Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kabinet Merah Putih

Sosok Mayor Jenderal Pernah Jabat Sekretaris Kabinet 2 Periode

Teddy Indra Wijaya bukan Mayor yang pertama Sekretaris Kabinet. Ada sosok Mayjen Sudharmono, S.H yang pernah menjabat Sekretaris Kabinet 2 periode.

Editor: Sakinah Sudin
Kolase Tribun Timur/ Sakinah Sudin
Kolase: Mayor Teddy ditunjuk menjadi Sekretaris Kabinet Kabinet Merah Putih pemerintahan Prabowo-Gibran (wikipedia) dan sosok Sudharmono saat berpangkat Mayjen menjabat Sekretaris Kabinet dua periode (wikipedia). 

TRIBUN-TIMUR.COM - Inilah sosok Mayor Jenderal pernah menjabat Sekretaris Kabinet 2 periode.

Dialah Mayjen Sudharmono, S.H.

Bahkan, Sudharmono juga sudah menjabat Sekretaris Kabinet saat berpangkat Letkol, tepatnya 3 Agustus 1966-25 Maret 1968, pada Kabinet Pembangunan I masa pemerintahan Presiden Soeharto.

Saat itu, nama jabatannya Sekretaris Presiden Kabinet.

Saat berpangkat Mayjen, Sudharmono menjabat Menteri Sekretaris Negara merangkap Sekretaris Kabinet pada Kabinet Pembangunan II (28 Maret 1973-29 Maret 1978) dan Kabinet Pembangunan III (29 Maret 1978-19 Maret 1983).

Pangkat terakhir Sudharmono yakni Letnan Jenderal (Letjen).

Adapun jabatan terakhirnya yakni Wakil Presiden Indonesia kelima yang menjabat selama periode 1988–1993 mendampingi Soeharto.

Diketahui, jabatan Sekretaris Kabinet jadi perbincangan belakangan ini.

Hal tersebut setelah Presiden Prabowo Subianto didampingi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka melantik  Mayor Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet pada Kabinet Merah Putih Periode Tahun 2024-2029, di Istana Negara, Jakarta, Senin (21/10/2024) sore.

Presiden melantik Mayor Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 143/P Tahun 2024 tentang Pengangkatan Sekretaris Kabinet, yang ditetapkan tanggal 20 Oktober 2024.

Pengangkatan Mayor Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet memicu pertanyaan terkait karirnya di TNI.

Diketahui, Mayor Teddy masih berstatus sebagai prajurit TNI aktif saat diumumkan Prabowo menjadi Sekretaris Kabinet.

Terkait hal tersebut, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana mengatakan, Mayor Teddy Indra Wijaya tetap berstatus sebagai perwira aktif meski menjabat sebagai Sekretaris Kabinet pada Kabinet Merah Putih.

Wahyu beralasan, jabatan Seskab yang disandang oleh Mayor Teddy termasuk dalam kategori penugasan di luar struktur TNI AD.

“Ini statusnya adalah penugasan di luar struktur sehingga tidak perlu menyelesaikan dinas aktifnya atau pensiunan itu tidak perlu,” ujar Wahyu saat dihubungi Kompas.com, Senin (21/10/2024).

Menurut Wahyu, jabatan Seskab pada masa pemerintahan saat ini tidak lagi setara menteri, tetapi berada di bawah Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). 

Dengan demikian, posisi Seskab bisa dijabat oleh perwira aktif, seperti halnya anggota TNI-Polri yang bertugas di Sekretaris Militer Presiden (Setmilpres).

 “Karena Sekretariat Negara itu di bawahnya ada Setmilpres yang ada TNI-Polri juga di situ. Ada staf sekretariat presiden, ada bagian-bagian yang memang bisa dijabat oleh prajurit TNI,” kata dia.

Profil Sudharmono 

Letjen (Purn.) Soedharmono lahir di Cerme, Gresik pada tanggal 12 Maret 192.

Ia adalah anak dari Soepijo Wirodiredjo, yang merupakan anak seorang carik atau sekretaris Desa.

Sedang ibunya bernama Raden Nganten Sukarsi yang merupakan putri asisten wedana.

Ayahnya mengawali karier menjadi pegawai magang di kantor Kecamatan.

Saat itulah Soepijo bertemu dengan Sukarsi. Waktu bertemu, Sukarsi adalah seorang janda karena suami terdahulu meninggal dunia.

Cinta Soepijo dan Sukarsi akhirnya menjalin cinta dan menikah. Soepijo lalu diterima kerja menjadi juru tulis di Kecamatan Cerme, Gresik.

Di sinilah pada tahun 1927 Sudharmono lahir. 

Kakaknya, Mbak Siti, lahir pada tahun 1924. Dan kakak tertuanya, Mas Sunar yang lahir pada tahun 1921. Ketika ia berusia 2 tahun, sang ayah dipindah ke Tuban menjadi juru tulis di Kepatihan (Wakil Bupati).

Tapi di Tuban inilah sang ibu meninggal dunia saat melahirkan anak keempat.

Ia sudah menjadi yatim piatu dari kecil.

Ibunya Soekarsi meninggal ketika melahirkan adik bungsu Soedharmono (1930).

Ayahnya R. Wiroredjo meninggal 6 bulan kemudian karena sakit. beberapa bulan kemudian saat dirawat di Surabaya.

Masa kecil Sudharmono 

Masa kecil sering berpindah-pindah tempat tinggal karena sudah yatim piatu.

Sehingga ia dan Mbak Siti berpindah dari Surabaya ke Jombang, lalu ke Wringinanom (Gresik) kemudian ke Rembang.

Perjalanan hidup yang keras dan penuh kesedihan dialami sang wapres kecil.

Saat di Jombang, Sudharmono kemudian pergi untuk tinggal bersama pamannya, seorang juru tulis yang bekerja untuk Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Walaupun demikian, selama dibesarkan ia banyak berpindah-pindah untuk tinggal bersama sejumlah sanak keluarganya, baik dari pihak ibu maupun ayahnya.

Soedharmono baru saja menyelesaikan sekolah menengah pertama ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya dari Belanda pada tahun 1945.

Setelah memutuskan untuk berhenti dari pendidikan lanjutan, Soedharmono turut membantu mengumpulkan senjata dari tentara Jepang dalam persiapan pembentukan Tentara Nasional Indonesia.

Hasilnya, ia menjadi Panglima Divisi Ronggolawe, posisi yang terus dipegangnya selama Perang Kemerdekaan Indonesia melawan pasukan Belanda yang kembali menyerang Indonesia.

Karier Soedharmono

*Masa awal

Setelah Belanda mundur pada tahun 1949, Soedharmono menyelesaikan pendidikan lanjutan sebelum pergi ke Jakarta pada tahun 1952 untuk bergabung dengan Akademi Hukum Militer.

Ia menyelesaikan studinya pada tahun 1956 sebelum bertugas di Medan, Sumatera Utara sebagai Jaksa Militer pada 1957–1961.

Pada tahun 1962, Soedharmono memperoleh gelar dalam bidang hukum setelah menyelesaikan studinya di Universitas Hukum Militer.

Setelahnya, Soedharmono diangkat Ketua Personil Pesanan Satuan Kerja Pemerintah Pusat dan memberikan bantuan administrasi kepada pemerintah.

Selama Konfrontasi Indonesia-Malaysia, Presiden Soekarno membentuk Komando Operasi Tertinggi (KOTI), yang merupakan perintah perang segera di bawah kendali Soekarno. 

*Masa Orde Baru

Pada tahun 1963, Sudharmono bergabung KOTI dan diberi peran Anggota Pusat Operasi Bersama untuk Operasi Agung.

Sudharmono merupakan salah satu orang dekat Presiden Soeharto.

Dalam zaman Orba, karier Sudharmono menanjak.

Pada Oktober 1965, Soeharto diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat dan bergabung dengan KOTI sebagai Kepala Staf.

Soeharto menjalin hubungan dengan Sudharmono pada saat masa-masa tegang dalam sejarah Indonesia.

Dengan hal ini jelaslah bahwa Sudharmono mendapatkan kepercayaan Soeharto.

Pada 11 Maret 1966, ketika Soeharto menerima Supersemar dari Soekarno, Sudharmono yang menyalin salinan surat yang akan didistribusikan kepada Perwira Militer lainnya.

Keesokan harinya, pada tanggal 12 Maret tahun 1966, Sudharmono juga ikut untuk menulis dekret pelarangan PKI.

Dengan naiknya Soeharto ke kekuasaan, KOTI dibubarkan tetapi keterampilan administrasi Sudharmono dan kepercayaan dari Soeharto memastikan kedudukannya dalam pemerintahan Soeharto.

Ketika Soeharto menjadi presiden pada tahun 1968, Sudharmono menjadi Sekretaris Kabinet serta Ketua Dewan Stabilitas Ekonomi.

Pada tahun 1970-an, Sudharmono diangkat menjadi Sekretaris Negara, posisi yang memungkinkan ia untuk membantu Soeharto. 

Di laman setkab.go.id, disebutkan Sudharmono menjabat Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) merangkap Sekretaris Kabinet.

Selain menjadi Mensesneg, Sudharmono juga menggantikan menteri lain secara sementara ketika mereka tidak dapat melaksanakan tugasnya seperti menjadi Menteri Penerangan dan Menteri Dalam Negeri serta membantu untuk membuat pidato pertanggungjawaban Soeharto sebelum Sidang Umum MPR.

Pada tahun 1980, posisi Sudharmono sebagai Sekretaris Negara menerima dorongan signifikan melalui Keputusan Presiden yang memberikan Sekretaris Negara kekuatan untuk mengawasi pembelian pemerintah melebihi 500 juta rupiah.

*Ketua Umum Golkar (1983-1988)

Pada tahun 1980, Sudharmono telah membuktikan kesetiaannya kepada Soeharto dan juga menunjukkan bahwa ia tidak memiliki suatu ambisi.

Pada Munas Golkar III (1983), dengan dukungan Soeharto, Sudharmono terpilih sebagai Ketua Golkar.

Sebagai Ketua, Sudharmono banyak melakukan inspeksi keliling cabang Golkar di daerah.

Sudharmono juga menggerakan anggota Golkar untuk mendapatkan lebih banyak pemilih Golkar, hasilnya suara Golkar meningkat dari 64 persen menjadi 72 % pada Pemilu 1987.

*Wakil Presiden Indonesia

-Kontroversi pencalonan

Ketika sidang Umum MPR tahun 1988, banyak yang yakin Soeharto akan terpilih kembali untuk periode kelima dan terakhir sebagai presiden.

Dengan begitu, Wakil Presiden menjadi posisi yang penting.

Pada tahun 1988, Soeharto mulai menunjukkan tanda-tanda bahwa ia ingin Sudharmono menjadi wakil presidennya. 

Meskipun tidak pernah menyebutkan Sudharmono, Soeharto mengatakan bahwa ia ingin Wapres-nya mempunyai dukungan dari kekuatan sosial politik yang besar.

Kemungkinan Sudharmono menjadi Wakil Presiden tidak disenangi banyak orang di ABRI.

Meskipun Sudharmono sendiri seorang tentara dan telah mengakhiri kariernya dengan pangkat Letnan Jenderal, ia telah menghabiskan sebagian besar kariernya di belakang meja bukannya memimpin pasukan.

Hal ini membuat dirinya dipandang rendah oleh ABRI. 

Soeharto menyadari hal ini dan sebelum ABRI bisa melakukan apa saja, Panglima ABRI Benny Moerdani diganti dengan Try Sutrisno. Langkah ini menghalangi ABRI karena Moerdani lebih kuat saat tidak menyetujui presiden sementara Try akan lebih pasif.

Sudharmono sendiri dijagokan partai Golkar unsur sipil (jalur G) dan birokrat (jalur B).

Sementara Jenderal TNI Try Sutrisno yang menjabat Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pangab), dijagokan oleh Partai Golkar unsur militer (jalur A) yang dimotori Menkopolkam LB Moerdani.

Masing-masing kubu punya kepentingan dalam kancah politik nasional. Puncaknya adalah ketika Sudharmono dituduh terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI).

 Tuduhan itu ditepis dengan adanya penunjukan Sudharmono untuk menjabat sebagai Wakil Presiden oleh Soeharto.

Pada Sidang Umum MPR Maret 1988, kontroversi terus mewarnai nominasi Sudharmono sebagai Wakil Presiden. Ketua Partai Persatuan Pembangunan, Jaelani Naro mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden.

Kemudian Brigadir Jenderal Ibrahim Saleh menginterupsi sidang. Dia mengucapka pidato yang tidak jelas.

Intinya, tidak setuju calon wakil presiden yang sudah diproses. Naro baru mundur pada detik-detik akhir pemilihan, setelah dilobi oleh Awaloedin Djamin.

Kemudian Sarwo Edhie Wibowo, seorang jenderal yang telah membantu Soeharto mendapatkan kekuasaan di pertengahan 60-an mengundurkan diri dari MPR dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai protes.

Soeharto akhirnya turun tangan.

Ia mencontohkan keputusan MPR yang dibuat pada tahun 1973 bahwa salah satu kriteria untuk Wakil Presiden adalah ia harus mampu bekerja dengan Presiden.

Dengan pengunduran diri Naro, Sudharmono akhirnya terpilih sebagai Wakil Presiden.

-Jabatan Wakil Presiden

Sebagai Wakil Presiden, Sudharmono sangat aktif. Ia memulai kunjungan ke provinsi RI serta ke Departemen, Kantor Negara dan Lembaga Departemen Non Pemerintah, dan membentuk Tromol Pos 5000, tempat di mana orang-orang dapat mengirim saran dan keluhan dan pemerintah mereka.

Sudharmono yang merupakan spesialis dalam memberikan bantuan administratif, juga diberi tugas oleh Soeharto untuk mengawasi birokrasi pemerintah.

Namun ABRI tetap menunjukkan ketidaksenangan mereka pada pemilihan Sudharmono sebagai Wakil Presiden.

Di Munas Golkar (Oktober 1988), ABRI membalas dendam mereka kepada Sudharmono ketika mereka menjaga pemilihan Wahono sebagai Ketua Golkar.

Anggota ABRI juga bertanggung jawab untuk kampanye kotor yang menuduh Sudharmono sebagai seorang komunis. Akhirnya pada Maret 1993 untuk mencegah harus berurusan dengan Wakil Presiden, Try Sutrisno segera dicalonkan oleh ABRI sebagai Wakil Presiden tanpa menunggu Soeharto untuk membuat pilihannya. (Tribun-Timur.com/ Sakinah Sudin)

 

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved