Mahasiswa Geruduk Kantor Kejati Sulsel Desak Kajari Bantaeng Dicopot, Ada Apa?
Aksi yang berlangsung di depan kantor pengacara negara ini pun menimbulkan kemacetan panjang di kawasan Jembatan Fly Over Makassar.
Penulis: M Yaumil | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan Jl Urip Sumoharjo, Kota Makassar, digeruduk oleh sejumlah demonstran mengatasnamakan Forum Pemuda dan Mahasiswa Hukum, Senin (5/8/2024).
Aksi yang berlangsung di depan kantor pengacara negara ini pun menimbulkan kemacetan panjang di kawasan Jembatan Fly Over Makassar.
Dalam spanduk dibawa oleh demonstran, nampak tertulis desakan agar Kajati Sulsel mencopot Kajari Bantaeng.
Dalam orasinya demonstran menduga proyek bantuan bibit Nangka dan Sukun bagi petani senilai Rp7 miliar tahun 2024 diindikasi melanggar hukum.
Mereka juga menduga adanya intervensi oknum aparat penegak hukum dalam memenangkan salah satu perushaan yang diduga sebagai pemenang tender.
Mahasiswa dipimpin Riswandi dan Muhammad Riza ini, mendesak agar Kajati Sulsel turun melakukan evaluasi atas dugaan pelanggaran hukum yang terjadi di Bantaeng.
"Kami minta oknum APH yang diduga mengintervensi pelelangan proyek ini agar segera diperiksa. Sekarang terungkap fakta dilapangan, sejak beberapa bulan yang lalu kontrak telah berjalan namun sampai saat ini tak satu batang pun bibit yang telah didistribusikan," katanya.
Proyek di Bulukumba
Selain kasus dugaan pelanggaran hukum di Bantaeng, mahasiswa juga mendesak Kajati turun menyidik kasus proyek pembangunan sekolah di Bulukumba.
Menurut demonstran, telah terjadi temuan atas pelaksanaan proyek rehabilitasi sekolah.
Setelah melakukan unjuk rasa, mahasiswa diterima pihak Kejati untuk melayangkan pernyataan sikap.
Di depan pengunjuk rasa, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi mengegaskan, apa yang disuarakan mahasiswa telah ditindak lanjuti dengan melakukan penelusuran di Bagian Intelijen Kejati.
untuk proyek pengadaan bibit ditangani oleh Kasi C dan untuk dugaan keterlibatan oknum ditangani oleh Kasi A.
Setelah menerima penjelasan, mahasiswa pun membubarkan diri dengan tertib.
Sebelummembubarkan diri, mereka berjanji akan terus mengawal pengusutan kasus ini hingga tuntas.
Sebelumnya, Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bulukumba menemukan indikasi masalah pada pelaksanaan proyek pembangunan dan rehabilitasi di sejumlah sekolah.
Proyek yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2023 senilai Rp 35 miliar lebih itu dilaksanakan dengan sistem swakelola tipe satu untuk 40 sekolah.
Anggota Komisi D DPRD Bulukumba, H Safiuddin mengungkapkan temuan itu bedasarkan hasil peninjauan yang dilakukan di beberapa sekolah yang menerima program tersebut.
Menurutnya, ada beberapa indikasi kekeliruan yang terjadi dalam pelaksanaan program tersebut.
Pertama, program yang seharusnya dikerjakan dengan sistem swakelola justru dikerjakan oleh orang-orang di luar wilayah sekolah berada.
Sementara itu, kepala sekolah hanya diminta mempertanggungjawabkan anggaran.
" Yang kami lihat ada pengerjaan di situ, tapi tidak ada orang lokal," paparnya.
Kedua, material yang digunakan oleh pihak ketiga diduga tidak sesuai spesifikasi yang dipersyaratkan dalam RAB (Rencana Anggaran Belanja). Pihak sekolah pun bersikeras menolak dan meminta pelaksanakan kegiatan mengganti material sesuai perencaan.
"Ada kepala sekolah yang menolak pasir yang digunakan, yang seharusnya pasir hitam. Tapi pasir yang dipakai katanya berdebu," beber politisi Partai Bulan Bintang (PBB) itu.
Ketiga, lanjut Safiuddin, yang paling mencurigakan adalah pembangunan toliet/jamban yang nilai anggarannya sangat tidak rasional. Bangunan toilet dengan volume 2x3 dianggarkan sebesar Rp 110 juta.
"Kami dari Komisi D akan meminta pimpinan untuk melakukan hearing atau RDP (Rapat Dengar Pendapat) untuk membahas temuan ini dan memanggil pihak terkait untuk menjelaskan kondisi di lapangan," jelasnya
Kepala Seksi Sarana dan Prasarana, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bulukumba, Maulana yang dikonfirmasi membantah adanya pengerjaan proyek oleh kontraktor.
"Bedakan, kontraktor itu dipihaktigakan dilaksanakan dengan mekanisme penunjukkan melalui mekanisme tender, ini swakelola," katanya.
Maulana mengatakan, swakelola saat ini berbeda dengan swakelola sebelumnya. Swakelola saat ini diawasi oleh instansi penaggunjawaban anggaran dalam hal ini Dinas Pendidikan, sebelumnya penangunjawabnya oleh kepala sekolah dan komite. Hanya saja, dia tidak bisa merinci berapa anggaran yang didapatkan masing-masing sekolah.
"Konpleski, tidak bisa dijelaskan satu-satu. Yang pastinya besar ada yang sampai Rp 2 miliar, karena konsepnya penuntasan," kata Maulana. (*)
Bupati Gowa Husniah Talenrang Raih Gelar Doktor di UMI Makassar |
![]() |
---|
Siapa Sosok Oknum Jaksa Disebut Peras Terdakwa Uang Palsu Annar Sampetoding Rp5 M? Kejati Buka Suara |
![]() |
---|
Honda DBL Roadshow Ajang Kreativitas Pelajar Jelang DBL 2025 South Sulawesi Series |
![]() |
---|
Suporter Padati Latihan PSM Makassar di Kalegowa, Beri Dukungan dan Tavares Ngaku Sangat Butuh |
![]() |
---|
Cahaya Bone Beri Diskon 10 Persen, Salah Satunya Rute Palu-Makassar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.