Jamaah Islamiyah Bubar
Jamaah Islamiyah Sulawesi ‘Kembali’ ke NKRI, Imtihan Syafii :Hasil Kajian Kami Harus Bubar
140 anggota Jamaah Islamiyah (JI) Sulawesi mengumumkan pembubaran organisasi mereka dan berikrar kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sebanyak 140 anggota Jamaah Islamiyah (JI) Sulawesi mengumumkan pembubaran organisasi mereka dan berikrar kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ikrar tersebut diucapkan di gedung BPSDM Provinsi Sulawesi Selatan, Jl Sultan Alauddin, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar,Minggu (27/10/2024).
Janji kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi itu ditandai dengan penyerahan simbolik senjata api rakitan dan beberapa butir amunisi oleh eks pentolan JI kepada Kapolda Sulsel Irjen Pol Yudhiawan Wibisono.
Kapolda Sulsel hadir menyaksikan langsung pengucapan ikrar dan sumpah dari ratusan eks JI tersebut.
Yudhiawan menyatakan, pembubaran dan ikrar Jamaah Islamiah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi ini merupakan kabar yang menggembirakan.
"Ini hal yang menggembirakan kita semua, bahwa mereka adalah saudara kita yang kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi," ujar Yudhiawan.
Ia menambahkan, pihaknya siap menjalin komunikasi dengan para eks JI untuk pembinaan ke depannya.
"Kami terbuka untuk melakukan komunikasi dan pembinaan berkelanjutan dengan saudara-saudara kita eks JI, guna menjaga ketertiban wilayah Sulsel, terutama menjelang Pilkada," lanjutnya.
Mantan Kapolda Sulut ini juga mengimbau semua eks anggota JI untuk aktif berperan dalam pelaksanaan Pilkada di Sulsel agar situasi tetap kondusif.
Baca juga: 140 Anggota Jamaah Islamiyah Sulawesi Bubar dan Kembali ke ‘Pelukan’ NKRI
"Saya mengajak seluruh elemen masyarakat Sulsel, untuk bergandengan tangan menjaga situasi Kamtibmas serta menghilangkan paham-paham intoleranisme, radikalisme, dan terorisme," imbuhnya.
Ketua Majlis Fatwa Jamaah Islamiyah, Imtihan Syafii, menjelaskan bahwa pembubaran dan ikrar kembali ke NKRI dilakukan setelah kajian mendalam.
"Kami dikumpulkan berdasarkan ilmu dan kami terus mengkaji. Alhamdulillah, hasil kajian kami sampai pada kesimpulan kami harus membubarkan diri," ujar Syafii.
Ia menambahkan, keputusan tersebut diambil setelah menyadari bahwa tindakan mereka sebelumnya banyak mendatangkan kemudharatan.
"Saya jujur, kami dulu masih ada kekurangan, tapi dengan bertambahnya ilmu, Alhamdulillah Allah SWT menunjukkan kami semuanya," sambungnya.

Ia mengakui bahwa banyak masyarakat masih skeptis tentang pembubaran JI ini.
Namun berharap masyarakat bisa percaya bahwa mereka sudah membubarkan diri.
Dari total 140 anggota JI asal Pulau Sulawesi yang kembali ke NKRI, terdiri dari 13 orang dari Sulawesi Tengah, satu orang dari Sulawesi Barat, 108 orang dari Sulawesi Selatan, dan 28 orang dari Sulawesi Tenggara.
Diketahui, organisasi Jamaah Islamiyah yang dipimpin Ustaz Abu Bakar Ba'asyir kerap disangkutpautkan dengan organisasi radikal.
Berat untuk Membubarkan Jamaah Islamiyah tapi Tak Boleh Baper
Sebelumnya, Bubarnya Jamaah Islamiyah (JI) pada 30 Juni 2024 memicu banyak pendapat skeptis dan keraguan dari berbagai pihak.
Keputusan yang tiba-tiba ini mengejutkan banyak orang, dan reaksi pemerintah Indonesia tampak cenderung dingin.
Banyak yang bertanya-tanya tentang alasan sebenarnya di balik bubarnya organisasi ini.
Untuk mengungkap fakta di balik kejadian ini, Tribun Network mewawancarai Ustadz Abu Mahmudah, atau yang dikenal juga dengan nama Arif Siswanto.
Sebelum pembubaran, Abu Mahmudah adalah tokoh teras JI yang dikenal sangat alim dan pintar.
Dalam wawancara eksklusif ini, ia membagikan pandangannya mengenai pembubaran mendadak tersebut serta dinamika internal yang mungkin menjadi penyebabnya.
Menurut Abu Mahmudah, keputusan untuk membubarkan JI bukanlah hal yang mudah dan telah melalui berbagai pertimbangan matang.
Meski begitu, ia mengakui bahwa perubahan situasi politik dan tekanan dari berbagai pihak turut mempengaruhi keputusan ini.
Selain itu, pergeseran ideologi dan strategi di kalangan anggota JI juga menjadi faktor penting.
Wawancara ini memberikan wawasan mendalam tentang kondisi internal JI sebelum bubar dan membuka diskusi tentang masa depan kelompok-kelompok serupa di Indonesia.
Pembubaran JI menandai akhir dari sebuah era, namun juga membuka babak baru dalam dinamika pergerakan Islam di Indonesia.
Abu Mahmudah: Kami Berangkat dari Kejujuran
TRIBUN (T) : Jamaah Islamiyah bubar atau membubarkan diri 30 Juni 2024. Ini bubar sungguhan atau bagaimana sebenarnya Ustadz?
ABU MAHMUDAH (AM) : Tentu bukan hanya sekadar ada kejujuran, tapi berangkat dari kejujuran. Jadi bubarnya ini serius. Waktu nanti yang akan membuktikan, Inshaallah.
T : Tentu bukan dadakan? Pasti ada proses yang mendahului?
AM : Pasti modal dasarnya adalah trust, komunikasi dan trust. Kami mengawali proses dengan komunikasi dengan aparat negara, dalam hal ini Densus 88 Antiteror.
Karena kalau berbicara antar kami, kami berada dalam situasi keamanan yang tidak mungkin.
Saat kami di dalam kami berkomunikasi dengan aparat Densus dan Densos.
Proses yang sama dilakukan teman-teman lainnya di luar.
Setelah saya di luar baru terjalin komunikasi lagi.
Kami sampai pada kesimpulan Jamaah Islamiyah harus bubar.
T : Atas dasar apa?
AM : Kalau saya atas dasar pertama, mindset (cara pandang/jalan pikiran).
Kedua, beban hukum.
Pertama dari mindset, bahwa setelah kami renungkan, negara Repubik Indonesia dibangun melibatkan para ulama, karena melibatkan ulama tentu mereka tidak serampangan membentuk negara.
Ternyata langkah-langkah (penentangan) yang pernah dilakukan itu tidak lebih mendatangkan manfaat ketimbang langkah yang sekarang kita laksanakan.
Karena hampir kita semua menyandang beban hukum.
Dulu kan kita bergabung dengan Jamaah Islamiyah untuk mendapatkan nilai tambah di hadapan Allah SWT.
Sekarang berdasar UU Antiterorisme, menjadi anggota kalau ada yang jadi saksi saja, maka anak-akan adik-adik sekalian, sudah bisa dituntut.
Nah, ini belum memberikan kemanfaatan, sudah datang bahaya, sudah ada risiko yang sesungguhnya tidak perlu.
Sebelumnya mengenai ketetapan dilarangnya JI didasarkan vonis sidang akhi Zarkasih dan Abu Dujana.
Sekarang sudah dikuatkan 500 vonis terkait masalah-masalah yang sama.
Jadi benar-benar ada masalah, dan masalah menimpa kalian.
Kami yang sedikit lebih tahu harus mengangkat masalah ini dari anak-anak dan adik-adik sekalian.
Karena argumentasi seperti ini, grass root jika sudah sempat mendengar, dengan rela hati menerima apa yang diputuskan para senior.
T : Secara pribadi ketika sampai pada keputusan itu bagaimana berat gak?
AM : Berat…berat. Tapi kami tidak boleh terus-menerus dalam situasi baper.
Masa depan generasi kami, ikhwan-ikhwan kami yang tersisa.
Anak didik kami, anak biologis dan didikan kami di lembaga pendidikan, harus jadi pertimbangan daripada larut dalam perasaan.
Lebih kepada memberi jalan kepada mereka supaya bisa memberi kontribusi positif, konstruktif agar bangsa ini maju dan bermartabat.
Toh kalau bangsa ini maju, 85 persen rakyat kan umat Muslim juga.
T : Apa yang akan dilakukan para tokoh ini mengingat realitas menunjukkan di masa lalu ada banyak individu melakukan aksi-aksi dan mereka banyak yang dilahirkan JI?
AM: Begini, ada yang menarik ada terungkap fakta, di antara pelaku bom Bali 1, bahkan ada yang mencabut baiat ke JI sebelum beraksi.
Siapanya saya tidak tahu, hanya dengar saja.
Tapi dari sini kita bisa melihat ada individu yang sadar perbuatannya adalah inisiatif sendiri, dan tidak ada perintah organisasi.
Kedua, di persidangan terbukti para pelaku ini, istilahnya bekerja sama langsung dengan Al Qaeda, dan tidak bekerjasama dengan manajemen JI.
Jangan lupa, iklim perjuangan masa itu, umat Muslim mengalami banyak persekusi di Afghanistan, Bosnia Herzegovina, dan narasi yang muncul adalah pembelaan umat muslim.
Jadi ini conditio sine qua non dan membentuk pribadi yang ingin solidaritas dengan mereka.
Nah ketika kita menjelaskan dengan cara-cara santun, InshaAllah akal sehat dan argumentasi ini akan menang, tidak dengan perasaan-perasaan baper.
Keluarga-keluarga pelaku yang masih hidup pun juga tidak masanya lagi diperlakukan disudutkan.
Karena misinya mengintegrasikan anak-anak ini jadi bagian bangsa.
T : Benarkah ada kader JI yang bersembunyi, atau jadi DPO, kemudian bersilaturahmi ke Ustadz Siswanto setelah mendengar JI bubar?
AM : Benar, dan saya mengungkapkan fakta-fakta saja.
Posisi jamaah ini di hadapan negara ini seperti ini kasusnya sudah demikian banyak.
Fakta persidangan saya melihat langsung. Lalu saya sampaikan dengan bahasa-bahasa seperti ini.
Kamu dalam situasi seperti itu, saya sampaikan fakta. Kamu melanjutkan seperti itu, saya tidak akan memaksa.
Pikirkan, mau seberapa lama lagi.
Pikirkan keluargamu, istrimu anak-anakmu.
Sampai kapan dan berapa lama kamu akan terpisah dalam situasi ini.
Tapi saya tidak memaksa, silakan pikirkan baik-baik.
Sekiranya kamu perlu komunikasi dengan saya, silakan komunikasi.
Dengan cara komunikasi seperti itu, mereka akhirnya menyadari, dan memahami.
Oh iya Ustadz kami percaya.
T : Ada nggak yang kemudian menegakkan kepalanya (berontak)?
AM : Awalnya ada yang seperti itu.
Tapi kita tetap saja sampaikan dengan cara santun.
Ndak papa kamu mau seperti itu, tapi kalau jumlah besar senior kembali ke negara, kamu mau sama siapa.
Kami bisa berdiri seperti para senior ini…kalau kira-kira sanggup..hehehehehe!
Tapi InshaAllah sejauh ini mereka bersedia mendengar.
Kadang-kadang memerlukan waktu.
Bisa dibayangkan, sudah bertahun-tahun, berpuluh tahun seperti ini, tiba-tiba kereta berhenti.
Ndak main-main.
Beritanya ke dalam aja besar, apalagi keluar.
T : Saya kira-kira ini akan semakin menggaung, apalagi tokoh-tokoh seperti Ustadz Siswanto dan Ustadz Anshori begitu terbuka.
AM : Mudah-mudahan, saya kira harapannya begitu, kita ingin membantu mengintegrasikan mereka, kami tidak ingin mewariskan kepada anak-anak kami itu stigma.
Karena mungkin kekeliruan dan salah langkah para orang tua ini, mereka teralienasi, potensinya tidak bisa disumbangkan ke hal positif.
T : Bagaimana dengan mereka yang dulu kader JI melakukan aksi kekerasan atas inisitiaf pribadi, apakah juga akan direngkuh atau berlepas diri?
AM : Upaya pertama kami adalah komunikasi, dan pintu pertamanya adal kesediaan komunikasi dan bersedia mendengar.
Bahkan mereka mungkin lebih berhak daripada yang lain.
T : Apakah selama ini sebelum 30 Juni 2024 mereka sudah dianggap di luar organisasi? Atau masih anggota?
AM : Mungkin mereka-mereka itu tidak terlibat dalam struktur, wong saya saya juga tidak di dalam struktur.
Tapi bahwa mereka bagian dari keluarga pertama jamaah, dan kaum Muslimin yang punya hak lebih dekat daripada yang lain, tidak akan kami tinggalkan.
Kalau ada yang tercecer, kita akan sisir lagi nanti, tentu setelah negara lebih percaya lagi.
T : Tentu butuh pembuktian ya?
AM : Makanya selalu ada yang bilang, ini serius nggak, ini strategi saja, ada yang ragu, ini jangan-jangan taqiyah, ada pertanyaan datang dari banyak pihak.
Tapi kami tidak ragu-ragu menjawab. Kami berangkat dari kejujuran, juga kejujuran berkomunikasi. Kalau ndak jujur kan ndak jadi teman toh…hehehehe.
T : Secara pribadi apa pandangan Ustadz terhadap mereka yang melakukan aksi kekerasan di masa lalu?
AM : Itu kan persoalan ijtihadi ya.
Jadi persoalan jihad yang dilakukan organisasi lain seperti Muhammadiyah dan NU, mengambil ijtihad kenegaraan, tapi kan ada pihak lain yang menganggap ini kurang syarii.
Jadi kalo kedua ijtihad ini dilakukan sepadan, tentu sah-sah saja.
Tentu karena berjalannya waktu, oh pertumpahan darah kaum muslimin, bangsa tercabik, ini jadi tersia-siakan. Kan begitu.
Ada satu pengalaman berharga dalam sejarah.
Dulu setelah Ali bin Abu Thalib dibunuh orang khawarij, Hasan bin Ali jadi khalifah berikutya, yang konflik sejatinya sesungguhnya dengan Muawiyyah.
Hanya karena Ali dan Muawiyyah berdamai di Sifin, orang khawarij tidak terima, sehingga Ali dibunuh. Muawiyyah akan dibunuh juga tapi gagal.
Hasan sebagai pengganti Ali lalu melakukan perdamaian dengan Muawiyah.
Hasan berdamai karena melihat darah kaum muslimin tumpah di mana-mana.
Makanya ketika terjadi perdamaian itu para ulama melihat amuljamaah, kembali bersatunya kaum muslimin dari jamaah Muawiyyah di Damaskus dengan jamaah Ali bin Abu Tholib dan Hasan bin Ali Abu Tholib.
Di sinilah beliau dipuji. Artinya, kadang bentuk perdamaian melihat pada apa yang menimpa umat. Kita mengambil itibar dari kejadian itu.
Jangan anak bangsa ini terus menerus, kalaulah ini dianggap ijtihad, terbukti friksi terjadi, luka seperti itu, ini harus diakhiri.
Jangan sampai kemudian umat muslim dianggap masih punya masalah dengan negaranya.(*)
Jamaah Islamiyah bubar
Jamaah Islamiyah Sulawesi
Kapolda Sulsel
Alasan Jamaah Islamiyah Bubar
Makassar
Irjen Pol Yudhiawan Wibisono
Kembali ke Pangkuan Ibu Pertiwi, 140 Jamaah Islamiyah Sulawesi Serahkan Senjata ke Kapolda Sulsel |
![]() |
---|
140 Anggota Jamaah Islamiyah Sulawesi Bubar dan Kembali ke ‘Pelukan’ NKRI |
![]() |
---|
Berat untuk Membubarkan Jamaah Islamiyah tapi Tak Boleh Baper |
![]() |
---|
Siasat Sabarno 10 Tahun Sabar Hindari Kejaran Densus 88 Antiteror Polri |
![]() |
---|
Sabarno Menyerahkan Diri Setelah 10 Tahun Jadi Buron Densus 88 Antiteror Polri |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.