Headline Tribun Timur
Hanya Supersemar Tak Diperlihatkan ke JK
Rektor Unhas Prof Dr Jamaluddin Jompa menyebut 4 Jusuf menjadi brand baru Sulsel.
TRIBUN-TIMUR.COM - Seminar Internasional Prinsip dan Karakter Bugis Makassar: 4 Ethos 4 Jusuf akan dijadikan agenda tahunan.
Banyak hal terungkap terkait sosok Syekh Yusuf, Jenderal Jusuf, Bacharuddin Jusuf Habibie, dan Jusuf Kalla (JK) dalam seminar setengah hari di Unhas Hotel and Convention, Senin (2/9/2024).
Rektor Unhas Prof Dr Jamaluddin Jompa menyebut 4 Jusuf menjadi brand baru Sulsel.
Seminar dihadiri secara hybrid tak kurang dari 1.000 orang.
Rektor Unhas, Prof Dr Jamaluddin Jompa yang menjadi tuan rumah dalam seminar ini mengatakan, kegiatan ini adalah prakarsa yang luar biasa yang dipelopori oleh Wakil Presiden Indonesia ke 10 dan 12, Jusuf Kalla.
Baca juga: Jusuf Kalla Ungkap Alasan Jenderal M Jusuf Lepas Gelar Andi Saat Ada yang Berburu Gelar Serupa
Prof JJ, begitu ia sering disapa mengatakan, Syekh Jusuf adalah simbol perpaduan antara keilmuan dan keberanian.
“Sebagai ulama besar, Syekh Jusuf juga dikenal sebagai Tuanta Salamaka ri Gowa. Syekh Jusuf tidak hanya belajar dari teks-teks keagaman tapi juga dari pengalaman hidup dari para pendahulunya,” ucap Jamaluddin Jompa saat memberi sambutan.
Selanjutnya Jenderal M Jusuf, salah satu figur militer yang dihormati dalam sejarah di Indonesia.
Jenderal M Jusuf juga dikenal sebagai prajurit sejati yang mencerminkan nilai-nilai kepemimpinan yang kuat dengan dedikasinya yang tanpa batas.
“Beliau mengajarkan bahwa kekuatan militer bukan hanya terletak pada senjata. Tapi moralitas dan etika tinggi, serta pada keberanian untuk melindungi dan memajukan negara,” paparnya.
Selanjutnya, Baharuddin Jusuf Habibie, Presiden RI ke-3 BJ Habibie tentu adalah wujud nyata dari kecerdasan dan inovasi yang ditanamkan sejak kecil dalam lingkungan Bugis Makassar.
Habibie adalah sosok visioner yang percaya bahwa kemajuan teknologi adalah kunci kemandirian bangsa.
“Selama masa jabatan presiden, beliau berperan penting dalm mengawal proses transisi menuju demokrasi yang lebih matang,” ujarnya
Sementara Jusuf Kalla, beliau dikenal dengan gaya kepemimpinan tegas, cepat dalam mengambil keputusan, terutama dalam situasi-situasi kritis.
“Peran beliau dalam memediasi berbagai konflik di Indonesia dan global serta kontribusinya dalam bidang ekonomi sosial membuatnya jadi sosok dihormati bukan hanya di Indonesia tapi juga dunia,” tuturnya.
Jamaluddin Jompa berharap agar kisah teladan para tokoh Jusuf ini menjadi pembelajaran.
“Kita harap empat etos yang dibahas pemateri akan jadi pengawal, dan inspirasi buat Unhas, jadi penyemangat bisa lebih baik,” tutupnya.
Keempat Jusuf ini diolah oleh empat tokoh berbeda. Syekh Jusuf diulas Sejarawan dan Birokrat Indonesia Dr Anhar Gonggong.
Sedangkan Jenderal Jusuf dibahas oleh Wakil Presiden RI ke-10 dan 12 Jusuf Kalla, Jusuf Habibie diulas oleh anaknya, Dr-Ing Ilham
Akbar Habibie, dan Jusuf Kalla diceritakan oleh Prof Hamid Awaluddin, mantan Menteri Hukum dan HAM RI.
Damaikan Ambon
Prof Hamid Awaluddin berbicara tentang pengalamannya mendampingi Jusuf Kalla mendamaikan konflik bernuansa SARA di Ambon 1990 lalu.
Saat itu, Jusuf Kalla menjabat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan (Menkokesra) era Presiden Megawati Soekarno Putri.
Jusuf Kalla kala itu, sempat membentak dua orang pria bersorban yang datang ke kediaman adiknya di Kemang, Jakarta. Mereka juga terlihat membawa pedang panjang yang disampirkan di pinggang.
Kedatangan mereka untuk berbicara dengan JK terkait rencana perdamaian konflik Ambon yang terus berlarut-larut.
Di hadapan dua orang yang duduk di sofa itu, JK memulai pembicaraan.
“Pak JK bicara. Saudara, saya mau damaikan Ambon. Saya tidak inginkan ada saudaramu saling membantai karena keyakinan,” kata Prof Hamid Awaluddin, mantan Menteri Hukum dan HAM saat menjadi narasumber Seminar internasional dengan tema Prinsip dan Karakter Bugis-Makassar 4 Ethos 4 Jusuf di Kampus Universitas Hasanuddin (Unhas), Tamalanrea, Makassar, Senin (2/9).
Hamid Awaluddin menceritakan awal mula perdamaian konflik Ambon yang menelan korban jiwa dan luka-luka puluhan orang dari dua kelompok agama berbeda di Ambon.
“Sebelum masuk ke dalam rumah, Pak JK berbisik kepada saya agarn tidak berbicara sedikitpun. Dan itu saya turuti,” katanya.
Singkat cerita, pembicaraanpun dimulai. Setelah JK menyampaikan niatnya mendamaikan Ambon, salah satu dari dari dua orang yang bersorban itu mengatakan bahwa perdamaian di Ambon sangat gampang. Tapi ia meminta JK mengerti aspirasi Islam.
Mendengar jawaban pria tersebut, Hamid melihat JK menunjukkan amarah. Meja dipukul sembari memperingatkan dua pria bersorban tersebut.
“JK pukul meja. Jangan kau ajari saya apa itu Islam dan prakteknya. Berapa orang kau kasih naik haji? Berapa anak yatim kau pelihara. Berapa kau sekolahkan? Berapa masjid kau bangun?,” kata Hamid mempraktikkan gaya bicara JK.
Menurut JK, dalam Islam yang susah itu perang. Karena ada persyaratannya, tidak boleh bunuh ini dan itu.
Dalam Islam damai paling gampang, 5 kali sehari. Assalamualaikum dalam salat, itu pesan damai.
"Kau mau ikut damai atau tidak, saya (JK) mau damaikan Ambon,” ujar Hamid.
Usai memberikan ultimatum, JK dan Hamid berdiri dan meninggalkan rumah tersebut.
Keesokan harinya, JK menghubungi Hamid Awaluddin dan mengabarkan jika salah satu kelompok yang bertikai di Ambon,Laskar Jihad, siap berdamai.
Itulah sekelumit cerita Jusuf Kalla mengenai gaya ia memulai dialog perdamaian.
Hamid Awaluddin kemudian belajar dari sikap seorang Jusuf Kalla. Dirinya paham bahwa negara harus berdiri kuat dalam menyikapi konflik.
“Artinya determinasi sekali lagi memberi ultimatum, mau ikut atau tidak mau ikut. Sebagai menteri, dia ingin pesan negara tidak boleh kalah dengan intimidasi dan ancaman. Negara harus tegak,” kata Hamid.
Sosok Syekh Jusuf
Sejarawan Anhar Gonggong yang jadi pembicara pertama membawakan materi mengenai kepemimpinan dan kemerdekaan dari sosok pahlawan nasional Syekh Yusuf.
Menurutnya, Syekh Yusuf adalah seorang ulama dan pahlawan kemerdekaan Indonesia yang lahir di Makassar.
Anhar menjabarkan definisi pemimpin. Menurutnya, pemimpin adalah seseorang yang mampu melampaui dirinya.
Definisi itu bersandar pada contoh yang sudah diberikan oleh Syekh Yusuf saat berjuang melawan penindasan abad 17.
Syekh Yusuf dalam pandangan Anhar bahwa pejuang kemerdekaan itu melihat kejahatan imprealisme dan kapitalistik yang membuat keadaan masyarakat hidup sengsara.
Landasan seorang pemimpin adalah terdidik dan tercerahkan.
Perpaduan antara ilmu dan hati nurani.
“Hari ini inti yang akan kita bicarakan adalah persoalan pemimpin. Nah apa itu pemimpin? Saya memberikan definisi yang sangat sederhana, pemimpin ialah orang yang mampu dan bersedia melampaui diri,” katanya.
Ia menambahkan, Syekh Yusuf adalah sosok pemimpin yang mampu melakukan penghayatan terhadap suatu keadaan.
Berawal dari penghayatan dan juga melihat fakta di lapangan. Syekh Yusuf memutuskan untuk membuat perubahan.
Selain itu, ada kemauan yang besar untuk menghadapi penjajah menggunakan akal dan pikiran.
“Pertama saat dia berkeliling di Desa di Kabupaten Gowa dia melihat kenyataan berbagai penderitaan yang ada,” ujar Anhar.
“Dan itu salah satu faktor yang menyebabkan dia yakin bahwa ini tidak dapat diselesaikan kalau tidak dengan melakukan perjalanan berpindah tempat untuk mencari alat-alat untuk melakukan perubahan,” jelasnya.
Dari perlawanan Syekh Yusuf itu membuatnya harus ditahan dan dipenjara.
Bahkan dari dipenjara di Sri Lanka hingga Afrika Selatan.
Di Sri Lanka Syekh Yusuf membuat 30 tulisan tentang keilmuan dan tarekat.
Di Afrika Selatan, Syekh Yusuf yang sangat dihormati dan memberikan dampak ke masyarakat.
Syekh Yusuf yang menyebarkan Islam di Afrika Selatan.
Anhar menyambung bahwa warisan Syekh Yusuf kepada masyarakat Sulsel sudah tersaji semuanya.
Mulai dari nilai keagamaan, perjuangan melawan penjajah, hingga menjadi manusia yang merdeka.
“Itulah harusnya yang kita warisi sekarang, apa makna kemerdekaan yang kita miliki sekarang mari kita belajar dari Syekh Yusuf karena dia telah meletakkan berbagai hal tentang apa makna kemerdekaan itu,” kata Anhar.
“Dan di sinilah pentingnya Syekh Yusuf. Apa yang diberikan Syekh Yusuf kepada kita seperti apa yang ada di diri seorang Bugis-Makassar seperti tadi 4 ethos,” pungkasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.