Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kisah Guru Supriyani: 16 Tahun Guru Honorer Gaji Rp300 Ribu, Terancam Dipenjara dan Disomasi Bupati

Supriyadi mengajar di Sekolah Dasar Negeri 4 Baito di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.

Editor: Sudirman
Ist
Aipda Wibowo Hasyim, Supriyani, dan Surunuddin Dangga. Supriyani terancam dipenjara setelah dilapor polisi gegara memukul muridya. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Nasib memilukan dirasakan guru Supriyani.

Supriyadi mengajar di Sekolah Dasar Negeri 4 Baito di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.

Ia kini terancam penjara setelah dilaporkan oleh polisi Aipda Wibowo Hasyim.

Supriyani dilaporkan ke polisi atas dugaan menganiaya anak polisi.

Baca juga: Sosok Irjen Dwi Irianto Kapolda Sultra Jebolan Akpol 91, Anak Buahnya Tangani Kasus Guru Supriyani

Aipda Wibowo Hasyim mendapati luka di paha anaknya, D (6) pada Kamis (25/4/2024) silam.

Bocah D mengaku jika ia dipukul oleh Supriyani saat berada di sekolah sehari sebelumnya.

Aipda Wibowo yang tidak terima lantas melaporkan guru honorer itu ke Polsek Barito, Jumat (26/4/2024), sekitar pukul 13.00 Wita.

Nasib Supriyani yang hanya guru honorer terancam diputus.

Padahal ia sudah 16 tahun mengabdi dengan haji sekitar Rp300 ribu / bulan.

Selain terancam penjara, guru Supriyani juga mendapatkan somasi dari Bupati Konawe Selatan Surunuddin Dangga.

Ia disomasi Bupati Konawase karena mencabut pernyataan surat damai.

Surat somasi tersebut dikeluarkan Kepala Bagian Hukum Sekretariat Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan, Suhardi pada Rabu (6/11/2024).

Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulawesi Tenggara, Abdul Halim Momo mengatakan, surat somasi seharusnya tidak perlu dilayangkan Pemda Konsel ke Supriyani.

Seharusnya Pemda Konawe Selatan mengambil langkah untuk memaafkan Supriyani ketimbang memberikan somasi.

Apalagi Supriyani sedang memperjuangkan haknya di hadapan hukum.

Tentunya keputusan Supriyani mencabut surat damai didasari adanya pertimbangan.

 Selain itu, Pemda Konawe Selatan juga harus memahami kondisi saat ini dialami Supriyani setelah kasusnya bergulir di persidangan.

"Kalau menurut secara logika tidak mungkin seorang guru honorer bisa mengecewakan pemda atau bupati. Sehingga harus dilihat juga alasannya," kata Halim.

"Sehingga menurut saya somasi itu akan jadi preseden buruk, saya kira kalau memaafkan rakyatnya akan lebih mulia," lanjutnya.

Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Halu Oleo Kendari ini menyampaikan PGRI akan terus memperjuangkan Supriyani bisa bebas dari kasus tersebut. 

Sudah Mediasi

Supriyani dipertemukan dengan Aipda WH dan istrinya, NF, dalam rangka mediasi untuk mencapai kesepakatan damai, Selasa (5/11/2024).

Pertemuan ini diinisiasi oleh Bupati Konawe Selatan, Surunuddin Dangga.

Samsuddin, kuasa hukum Supriyani yang telah diberhentikan, menjelaskan bahwa alasan Bupati Surunuddin menginisiasi pertemuan ini adalah untuk mencegah agar kasus tersebut tidak dijadikan isu politik yang memecah belah dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Terlebih lagi, Supriyani dan keluarga Aipda WH adalah warga Desa Baito, Kecamatan Baito.

"Dua orang ini kan warga Desa Baito. Pak Bupati lebih menekankan pentingnya keamanan di Baito, terutama menjelang Pilkada 2024. Jangan sampai kasus ini dimanfaatkan sebagai alat adu domba di sana (Baito). Itu yang ingin dihindari," kata Samsuddin, Selasa.

Namun, sehari setelahnya, Rabu (6/11/2024), Supriyani membuat surat pernyataan bermaterai yang berisi pencabutan kesepakatan damai dengan Aipda WH.

Dalam surat tersebut, Supriyani mengaku bahwa ia merasa dipaksa dan berada dalam tekanan saat menyetujui kesepakatan damai.

"Saya dalam kondisi tertekan dan terpaksa, serta tidak mengetahui isi dan maksud dari surat kesepakatan tersebut," ujar Supriyani pada Rabu.

"Dengan ini, saya mencabut tanda tangan dan persetujuan saya dalam surat kesepakatan damai yang ditandatangani di Rujab Bupati Konawe Selatan pada tanggal 5 November 2024," tambahnya.

Supriyani menjelaskan bahwa pada hari Selasa, seharusnya ia menghadiri panggilan di Propam Polda Sultra untuk pemeriksaan terkait uang damai.

Namun sebelum berangkat, ia diminta datang ke rumah jabatan oleh Bupati Surunuddin, yang kemudian memediasi pertemuan dengan keluarga Aipda WH.

"Kemarin (5/11), saya sudah mendapat panggilan ke Propam. Namun, sebelum berangkat, saya diarahkan ke Rujab Bupati Konawe Selatan untuk dipertemukan dengan keluarga korban," kata Supriyani, Kamis. "Di sana, Bupati membicarakan perdamaian dan permintaan maaf, tetapi bukan untuk mengakui kesalahan."

Akibat pertemuan ini, Samsuddin diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) Konawe Selatan.

Samsuddin dinilai telah "menggiring" Supriyani untuk bertemu dan berdamai dengan Aipda WH beserta istrinya tanpa koordinasi dengan tim pengacara lainnya.

Andri Darmawan, Ketua LBH HAMI Sultra sekaligus kuasa hukum Supriyani, mengungkapkan bahwa Samsuddin bertindak tanpa berkoordinasi dengan tim pengacara saat menginisiasi perdamaian.

Sudah Meminta Maaf Lima Kali

Supriyani menangis di hadapan hakim PN Andoolo Konawe Selatan Sulawesi Tenggara (Sultra) saat ungkapkan sudah meminta maaf ke Aipda WH dan istrinya, NF, orangtua muridnya.

Permintaan maaf itu disampaikan Supriyani pada setiap pertemuan mediasi dengan keluarga korban selama lima kali sebelum kasus ini masuk persidangan. 

Hal ini diungkap Suriyani di hadapan mejelis hakim dan jaksa penuntut umum di sidang pada Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Kamis (7/11/2024).

"Saya sudah lima kali bertemu pak Bowo (Aipda WH) dan setiap bertemu saya sampaikan minta maaf, kalau pernah bikin salah selama mengajari anaknya," ungkap Supriyani.

Menurutnya, permintaan maaf itu bukan karena mengakui kesalahan yang dituduhkan tetapi agar masalah ini bisa diselesaikan tanpa proses hukum.

"Karena setiap bertemu selalu disuruh minta maaf. Tapi saya tidak mau dibilang memukulinya anaknya karena itu saya tidak pernah lakukan," katanya.

Supriyani mengaku permintaan maaf karena selama 16 tahun mengajar sebagai guru honorer, tidak pernah mendapat kasus seperti yang dituduhkan orang tua korban.

"Kaget, karena 16 tahun saya mengajar tidak pernah menganiaya kejadian seperti ini," ungkap Supriyani.

Ia juga mengatakan meski sudah meminta maaf Aipda WH sempat mengatakan akan tetap memenjarakan dirinya karena tidak mau mengakui kesalahan.

Ungkapan itu, kata Supriyani, terjadi di mediasi pertama bahkan hingga pertemuan kelima sebelum dirinya ditahan oleh Kejaksaan Negeri Konawe Selatan.

"Sempat ada kata-kata dari pak Bowo saya tetap akan penjarakan kamu walaupun hanya sehari agar semua orang tau kalau kamu salah," ungkap Supriyani

Tribunnews

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved