Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pakkio’ Bunting, Tradisi Pantun Pengantin ala Makassar Kembali Lestari di Tangkuru Maros

Di kampung tua ini, tradisi Pakkio Bunting (memanggil mempelai pengantin) kembali lestari.

Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Sudirman
Ist
PAKKIO BUNTING - Moha Dg Muttar (61), tetua adat dari Kampung Cambayya, Kecamatan Lau, Maros saat melafalkan narasi pantun Makassar di acara Mapparola, penyambutan mempelai pengantin wanita di rumah mertua di Kampung Tangkuru, Desa Bonto Marannu, Kecamatan Lau, utara Maros, Minggu (13/10/2024). 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR — Prosesi pernikahan adalah satu instrumen affirmasi komunal bahwa adat istiadat masih lestari di satu daerah.

Di akhir tahun, pascapanen dan musim haji, tradisi pernikahan ala Bugis - Makassar, setidaknya mengkonfirmasi tradisi tua itu masih terselenggara.

Penyelenggaraan tahapan lamaran (mammanu-manu), akad nikah, hingga pesta pernikahan terlihat dalam sebuah resespi nikah di Kampung Tangkuru, Desa Bonto Marannu, Kecamatan Lau, Kabupaten Maros, Minggu (13/10/2024) siang.

Di kampung tua ini, tradisi Pakkio Bunting (memanggil mempelai pengantin) kembali lestari.

Akkio Bunting ini berupa palafalan rangkaian pantun dan narasi pesan kebaikan dalam bahasa Makassar, sebelum mempelai pengantin masuk ke kediaman mertuanya.

Baca juga: Selain Kemarau, Warga Batangase Maros Temukan Penyebab Lain Air PDAM Tak Mengalir

Si empunya hajat adalah Sampara Dg Tinri dan istrinya; Nuraeni Dg Ngai.

Tradisi itu terlihat saat penyambutan dua mempelai pengantin wanita di kediaman dua pengantin pria; Sulaiman “Lemang” Dg Tulo Bin Sambara dengan St Aminah “Nini” S.Kom Dg Tarring dan Muslimin ‘Deja’ Dg Jarung Bin Sampara dengan istrinya, Rahmi Dg Kebo.

Seorang pria yang dituakan, Moha Dg Muttar (61), warga Cambayya, Desa Bonto Marannu, menyambut pengantin setelah mapparola dan pesta di kediaman mempelai wanita.

Mapparola adalah kunjungan mempelai wanita ke rumah orangtua mempelai pria, dan diantar rombongan kerabatnya.yang berisi aneka perlengkapan pribadi serta kue-kue tradisional Bugis.

Si Pakkio Bunting, menyambut di gerbang walasuji. 

Hampir sekitar 10 menit, si Pakkio Bunting merafalkan narasi tanpa teks.

Dia melantunkan pesan-pesan pernikahan dalam bentuk pantun khas bahasa Makassar.

Tradisi ini pun jadi hiburan akhir pekan di kampung agraris berjarak sekitar 41 km utara Kota Makassar.

Biasanya, tradisi ini dilantukan diiringo dengan musik paganrang, khas Bugis-Makassar,

Pakkiok Bunting berasal dari dua frasa. bahasa Makassar). 'Pakkiok' artinya panggilan atau memanggil. Sedangkan 'Bunting' bermakna pengantin atau mempelai.

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved