Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Cek Fakta Visi Misi Cagub Sulsel

Cek Fakta: ‘Ada yang Alergi Bissu tapi Sawer Penari Etnik’

Pengajar Ilmu Politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin (FISIP Unhas), Andi Ali Armunanto mengatakan, Bissu

|
Editor: Edi Sumardi
BONE.GO.ID
Prosesi Mattompang Arajang yang melibatkan Bissu di Bone, Sulsel. Bissu merupakan kelompok marginal. 

Baca berita sebelumnya: Andalan Hati Mau Lanjutkan Pembangunan dengan Pendekatan GEDSI, Bagaimana Track Record-nya?

MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Pengajar Ilmu Politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin (FISIP Unhas), Andi Ali Armunanto mengatakan, Bissu di Sulawesi Selatan termarginalkan karena politik kebijakan kepala daerah, bukan politik elektoral.

Perlakuan kontradiktif terjadi pada Bissu pada masa pemilihan calon kepala daerah dengan di luar masa pemilihan calon kepala daerah.

Baca juga: Padahal Sudah Jadi Tradisi Adat, Pemkab Bone Tidak Libatkan Bissu di HUT Bone Ke-692

"Bissu itu termarjinalkan karena politik kebijakan, tapi bukan politik elektoral," kata Ali menanggapi adanya calon kepala daerah dianggap menolak kehadiran Bissu semasa menjabat kepala daerah.

Tanggapan Ali disampaikan dalam diskusi diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar, di Sekretariat AJI, Jl Toddopuli 10, Makassar, Sulsel, Ahad atau Minggu (24/11/2024).

Ali lalu menunjukkan standar ganda disertai jejak digital calon kepala daerah.

"Ada yang alergi Bissu, tapi tiba-tiba beredar videonya sawer penari (etnik)," katanya mengungkapkan.

Berdasarkan hasil cek fakta Tribun-Timur.com, momen calon kepala daerah menyawer penari etnik terjadi di Toraja, Sulsel, terjadi pada September 2017 lalu.

Baca juga: VIDEO: Pasangan NA-ASS Sawer Penari Toraja

Saat itu yang menyawer adalah pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Nurdin Abdullah dan Andi Sudirman Sulaiman.

Namun, saweran itu bagian dari acara adat.

Di Toraja ada tradisi ma'toding.

Ma'toding adalah tradisi masyarakat Toraja untuk memberikan uang kepada penari sebagai bentuk dukungan dan penghargaan terhadap keluarga yang mengadakan acara syukuran rumah adat Tongkonan atau “Mangrara Banua”.

Tradisi ini mirip dengan budaya saweran di Jawa. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved