Opini Aswar Hasan
Demokrasi akan Bermasalah Jika Kebebasan Pers Terganggu
Nilai IKP tahun 2024 tercatat 69,36 poin, lebih rendah 2,21 poin dibandingkan tahun 2023 (71,57 poin).
Oleh: Aswar Hasan
Dosen Universitas Hasanuddin
Saat ini kita tidak terlalu berharap banyak terhadap pers Indonesia. Berdasarkan hasil survei Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) di Indonesia tahun 2024, yang dirilis Dewan Pers di Jakarta, menunjukkan penurunan.
Nilai IKP tahun 2024 tercatat 69,36 poin, lebih rendah 2,21 poin dibandingkan tahun 2023 (71,57 poin).
Kebebasan pers dalam variabel lingkungan fisik dan politik mendapatkan 62,69 poin.
Penilaian rendah ini terkait adanya kekerasan terhadap wartawan. Aliansi Jurnalis Independen, mengacu data Lembaga Bantuan Hukum Pers, mencatat 87 kasus kekerasan sepanjang tahun 2024.
Ada peningkatan 26 kasus dibandingkan dengan 61 kasus tahun 2023. Penurunan IKP tersebut menggambarkan kemerdekaan pers belum tercapai di negeri ini.
Kerja wartawan belum sepenuhnya terlindungi dari kekerasan. Kondisi rentan ini memperlemah kerja pers. Padahal, pers merupakan salah satu pilar demokrasi yang berfungsi mengawasi pemerintahan.
Kebebasan pers adalah salah satu pilar utama demokrasi. Media yang bebas dan independen berfungsi sebagai pengawas kekuasaan, penyampai informasi kepada publik, dan wadah untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat.
Namun, apa yang terjadi jika indeks kebebasan pers suatu negara menurun? Dampaknya tidak hanya terbatas pada jurnalis atau organisasi media, tetapi juga pada kesehatan demokrasi itu sendiri.
Dengan kebebasan pers memungkinkan masyarakat mendapatkan informasi yang akurat, berimbang, dan relevan tentang isu-isu yang memengaruhi kehidupan mereka.
Dalam sistem demokrasi, pers membantu menciptakan warga negara yang terinformasi, yang pada gilirannya dapat membuat keputusan politik yang cerdas.
Media juga memainkan peran penting dalam mengungkap korupsi, menyuarakan suara minoritas, dan memastikan akuntabilitas para pemimpin politik.
Olehnya itu, ketika indeks kebebasan pers menurun, fungsi-fungsi vital ini terancam.
Penurunan kebebasan pers sering kali diiringi oleh peningkatan sensor, intimidasi terhadap jurnalis, serta kontrol negara atas media.
Hal ini menyebabkan informasi yang disampaikan kepada publik menjadi tidak lengkap, tidak jujur, atau bahkan dimanipulasi untuk kepentingan tertentu.
Terlebih jika pemerintah mengedepsnkan para imfluenser dan gajih untuk mencitrakan pemerintah dengan polesan baik yang tidak sebagaimana mestinya.
Ketidakbebasan Pers pada suatu negara akan berakibat pada:
Pertama, Menurunnya Transparansi dan Akuntabilitas publik dalam demokrasi.
Padahal pemerintah bertanggung jawab kepada rakyat. Namun, ketika media tidak bebas untuk mengkritik pemerintah atau melaporkan kesalahan mereka, transparansi menjadi kabur.
Skandal dan penyalahgunaan kekuasaan bisa tertutupi, sehingga masyarakat tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Ini menciptakan kondisi di mana korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia dapat berkembang tanpa pengawasan.
Kedua, Terjadi pembatasan keragaman Informasi dan monopoli informasi oleh pemerintah atau kelompok-kelompok tertentu.
Media yang independen dibungkam, sementara media yang mendukung kepentingan penguasa mendapatkan ruang lebih besar.
Dalam situasi seperti ini, masyarakat kehilangan akses ke sudut pandang alternatif yang penting untuk membentuk opini yang beragam.
Ketiga, Ketika pers tidak lagi independen, masyarakat cenderung kehilangan kepercayaan terhadap media.
Informasi yang disajikan dianggap bias atau tidak dapat dipercaya.
Krisis kepercayaan ini dapat meluas ke institusi demokrasi lainnya, termasuk pemilu, parlemen, dan pengadilan, sehingga menciptakan ketidakstabilan sosial politik.
Keempat, Media yang bebas berperan sebagai penghubung antara rakyat dan pemerintah tidak lagi berfungsi dengan baik, rakyat menjadi kurang terinformasi tentang isu-isu politik, kebijakan, atau para calon pemimpin.
Akibatnya, partisipasi politik, seperti pemungutan suara atau keterlibatan dalam diskusi publik, cenderung menurun.
Kelima, Meningkatnya Otoritarianisme. Penurunan kebebasan pers sering kali merupakan gejala dari pemerintahan yang semakin otoriter.
Pemerintah yang ingin memusatkan kekuasaan cenderung mengontrol media untuk menghilangkan kritik dan melanggengkan kekuasaan mereka. Demokrasi pun perlahan berubah menjadi rezim otoriter yang menindas.
Selamatkan Demokrasi
Situasi tersebut memerlukan upaya menyelamatkan demokrasi dengan cara merawat kebebasan Pers.
Demi menjaga agar demokrasi tetap sehat, kebebasan pers harus dilindungi dan didukung.
Ada beberapa langkah yang dapat ditempuh agar kebebasan pers tetap terawat sehingga tetap menyangga demokrasi yaitu; Negara perlu memiliki undang-undang yang melindungi jurnalis dari ancaman fisik maupun hukum.
Namun setiap pengajuan RUU tentang pers selalu ada muatan pelemahan kebebasan pers. Perlu hukuman bagi pelaku kekerasan terhadap wartawan dengan tegas.
Di samping itu, mendorong masyarakat untuk literasi media. Masyarakat yang melek media lebih mampu membedakan antara informasi yang valid dan propaganda.
Literasi media perlu diajarkan di sekolah-sekolah dan melalui kampanye publik.
Organisasi internasional seperti Reporter Without Borders perlu untuk selalu memonitor situasi kebebasan pers dan memberikan sanksi kepada pemerintah jika melanggar hak-hak jurnalis.
Penurunan indeks kebebasan pers adalah ancaman serius bagi demokrasi.
Tanpa pers yang bebas, masyarakat kehilangan kemampuan untuk memantau kekuasaan, mendapatkan informasi yang benar, dan berpartisipasi dalam kehidupan politik secara bermakna.
Oleh karena itu, menjaga kebebasan pers bukan hanya tanggung jawab jurnalis atau organisasi media, tetapi juga kewajiban seluruh masyarakat yang peduli pada masa depan demokrasi. Wallahu a’lam bisawwabe.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.