Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pilgub Sulsel 2024

Kotak Kosong 'Setan' Demokrasi

Akhir-akhir ini isu kotak kosong di Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) santer terdengar. 

|
Editor: Muh Hasim Arfah

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Akhir-akhir ini isu kotak kosong di Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) santer terdengar. 

Banyak pihak yang menyayangkan jika kontestasi lima tahunan ini menyodorkan kotak kosong. 

Namun, kabar terbaru PPP, PKB, dan PDIP siap berkoalisi usung penantang Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi.

Dalam Podcast Klakson Pilkada Tribun Timur edisi Selasa (30/7/24) hadir Sekretaris DPW PKB Sulsel Muhammad Haekal dan Wakil Ketua DPW PPP Sulsel M Amran Aminullah memberikan pandangannya soal fenomena ini dan arah dukungannya. 

Dipandu Host Redaktur Tribun Timur Hasim Arfah dan Anggota Majelis Demokrasi dan Humaniora Abdul Karim selaku pemantik, berikut petikan wawancaranya.


Pandangannya soal kotak kosong?

Amran: Jumlah penduduk Sulsel dengan potensi sumber daya manusia yang cukup besar sangat naif jika Pilgub 2024 harus melawan kotak kosong. 

Tidak ada landasan dasar yang menyatakan bahwa kita krisis kepemimpinan atau krisis tokoh. Oleh karena itu, parpol yang ada di provinsi ini harus bersikap bijak dan melihat bahwa fenomena ini harus dihilangkan. Kami di PPP sudah memberikan tugas kepada salah satu calon kandidat di Sulsel untuk maju sebagai kontestan.s


Bagaimana dengan Anda?

Haekal: Kotak kosong bisa terjadi dalam situasi tertentu, misalnya jika ada calon kepala daerah dengan program luar biasa yang dicintai rakyat sehingga tidak ada yang berani melawan. 

Namun, saat ini banyak kader dari berbagai partai yang siap bertarung. Jika tiba-tiba terjadi kota kosong itu adalah anomali bagi partai politik dan bisa dianggap gagal dalam memproduksi kader. 

Pengalaman PKB di Pilkada Bantaeng menunjukkan bahwa kami bisa menghindari kotak kosong dengan mendukung salah satu pasangan calon. PKB berkomitmen menjaga demokrasi berjalan tidak hanya sebatas demokrasi formal tetapi juga substantif, menghadirkan calon kepala daerah manusia, bukan kotak kosong.


Pandangan Anda tentang fenomena ini?

Karim: Saya pikir kotak kosong adalah setan demokrasi. Ia ada tetapi kosong, ada tetapi tidak ada. Ini yang menurut saya penting untuk dipikirkan.

Masalah komunikasi politik atau kaderisasi partai?

Amran: Kalau kami melihatnya, ini lebih ke masalah komunikasi saja. Bukan karena kader tidak ada, tetapi kita ingin mengusung kader yang terbaik. Kader bisa dari internal partai atau eksternal yang tidak dari struktur kelembagaan partai. Komunikasi ini penting untuk mencegah terjadinya fenomena kotak kosong.

InsyaAllah, dengan keyakinan dan izin Allah, kotak kosong tidak akan terjadi. Kalau ini terjadi, fenomena serupa bisa terulang lagi di masa depan. Kita harus memberikan edukasi kepada partai politik agar mereka bijak dalam mengambil sikap.


Penting ada kontestan?

Amran: Penting ada kontestan agar ada adu gagasan dan dinamika demokrasi. Kalau hanya ada satu calon dan lawannya kotak kosong, tidak ada adu gagasan. Demokrasi harus diisi dengan kontestan yang memiliki program dan gagasan untuk masa depan Sulsel.


Tanggapan Anda soal fenomena ini?

Haekal: Bukan hanya masalah kaderisasi atau komunikasi, tetapi juga taktik politik. Kadang, partai lebih memilih taktik mencegah lawan masuk ke arena daripada bertarung dengan lawan yang kuat. Namun, ini kurang baik dalam demokrasi karena rakyat butuh banyak pilihan dan gagasan.


Dampak kurangnya kontestan?

Haekal: Jika kontestan sedikit, gagasan yang muncul juga sedikit. Rakyat butuh banyak gagasan untuk memilih pemimpin yang bisa menyelesaikan masalah pokok seperti pengangguran, kemiskinan, dan isu lingkungan. Pilkada harus menjadi momentum bagi calon pemimpin untuk menawarkan solusi atas masalah yang dihadapi rakyat.


Kader didorong masuk koalisi?

Haekal: Namanya kader, kalau ditugaskan menduduki posisi di legislatif atau eksekutif mau tidak mau harus siap. Tidak ada gunanya aktif di partai politik kalau tidak mau mengemban tugas sebagai eksekutif atau legislatif. Jadi, kalau ada kader yang ditugaskan partai untuk maju, pasti maju.


Survei terbaru peluang kota kosong?

Amran: Indikator survei masyarakat Sulsel, sementara yang menentukan kotak kosong adalah partai politik. Perlu ada pemikiran yang bijak dan edukasi terhadap masyarakat tentang kondisi politik daerah kita. Partai adalah laboratorium kader yang akan menjadi pemimpin dan jika gagal menentukan calon gubernur, akan terjadi kemunduran.


Faktor kemenangan calon?

Haekal: Pasti kalau orang maju bertarung di Pilkada, variabel pertama yang dihitung adalah potensi menang. Dari beberapa survei yang saya baca, tidak ada calon yang memiliki elektabilitas di atas 50 persen, artinya semua masih berpeluang. Situasinya bisa berubah karena masih ada beberapa bulan ke depan. Jika pasangan calon mulai berkampanye, pandangan masyarakat bisa berubah. Banyak variabel yang mempengaruhi pemilih dalam menentukan dukungan, baik yang rasional maupun pragmatis. Survei adalah pendekatan ilmiah untuk mengukur potensi kemenangan calon, tetapi kondisi bisa berubah seiring waktu.


Pengalaman mengusung kader?

Haekal: Jika ada kader yang ingin maju, kami berusaha usung. Kendala biasanya ada pada soal koalisi partai jika kami tidak bisa mengusung sendiri. Jika ada partai lain, misalnya PPP mengajak PKB untuk berpasangan dan ada potensi menang, pasti kami respon baik. 

Ini memberikan pilihan kepada rakyat dan memungkinkan adu gagasan antara kader PKB atau PPP dengan kader partai lain atau dari komunitas lain. Proses politik ini bisa menjadi pendidikan untuk rakyat agar mereka memilih pemimpin berdasarkan kemampuan menyelesaikan kebutuhan mereka bukan alasan pragmatis.


Kandidat disiapkan?

Amran: PPP sudah menerima pendaftaran beberapa calon, seperti Andi Sudirman Sulaiman, Danny Pomanto, Andi Muhammad. Kita terbuka untuk semua kader yang mendaftar dan akan duduk bersama dengan partai koalisi untuk membahasnya.


Bagaimana dengan PKB?

Heikal: Kami sudah melakukan penjaringan sejak beberapa bulan lalu. Beberapa nama yang sudah mengikuti tahapan tersebut, Ilham Arief Sirajuddin, Danny Pomanto, Andi Sudirman Sulaiman, Panglimata, Annar Sampetoding, Fatmawati. Mereka sudah menyerahkan berkas ke DPP, dan keputusan final masih dalam proses. Semua keputusan DPP didiskusikan bersama dengan DPW, terutama untuk calon gubernur.


Mekanisme penentuan calon gubernur?

Amran: Pendaftaran calon, fit and proper test di provinsi, dan keputusan final di DPP. Meskipun keputusan akhir ada di Jakarta, aspirasi dari Sulsel sangat didengar. Kami selalu terbuka dan transparan dalam menentukan calon.


Bagaimana dengan surat tugas?

Amran: Surat tugas biasanya digunakan untuk mencukupkan koalisi. Misalnya, jika seorang calon mendapatkan surat tugas, ia harus mencari koalisi yang cukup untuk maju. Penentuan pasangan calon masih menjadi wewenang partai.


Kemungkinan Amir Uskara maju?

Amran: Sangat mungkin. Amir Uskara sebagai wakil Ketua MPR dan tokoh nasional, juga punya potensi besar untuk maju. Semua keputusan akan diambil dengan hati-hati dan mendengarkan masukan dari berbagai pihak.


Soal spanduk tolak calon gubernur radikal dan intoleran?

Amran: Masyarakat bisa menilai sendiri. Pemerintah sekarang, di bawah kepemimpinan Pak Prabowo dan Gibran, menegaskan bahwa Indonesia adalah NKRI harga mati. Sulsel memiliki budaya yang tinggi dalam hal toleransi beragama dan nasionalisme. Tidak mungkin kita memilih kepala daerah yang tidak memiliki toleransi atau yang radikal.


Pandangan Anda?

Haekal: Pesan-pesan ini adalah aspirasi rakyat yang membutuhkan pemimpin dengan prinsip toleransi dan moderasi. PKB selalu memposisikan diri di tengah, mencari solusi bersama dan menjaga perbedaan. Pesan ini adalah catatan penting bagi kami, dan wajib untuk didengar dan dipraktikkan sesuai dengan konstitusi dan dasar bernegara kita.(hasriyani Latif)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved