Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sepak Terjang Ari Dono Sukmanto Hanya 9 Hari Jabat Kapolri, Jenderal Bintang 3 Alumni Akpol 1985

Komjen Ari Dono Sukmanto Jenderal Bintang 3 alumni Akpol 1985 menjabat Kapolri selama 9 hari tepatnya Selasa (22/10/2019) hingga Jumat (1/11/2019).

Editor: Sakinah Sudin
Kompas.com
Komjen Pol (Purn) Ari Dono Sukmanto. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Inilah sepak terjang Komjen Pol (Purn) Ari Dono Sukmanto Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) tersingkat.

Jenderal Bintang 3 alumni Akpol 1985 itu pernah menduduki kursi Tribrata 1 hanya selama sembilan hari, tepatnya pada Selasa (22/10/2019) hingga Jumat (1/11/2019).

Dilansir dari Kompas.com, Ari Dono Sukmanto menjadi Kapolri dengan status pelaksana tugas (Plt) menggantikan Jenderal Pol (Purn) Tito Karnavian yang ditunjuk sebagai Menteri Dalam Negeri di Kabinet Indonesia Maju.

Berikut profil dan sepak terjang Ari Dono Sukmanto yang pernah menjadi salah satu Kapolri tersingkat.

Profil Ari Dono Sukmanto

Ari Dono Sukmanto menduduki kursi Kapolri setelah ia ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Penunjukkan tersebut dikonfirmasi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani. Ia mengatakan, masa jabatan Ari ditentukan oleh siapa Kapolri definitif yang bakal menggantikan Tito.

Sebelum menjabat sebagai Kapolri, Ari menduduki kursi sebagai Wakapolri setelah dilantik oleh Tito pada Jumat (17/8/2018).

Dilansir dari Kompas.com, Rabu (23/10/2019), Ari adalah lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1985.

Ia pernah menjabat sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

Ari dilantik menjadi Kabareskrim pada Selasa (31/5/2016).

Selama menjadi Kabareskrim, Ari pernah menangani beberapa kasus kelas kakap, seperti perkara penistaan agama yang menjerat Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pada 2016.

Kasus lain yang pernah ia tangani yakni penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan pada Selasa (11/4/2017).

Pada saat itu, Novel masih menjabat sebagai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ari juga menangani kasus penipuan dan penggelapan tiga pejabat PT First Travel, yakni Andika Surachman, Anniesa Hasibuan, dan Siti Nuraidah Hasibuan.

Kasus tersebut sempat menjadi perhatian publik pada 2017 karena agen travel ini gagal memberangkatkan puluhan ribu jemaah umroh ke Tanah Suci dengan total kerugian sebesar Rp 905,33 miliar.

Selama berkarier di kepolisian, Ari pernah menduduki jabatan sebagai Wakabareskrim Polri, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulawesi Tengah, termasuk Kepala Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim.

Ari Dono Sukmanto pensiun

Masa jabatan Ari berakhir ketika Jokowi melantik Jenderal Pol (Purn) Idham Azis sebagai Kapolri definitif.

Idham diambil sumpahnya oleh Jokowi di Istana Negara, Jakarta pada Jumat (1/11/2019).

Dilansir dari laman Presiden RI, pengangkatan Idham sebagai Kapolri diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 97/Polri Tahun 2019 tentang Pengangkatan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai Plt Kapolri, Ari memasuki masa pensiun dari kepolisian pada Desember 2019.

Upacara pelepasan Ari sebagai Wakapolri sekaligus perwira tinggi Polri dipimpin langsung oleh Idham di Auditorium PTIK, Jakarta Selatan, Selasa (7/1/2020).

2 Kapolri Lainnya dengan Masa Jabatan Paling Singkat

Selain Komjen Ari Dono Sukmanto, ada dua jenderal yang juga jadi Kapolri dengan durasi singkat.

Keduanya yakni Chairuddin Ismail dan Rusdihardjo.

1. Jenderal Polisi Chairuddin Ismail (Bugis Wajo Sulsel yang ditolak 102 jenderal)

Chairuddin Ismail menjabat sebagai Kapolri pada 20 Juli 2001 hingga 3 Agustus 2001.

Jabatan yang diembannya selama dua pekan itu menjadikannya Kapolri tersingkat kedua. Kala itu ia menjadi pelaksana tugas menggantikan Jenderal Suroyo Bimantoro.

Adapun pada masa kepemimpinan Suroyo Bimantoro terjadi polemik di tubuh Polri. Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur meminta Bimantoro mengundurkan diri. Namun, ia menolak.

Pada 2 Juni 2001, Gus Dur melantik Chairuddin Ismail sebagai Wakil Kapolri.

Padahal kala itu jabatan ini telah dihapuskan.

Kasus ini memantik dualisme dalam tubuh kepolisian dan memperuncing perseteruan Presiden Gus Dur dengan parlemen.

Pengangkatan Chairuddin mendapat penolakan 102 jenderal polisi yang tak menghendaki adanya politisasi di tubuh Polri.

Bertepatan dengan peringatan Hari Bhayangkara, 1 Juli, Presiden mengumumkan pemberhentian Bimantoro dan akan menugasi mantan Asisten Operasi Mabes Polri itu sebagai Duta Besar RI di Malaysia.

Beberapa jam kemudian, lagi-lagi Bimantoro menolak.

Situasi Mabes Polri semakin panas, apalagi muncul pernyataan sikap para perwira menengah Polri, meminta Bimantoro ikhlas mundur, ditambah lagi berita akan ditangkapnya Bimantoro karena dianggap telah membangkang terhadap perintah Presiden.

Bimantoro tidak goyah, dan memaksa Presiden melakukan langkah lebih dramatis.

Pada tanggal 20 Juli 2001, Gus Dur melantik Chairuddin Ismail resmi sebagai Pejabat Sementara Kapolri.

Setelah Presiden Megawati Soekarnoputri dilantik, Chairuddin dicopot dari jabatannya.

2. Jenderal Polisi Rusdihardjo

Jenderal Rusdihardjo merupakan Kapolri dengan masa jabatan tersingkat ketiga, yakni 8 bulan, 37 pekan, 3 hari.

Dia menjabat antara 4 Januari 2000 hingga 23 September 2000.

Dia menggantikan Jenderal Rusmanhadi.

Mantan Direktur Reserse Polri ini diangkat dengan pertimbangan demi meningkatkan kemampuan penyidikan Polri, khususnya dalam pemberantasan narkoba.

Namun belum genap setahun, Gus Dur memberhentikan Rusdihardjo.

Alasannya, faktor keamanan membutuhkan Kapolri baru.

Setelah tidak lagi menjabat sebagai Kapolri, Rusdihardjo menjadi Duta Besar Indonesia untuk Malaysia dari tahun 2004 hingga 2006.

Ia sempat mendapat kecaman pada awal 2005 karena meminta maaf kepada pemerintah Malaysia akibat peristiwa penginjakan dan pembakaran bendera Malaysia dalam aksi unjuk rasa di depan kedubes Malaysia soal Peristiwa Ambalat.

Pada tahun 2008, KPK menyatakan Rusdiharjo sebagai tersangka dalam kasus pungutan liar pembuatan visa di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Malaysia.

Rusdiharjo diduga menerima pungutan liar sebesar 900 juta rupiah.

Kasus pungutan liar ini terungkap setelah Badan Pencegah Rasuah Malaysia melaporkannya kepada KPK.[2] Oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rusdihardjo kemudian divonis 2 tahun penjara karena bersalah dalam kasus korupsi tersebut.

Upaya banding mengurangi vonisnya menjadi satu setengah tahun.

Pada 30 Maret 2009, Rusdihardjo selesai menjalani masa tahanannya karena telah mendapatkan pembebasan bersyarat. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved