Headline Tribun Timur
Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Bayar Rp3 Juta Benang Pengaman Uang Palsu
Benang pengaman uang inilah yang membuat uang palsu dari UIN Alauddin terlihat nyaris sempurna.
TRIBUN-TIMUR.COM - Kepala Perpustakaan UIN Alauddin, Dr Andi Ibrahim diduga membayar Rp3 juta kepada seorang pria di Kabupaten Wajo, untuk membuat benang uang palsu.
Benang pengaman uang inilah yang membuat uang palsu dari UIN Alauddin terlihat nyaris sempurna.
Benang uang atau benang pengaman ditanamkan di tengah ketebalan kertas atau terlihat seperti dianyam. Sehingga tampak sebagai garis melintang dari atas ke bawah.
Pada uang asli, benang ini memiliki hologram atau teks mikroskopis yang dapat berubah warna ketika dilihat dari sudut berbeda.
Fitur ini tidak hanya berfungsi sebagai pengaman visual, tetapi juga dapat dideteksi oleh mesin penghitung uang.
Baca juga: Penampakan Uang Palsu UIN Alauddin Disita di Mamuju, Rp9 Juta Sudah Sudah Dibelanjakan di Swalayan
Pelaku pembuat benang uang palsu tersebut diketahui berinisial AA (42). Di hadapan polisi mengaku berasal dari Kabupaten Wajo.
Namun dari hasil pemeriksaan KTPnya, ia berasal dari Makassar.
AA ditangkap di Kelurahan Anabannua, Kecamatan Maniangpajo, Kabupaten Wajo.
AA ditangkap, Senin lalu oleh anggota Satreskrim Polres Wajo bersama anggota Resmob Polres Gowa di tempat persembunyiannya.
Kasat Reskrim Polres Wajo Iptu Alvin Aji Kurniawan mengatakan, penangkapan pelaku AA berawal dari koordinasi Polres Gowa terkait keberadaan salah satu tersangka kasus produksi uang palsu.
“Kami dari Polres Wajo terlibat dalam penangkapan AA setelah berkoordinasi dengan Polres Gowa mengingat keberadaan tersangka di wilayah hukum Polres Wajo,” kata Alvin, kemarin.
"Peranan AA dalam sindikat pembuatan uang palsu, yakni membuat benang sehingga uang palsu yang dicetak menyerupai uang asli," sebutnya.
"AA diberi upah Rp3 juta untuk membuat benang uang palsu dari Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar berinisial AI," tandasnya.
Adapun barang bukti yang berhasil diamankan dari AA adalah, sebuah handphone milik pelaku.
Pelaku dan barang bukti, saat ini telah diserahkan ke Polres Gowa guna dilakukan penyelidikan lebih lanjut.
Pelaku Berpeluang Bertambah
Pelaku sindikat uang palsu di Kabupaten Gowa, tidak menuntup kemungkinan akan bertambah.
Kapolres Gowa, AKBP Reonald Simanjuntak menyebut pihaknya terus menelusuri kasus ini dan mencari orang-orang yang terlibat.
"Mungkin masih ada tersangka lainnya, jadi kami harap bersabar," katanya, Rabu (18/12).
Mantan Kasat Reskrim Polrestabes Makassar ini mengaku siapa pun orangnya jika terbukti terlibat maka akan ditersangkakan.
Dalam kasus sindikat uang palsu ini polisi masih terus melakukan pengembangan.
Polisi juga terus mengumpulkan barang bukti.
Sementara itu, pengamat Ekonomi dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Dr Anas Iswanto Anwar, menanggapi kabar beredarnya uang palsu di Sulsel.
Menurut Anas, kondisi tersebut akan memberikan dampak yang berbahaya bagi perekonomian suatu wilayah.
“Sangat mengancam (perekonomian) kalau lama diatasi, makanya harus cepat diatasi,” kata Anas, saat dihubungi Tribun-Timur.com, Rabu (18/12).
Anas menilai bahwa wajar banyak orang menahan dan menolak bertransaksi secara tunai karena ketakutannya dengan uang palsu.
Sebab, jika diketahui transaksi tersebut menggunakan uang palsu akan langsung diproses pihak kepolisian.
Jika kondisi itu terus terjadi, kata dia, konsumsi di masyarakat akan menurun, sehingga membahayakan perekonomian.
“Makanya Bank Indonesia (BI) harus cepat turun tangan, bagaimana memberikan keamanan bahwa uang yang beredar itu bukan palsu,” katanya.
Ia menyebut, BI bisa turun dengan memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat.
“Di satu sisi BI memberikan sosialisasi, pihak kepolisian juga harus meyakinkan bahwa tidak beredar lagi,” sebutnya.
Lebih lanjut, Anas memaparkan bahwa dalam konsep ekonomi, jika uang beredar bertambah akan mengakibatkan inflasi.
Namun, berbeda dengan kondisi saat ini, di mana banyak uang beredar karena uang palsu.
Masyarakat saat ini, kata dia, menahan diri untuk belanja dan menerima uang tunai sampai benar-benar diyakinkan bahwa uang palsu tidak beredar.
“Kondisi ini akan mengakibatkan konsumsi berkurang. Jadi inflasi tidak, tetapi konsumsi berkurang,” paparnya.
Ia menambahkan, jika masyarakat menahan konsumsi, akan berdampak pada pedagang dan dunia industri.
“Akan kurang permintaan, ini bahaya. Pasti industri akan berusaha menekan karena barangnya tidak laku. Apa yang terjadi, ujung-ujungnya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), dan sebagainya,” tambah Anas
Pemodal Besar
Di tempt terpisah, anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo menduga, ada sosok pemodal besar di balik keberadaan mesin pencetak uang palsu di dalam Kampus UIN Alauddin Makassar.
Dugaan legislator NasDem ini, dikuatkan dengan barang bukti mesin berukuran besar yang disita Polres Gowa.
Menurutnya, untuk mengadakan mesin yang cukup canggih seperti itu, dibutuhkan modal yang tidak sedikit.
Tentu, pengadaannya pun kata dia, harus membutuhkan pemodal yang tidak sembarangan.
Olehnya itu, Rudianto Lallo pun meminta polisi agar tidak berhenti menyelidiki kasus itu hanya pada 15 orang pelaku yang telah ditangkap.
"Saksi-saksi kan sudah ditersangkakan 15 orang itu, kan bisa pengembangan di situ, digali keterangannya," ujar Rudianto Lallo saat ditemui di rumah aspirasi yang bakal diresmikan di Jl AP Pettarani, Makassar, Rabu (18/12) sore.
"Siapa otaknya, siapa pemodalnya minimal. Ini kan pakai uang ini, alatnya canggih pasti mahal harganya, dan siapa bandarnya, kira-kira begitu," sambungnya.
Mantan Ketua DPRD Kota Makassar ini, mensinyalir, 15 tersangka yang diamankan polisi baru sebatas orang lapangan. Bukan aktor intelektual ataupun pemodal dari kejahatan tersebut.
"Siapa pemodalnya, ini yang harus diungkap, bukan pelaku lapangan saja. Kalau pelaku lapangan pasti ada yang nyuruh atau kepala perpustakaannya saja," ungkap Rudianto.
"Atau mungkin kepala perpustakaannya saja. Mungkin ada keterbatasan biaya, ongkos. Nah, ini yang biasa biayayi ini orang besar, ini yang harus diungkap," bebernya.
Selain itu, Rudianto juga menyoroti lambat kasusnya ini diungkapkan ke publik.
Menurutnya, kasus besar seperti ini, sejatinya harus diungkap ke publik secara cepat sebagai bukti transparansi kepolisian dalam menangani sebuah perkara.
"Ini tidak bisa dibiarkan. Kalau kemudian dalam proses tingkat penyelidikan dan penyidikannya terkesan lamban dan sebagainya, kita desak supaya Kapolres tidak bermain-main, penyidik tidak bermain-main," tegas Rudianto
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.