Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

UIN Alauddin Makassar

Kebijakan UIN Alauddin Makassar ‘Demo Harus Izin Kampus’ Disorot Pakar Hukum Tata Negara Bivitri

Kebijakan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) yang mengharuskan mahasiswa mengajukan surat izin sebelum berunjuk rasa, menuai kritik.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Sukmawati Ibrahim
dok pribadi
Tangkapan layar unggahan akun Instagram apatis.makassar, terkait kritikan Pakar Hukum Tata Negara Bivitri atas kebijakan kampus UINAM. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kebijakan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) yang mengharuskan mahasiswa mengajukan surat izin sebelum berunjuk rasa, menuai kritik.

Salah satu kritik tajam datang dari Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, yang menilai kebijakan ini sebagai pelanggaran konstitusional.

Dalam unggahan akun Instagram @apatis.makassar, Bivitri Susanti menegaskan, apa yang terjadi di UINAM adalah bentuk pelanggaran terhadap hak konstitusional mahasiswa. 

Menurutnya, mahasiswa berdemonstrasi tidak hanya menjalankan hak-hak mereka, tetapi juga berkontribusi penting dalam menjaga demokrasi di Indonesia. 

"Apa yang terjadi saat ini di UINAM adalah pelanggaran konstitusional sebenarnya oleh kampus," ujar Bivitri dikutip dalam video yang beredar, Rabu (4/9/2024) siang.

"Jadi sangat disayangkan sebenarnya mahasiswa yang berdemonstrasi, mereka tidak hanya sedang menjalankan hak-hak konstitusionalnya tapi juga berkontribusi pada negara ini," sambungnya.

Tak hanya itu, Ia juga menyoroti dosen dan pihak kampus yang seharusnya mendukung aksi mahasiswa untuk menyuarakan kebenaran.

"Dengan cara menyatakan bahwa yang salah itu salah dan yang benar itu benar. Itu sebenarnya tugas kaum intelektual terutama mahasiswa. Dan seharusnya dosen-dosen juga," ujar Akademisi Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera, itu.

Baca juga: BREAKING NEWS: UNM ‘Orange Menggugat’ AJI Makassar ‘Tolak Politik Dinasti Jokowi’ Demo Hari Ini

Bivitri pun menyayangkan adanya pemberian sanksi skorsing terhadap mahasiswa yang dianggap melanggar surat edaran perihal aksi demonstrasi oleh pihak kampus UINAM.

Terlebih, beberapa mahasiswa bahkan mendapat perlakuan kekerasan saat berunjuk rasa memprotes kebijakan tersebut.

"Tentu saja ini sangat disayangkan, sehingga dengan ini saya bersolidaritas pada kawan-kawan mahasiswa," lanjutnya.

Demonstran menutup kolong Fly Over Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Sulsel, Kamis (22/8/2024) jelang sore ini. Mereka duduk di badan jalan sambil meneriakkan penentangan atas upaya DPR RI menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat pemilihan kepada daerah.
Demonstran menutup kolong Fly Over Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Sulsel, Kamis (22/8/2024) jelang sore ini. Mereka duduk di badan jalan sambil meneriakkan penentangan atas upaya DPR RI menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat pemilihan kepada daerah. (TRIBUN TIMUR/MUHAMMAD ABDIWAN)


Bivitri menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat, khususnya mahasiswa dan masyarakat sipil, untuk bersolidaritas dan mendukung gerakan mahasiswa yang sedang berjuang mempertahankan hak-hak mereka. 

Ia juga mendesak agar skorsing terhadap mahasiswa segera dihentikan dan kasus kekerasan diusut secara hukum.

"Tidak seharusnya kampus melakukan skorsing apalagi melakukan kekerasan fisik pada mahasiswa sendiri," jelas Bivitri 

"Kami juga ingin mengajak semua bagian dari mahasiswa, masyarakat sipil untuk bersolidaritas dan mendukung pergerakan kawan-kawan yang sedang mempertahankan hak-haknya dan berusaha membangun demokrasi," imbuhnya.

Lebih lanjut, dia meminta kekerasan yang dialami mahasiswa saat menyuarakan aspirasi dapat diproses secara hukum.

"Dan dilakukan tindak lanjut secara hukum sebagaimana mestinya. Mereka tidak melanggar hukum, mereka menjalankan hak-hak konstitusionalnya ketika sedang berunjuk rasa," tuturnya.

Penjelasan Rektor UINAM

Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) Prof Hamdan Juhannis menanggapi unjuk rasa mahasiswa menolak surat edaran Nomor 2591 Tahun 2024 tentang ketentuan penyampaian aspirasi mahasiswa.

Menurutnya, surat edaran itu tidak bermaksud untuk membatasi kebebasan mahasiswa UINAM dalam menyampaikan aspirasi.

"Jadi saya tegaskan, itu (surat edaran) bukan melarang mereka (mahasiswa) menyampaikan aspirasi, melarang mereka untuk berunjuk rasa," kata Prof Hamdan Juhannis dalam rekaman video yang beredar, Selasa (6/8/2024) siang.

"Tapi itu lebih kepada pengaturan bagaimana mereka menyampaikan aspirasinya," sambungnya.

Lebih lanjut Prof Hamdan menjelaskan, surat edaran itu sengaja dibuat karena kebanyakan mahasiswa meninggalkan kampus UINAM untuk berunjuk rasa, Tanpa diketahui pihak kampus.

Padahal, kata Prof Hamdan, keberadaan seluruh mahasiswa UINAM menjadi tanggung jawab civitas akademika.

"Makanya kami meminta (memberitahukan) apa yang mereka aspirasikan, dimana mereka melakukannya dan seperti apa wujud demonstrasi mereka," ujar Prof Hamdan.

"Jadi dengan surat edaran ini sebenarnya, kami mengajak mereka untuk berdiskusi mengkaji bersama sebelum mereka menyampaikan aspirasi," sambungnya.

Prof Hamdan juga mengklaim, bahwa surat edaran yang ia keluarkan justeru mengembalikan roh aktivis mahasiswa.

Tidak hanya itu, dirinya dan pimpinan UINAM lainnya juga mengaku kerap mendapat keluhan masyarakat terkait demo yang dilakukan mahasiswa UINAM.

Seperti, menutup jalan hingga memicu kemacetan, membakar ban hingga tak jarang berakhir ricuh.

"Nah, contoh yang paling jelas seperti demo yang dilakukan kemarin. Dengan memprotes surat edaran kami," ungkapnya.

Hamdan juga tidak menampik, jika demo itu memicu aksi protes dari pengantin mempelai pria yang sepi tamu undangan saat resepsi di dalam Hotel UINAM.

"Nah, kebetulan di areal kampus kami, kampus I itu ada hotel yang ditempati untuk pesta pengantin, di mana di jalan raya anak-anak melakukan demonstrasi menutup jalan," terang Hamdan.

"Sehingga pengantinnya itu keluar marah-marah. Kenapa marah-marah? Karena undangan yang semestinya menghadiri resepsinya itu tidak bisa masuk karena terhalang aksi menutup jalan," sebutnya.

Selain itu, Prof Hamdan turut menjelaskan perihal adanya dua mahasiswa disanksi Drop Out yang juga dituntut mahasiswa dalam aksi unjuk rasa kemarin.

Pemberian sanksi tersebut, kata dia, sudah sesuai dengan hasil investigasi internal yang mendapati bahwa keduanya melakukan pelanggaran berat dengan minum minuman beralkohol di lingkungan kampus.

"Saya juga tegaskan bahwa tidak benar yang mereka sampaikan di publik bahwa dua mahasiswa yang diberhentikan (Drop Out) itu karena murni melakukan unjuk rasa, tapi terbukti dari hasil investigasi organ kampus kami, Dewan Kehormatan, mereka minum minuman keras di kampus," tegas Prof Hamdan.

"Dan sekarang ada beberapa lagi mahasiswa yang diproses," tegasnya lagi.

Berdasarkan semua penjelasan yang disampaikan, Prof Hamdan menegaskan, tidak akan pernah mencabut surat edaran terkait pengaturan penyampaian aspirasi yang ia keluarkan.

"Jadi saya tegaskan, bahwa kami tidak akan pernah mencabut surat edaran itu. Saya akan memastikan kampus kami tidak tercoreng oleh ulah sekelompok mahasiswa yang tidak bertanggung jawab. Kami juga tidak membiarkan aksi anak-anak kami ditunggangi oleh kepentingan orang-orang tertentu yang tidak terkait dengan akademik," tuturnya.(*)

 

 

 

 

 

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved