Opini Aswar Hasan
Memoles Pencitraan Jokowi di Akhir Jabatan dan Pelanggaran Etika Moral
Kementerian Komunikasi membuat program bagi media massa untuk menulis sisi positif pemerintahan Jokowi.
Teori framing adalah alat yang sangat kuat untuk memahami bagaimana kita membangun realitas kita sendiri.
Teori framing pada dasarnya menjelaskan bagaimana cara kita menyusun informasi dan membentuk makna dari suatu peristiwa atau konsep.
Sederhananya, kita seperti memasukkan sebuah gambar ke dalam bingkai.
Bingkai ini akan menentukan bagian mana dari gambar yang kita lihat dan bagaimana kita menafsirkannya.
Memahami teori framing ini sangat penting karena kita akan menyadari akan adanya manipulasi.
Kita menjadi lebih sadar akan adanya upaya-upaya untuk memanipulasi sehingga membuat keputusan kita yang lebih baik.
Dengan kata lain ita dapat mengevaluasi informasi secara lebih kritis dan membuat keputusan yang lebih rasional.
Tidak Sesuai Kenyataan
Melalui teori teori agenda setting maupun teori framing sejumlah klaim yang tidak sesuai kenyataan dapat diketahui.
Bahwa presiden Joko Widodo menginstruksikan anak buahnya memoles citra pemerintah selama sepuluh tahun dengan kampanye positif di media sosial hingga media massa.
Kementerian Komunikasi dan Informatika serta kantor Komunikasi Kepresidenan membuat orkestrasi dengan menyebarkan konten-konten berupa teks, vido, hingga audio.
Tak semuanya sesuai dengan kenyataan (Tempo,13 Oktober 2024).
Berbagai sanjung pujian menggempur media sosial X atau Twitter. Banyak akun anonim mengusung tagar yang menyanjung Jokowi.
Menurut peneliti Drone Emprit kemiripan narasi menandakan akun-akun anonim itu terkoordinasi.
Gempuran tagar itu menaikkan volume engagement yang membicarakan pencitraan Jokowi di X sebanyak 113 juta.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.