Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pilgub Sulsel 2024

Sosok Panglima Dozer Siap ‘Ratakan’ Sulsel Demi Andi Sudi-Fatma, Klaim Punya Nenek Moyang dari Bugis

Sosok Panglima Dozer, Rully Rozano,  baru-baru ini bikin heboh dengan pernyataan terkait "Ratakan Sulsel" dan uang kampanye Rp50 miliar.

Penulis: Erlan Saputra | Editor: Sukmawati Ibrahim
Tribun-Timur.com
Panglima Tim Dozer Rully Rozano ditemui usai konsolidasi relawan bersama Andi Sudirman dan Fatmawati di Panakkukang, Makassar, Sulsel, Kamis (8/8/2024) siang. 

Menurutnya, pernyataan tim relawan dinilai tidak beretika dan mencederai harga diri Sulsel.

Bagi Hasrullah, setiap tim pemenangan atau relawan berhak mempengaruhi publik.

Namun, hal tersebut harus dilakukan dengan kalimat persuasif dan beretika.

Hasrullah mengkritik penggunaan bahasa yang dianggap tidak sesuai dengan budaya Sulsel.

“Saya kira ini sangat menyakitkan warga Sulsel. Jadi saya mengingatkan bahwa iklan-iklan politik semacam itu sangat mempengaruhi orang. Kenapakah tidak menggunakan bahasa-bahasa yang baik,” kata Hasrullah, Jumat (9/8/2024).

“Umpamanya menggunakan diksi ‘Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainge. Nah kalimat seperti ini lebih mencerminkan budaya orang Sulsel,” tambahnya.

“Pernyataan semacam itu memberi kesan bahwa semuanya bisa dibeli dan meremehkan harga diri masyarakat Sulsel. Biaya iklan yang sangat besar tersebut menunjukkan kepanikan dari pihak mereka. Jika kepemimpinan mereka kuat, mereka tidak perlu mengandalkan pengeluaran sebesar itu untuk menarik perhatian,” tambah lagi Hasrullah.

Rusak Demokrasi

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unismuh Makassar, Handam, turut mengomentari berita viral tim Dozer, Jumat (9/8/2024).

Handam menilai, pernyataan Panglima Tim Dozer, Rully Rozano sangat merusak nilai-nilai demokrasi.

Menurut Handam, pernyataan tersebut sangat merusak nilai-nilai demokrasi yang berlaku.

Ia menilai bahwa pernyataan tim pemenangan Andi Sudirman-Fatmawati dapat mengancam kesetaraan politik dan mengurangi suara konstituen.

Sehingga menghasilkan pemimpin yang mungkin tidak peka terhadap aspirasi masyarakat marginal.

“Merusak nilai demokrasi, kesetaraan politik akan redup, voice konstituen terbelenggu, bahkan melahirkan pemimpin politik yang sulit tersentuh dengan oleh voice marginal,” kata Handam kepada Tribun-Timur.

Menurut alumni S1 FISIP Universitas Hasanuddin (Unhas) ini, Sulsel adalah arena politik yang bisa jadi transaksional dan pragmatis.

Ini berarti dalam politik di Sulsel, keputusan dan dukungan sering kali dipengaruhi oleh kesepakatan dan imbalan yang konkret

Utamanya fokus pada hasil praktis daripada pada ideologi atau prinsip.

Hal ini dianggap dapat memengaruhi dinamika politik, mengarah pada strategi kampanye yang berbasis pada tawar-menawar dan kompromi demi memenangkan kandidat tertentu.

Dengan demikian, hal memunculkan semakin suburnya aspek perilaku koncoisme dan oligarki di level daerah

“Tentunya akan berefek luas pada kualitas kebijakan daerah yang dihasilkan nantinya. Aspek perilaku Koncoisme dan oligarki di level daerah semakin subur,” tandasnya. (*)

 

 

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved