melaporkan kejadian ini kepada kepala sekolah, video tersebut menyebar di media sosial dan memicu kemarahan publik.
Pada 11 Januari, Yayasan Abdi Sukma membebastugaskan Haryati dari kegiatan mengajar.
Ketua Yayasan, Ahmad Parlindungan, menyatakan bahwa tindakan tersebut adalah inisiatif pribadi Haryati dan tidak sesuai dengan kebijakan sekolah.
Analisis Sosiolog Pendidikan
Sosiolog Pendidikan Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Dr Jamaluddin Arifin MPd menilai bahwa hukuman ini tidak hanya mencerminkan kurangnya kepekaan sosial seorang pendidik, tetapi juga menunjukkan lemahnya sistem pendidikan dalam melindungi hak-hak siswa, terutama yang berasal dari keluarga kurang mampu.
"Pendidikan itu dasarnya bertujuan memanusia manusia. Basis untuk melaksanakan proses pendidikan di dalamnya harus ada nilai-nilai kemanusiaan. Kemanusiaan inilah yang menjadi dasar persamaan hak untuk mengakses pendidikan, atau kesetaraan akses, baik bagi orang kaya maupun miskin," tegas Jamaluddin.
Persamaan hak itu, kata Jamaluddin, diatur dalam UUD 1945, pasal 28C ayat 1, UUD 1945, yang berbunyi, "setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia."
Menurut Jamaluddin, tindakan diskriminatif guru tersebut, tidak hanya melukai psikologis anak, tetapi juga merusak nilai fundamental pendidikan sebagai hak semua warga negara tanpa diskriminasi," ujar Ketua Prodi Pendidikan Sosiologi Unismuh Makassar itu, pada Senin, 13 Januari 2024.
Ia menjelaskan bahwa perlakuan tersebut dapat menimbulkan stigma mendalam bagi siswa yang dipermalukan di depan teman-temannya. Rasa malu yang berkepanjangan dapat memengaruhi kepercayaan diri anak dalam jangka panjang, sehingga berpotensi menghambat perkembangan emosional dan akademiknya.
SD di Luwu Sulsel Juga Krisis Siswa Baru, SDN 466 Batutitti Hanya Dapat 3 Murid Baru di SPMB 2025 |
![]() |
---|
3 Sekolah Dasar di Bulukumba Minim Pendaftar |
![]() |
---|
Figur Paling Ideal Pimpin Partai Golkar Sulsel, Pengamat: Harus Paham Spirit Zaman |
![]() |
---|
Jatanras Dikerahkan Selidiki Penyebab Kematian Pasti Murid SD Diduga Dikeroyok Teman Sebayanya |
![]() |
---|
Sosok Dosen UNUSIA Jakarta Abdullah Ubaid Berhasil Buat SD-SMP Gratis di Indonesia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.