Cek Fakta Visi Misi Cagub Sulsel
Pemilih: Iman Pun Bisa Goyah Kalau Ada yang Gratis
Sebagai gambaran, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2024 sebesar 25,22 juta orang atau 9,03 persen
Baca berita sebelumnya: • Cek Fakta: ‘Ada yang Alergi Bissu tapi Sawer Penari Etnik’
MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Selain Bissu, kelompok masyarakat termarjinalkan lainnya adalah warga miskin.
Sebagai gambaran, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2024 sebesar 25,22 juta orang atau 9,03 persen dari total penduduk.
Sementara, di Sulawesi Selatan, jumlah penduduk miskin hingga Maret 2024 berdasarkan data BPS sebanyak 736.480.
Persentase penduduk miskin di Sulsel 8,06 persen dari total penduduk.
Jumlah penduduk miskin Sulsel terbanyak di Pulau Sulawesi.
Penduduk miskin inilah dimanfaatkan politisi untuk meraup suara atau kawasan tempat tinggalnya dijadikan sebagai kantong suara.
Mereka gampang terbuai jika diiming-imingi program gratis atau bantuan sosial.
Contohnya: pendidikan gratis, kesehatan gratis, dan pelayanan dasar lainnya.
Negara memang menggratiskan layanan tersebut, namun warga miskin tak tahu karena buta politik.
Ulla dan Salma, dua pekerja alih daya (outsourcing) di Makassar, Sulsel, mengaku jika preferensi politiknya bisa berubah jika ada program gratis atau politik uang.
“Iman pun bisa goyah kalau ada yang gratis,” kata Ulla sekaligus pemilih di Makassar, Selasa kemarin, H-1 pemungutan suara.
“Saya pilih yang ada (amplopnya). Adakah?,” ujar Salma gamblang.
Pengajar Ilmu Politik FISIP Unhas, Andi Ali Armunanto menyamakan mereka yang gampang terbuai program gratis dan bantuan sosial itu dengan useful idiot.
“Useful idiot ini orang buta politik. Mereka ini yang suka dengan program gratis,” ujar Ali dalam diskusi diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar, di Sekretariat AJI, Jl Toddopuli 10, Makassar, Sulsel, Ahad atau Minggu (24/11/2024).
Lebih lanjut, kata dia, “Useful idiot ini adalah kelompok marginal. Orang bodoh, miskin, sakit-sakitan. Itulah yang ditawari program gratis.”
Useful idiot adalah istilah peyoratif untuk menggambarkan seseorang yang berpikir sedang memperjuangkan sebuah tujuan tanpa benar-benar memahami dampak dari tindakannya.
Individu ini biasanya tidak menyadari bahwa mereka sedang dimanipulasi oleh pemimpin gerakan tersebut atau oleh pihak-pihak politik lainnya.
Istilah ini sering digunakan selama Perang Dingin untuk menggambarkan nonkomunis yang dianggap mudah dipengaruhi oleh propaganda dan manipulasi psikologis komunisme.
Useful idiot pertama kali muncul dalam konteks politik pada sebuah majalah Inggris tahun 1864, untuk menggambarkan individu yang dapat dimanfaatkan secara politis.
Dalam konteks Perang Dingin, istilah ini digunakan dalam artikel New York Times pada Juni 1948 yang membahas politik Italia saat itu.
Pengentasan kemiskinan
Kemiskinan menjadi subtema dalam debat pertama calon gubernur dan wakil gubernur.
Panelis mengajukan pertanyaan soal bagaimana cara calon mengentaskan kemiskinan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
Kedua calon gubernur saling memaparkan pandangan dan capaian masing-masing dalam mengatasi permasalahan kemiskinan.
Sudirman, memulai dengan memaparkan strategi yang ia terapkan selama menjabat.
Ia menekankan bahwa penanganan kemiskinan adalah tanggung jawab utama pemerintah provinsi.
"Waktu menjabat, kami melakukan rapat koordinasi secara rutin untuk menetapkan wilayah miskin ekstrem. Tahun 2023, kami memberikan bantuan keuangan langsung kepada kabupaten/kota dengan fokus pada intervensi anggaran untuk program Padat Karya," jelas Sudirman mengatakan.
Ia mengklaim bahwa angka kemiskinan di Sulawesi Selatan menunjukkan tren penurunan selama ia menjabat, dari 9 persen menjadi 8,07 persen.
"Ini adalah bukti bahwa kebijakan kami berhasil mendorong perubahan positif," tambahnya.
Menanggapi klaim Sudirman, Danny memberikan pandangan berbeda.
Ia meragukan validitas penurunan angka kemiskinan yang disebutkan.
"Kalau statistik, angka kemiskinan itu pasti naik. Saya kira tidak tepat jika dibilang turun," ujar Danny.
Ia juga menyoroti peningkatan angka pengangguran yang disebutnya berdampak pada berbagai wilayah, termasuk Makassar.
Namun, Danny mengapresiasi Kota Makassar yang berhasil menurunkan angka pengangguran.
Ia menekankan perlunya pendekatan kelembagaan yang lebih terstruktur, melibatkan kepala desa, lurah, serta RT/RW untuk menangani kemiskinan hingga ke pelosok desa.
Tidak tinggal diam, Sudirman kembali menanggapi dengan mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS).
"Pada 2021, angka kemiskinan mencapai 8,78 persen, lalu turun ke 8,66 persen pada 2022. Memang pada 2023 sedikit naik menjadi 8,70 persen karena dampak pandemi. Namun secara umum, tren menunjukkan penurunan," ungkapnya mengatakan.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.