Kisah Brigadir Royadin Polisi Pemberani Tilang Sri Sultan Hamengku Buwono IX
Sosok brigadir polisi Royadin berani menilang Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono IX
TRIBUN-TIMUR.COM -- Sosok brigadir polisi berani menilang Gubernur. Nasibnya langsung berubah.
Pejabat yang ditilang yakni Sri Sultan Hamengku Buwono IX mantan Wakil Presiden era Orde Baru.
Adapun brigadir polisi tersebut bernama Brigadir Royadin.
Kisah itu ditulis dalam Buku Komisi Pemberantasan Korupsi berjudul "Orange Juice For Integrity belajar Integritas kepada Tokoh Bangsa" terbitan 2014.
Menurut buku tersebut, kejadian polisi menilang Gubernur DI Yogyakarta itu terjadi sekitar pertengahan tahun 1960-an.
Brigadir Royadin berani menilang Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Saat itu mobil yang dikendarai melaju berlawanan arah di jalan satu arah di Semarang.
Sultan Hamengku Buwono IX menjabat Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.
Berikut kisahnya dikutip dari buku KPK berjudul "Orange Juice For Integrity belajar Integritas kepada Tokoh Bangsa" terbitan 2014 halaman 26.
Surat Tilang untuk Sultan
Kala itu, pertengahan 1960-an. Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengendarai sendiri mobilnya ke luar kota, tepatnya ke Pekalongan.
Entah mengapa, Sri Sultan saat itu melakukan kesalahan.
Dia melanggar rambu lalu lintas.
Malang bagi Sri Sultan, seorang polisi yang tengah berjaga memergokinya.
Tak ayal, priiiit... Polisi itu pun menghentikan mobil Sri Sultan.
“Selamat pagi!” ucap Brigadir Royadin, polisi itu, sambil memberi hormat dengan sikap sempurna.
“Boleh ditunjukkan rebewes (surat- surat kelengkapan kendaraan berikut surat izin mengemudi).” Sri Sultan tersenyum dan memenuhi permintaan sang polisi.
Saat itulah sang polisi baru tahu bahwa orang yang ditindaknya adalah Sri Sultan.
Brigadir Royadin gugup bukan main.
Namun, dia segera mencoba memperbaiki sikap demi wibawanya sebagai polisi.
“Bapak melanggar verbodden. Tidak boleh lewat sini. Ini satu arah!” kata dia.
“Benar... Saya yang salah,” jawab Sri Sultan.
Ketika melihat keragu- rauan di wajah Brigadir Royadin.
Sri Sultan berkata, “Buatkan saja saya surat tilang.”
Singkat cerita, sang polisi pun melakukan tilang kepada Sri Sultan.
Tak ada sikap mentang- mentang berkuasa yang diperlihatkan Sri Sultan pada saat itu.
Bahkan, tak lama kemudian, dia meminta Brigadir Royadin bertugas di Yogyakarta dan menaikkan pangkatnya satu tingkat.
Alasannya, Royadin dianggap sebagai polisi yang berani dan tegas.
Sosok Brigadir Royadin
Cerita ini bermula dari artikel blogger Kompasiana, Aryadi Noersaid, yang dipostingkan 25 Juni 2011.
Judulnya "Sultan HB IX & Polisi Pekalongan, The Untold Story".
Versi Aryadi, ceritanya bertutur keberanian Brigadir Royadin, seorang polisi di Pekalongan menilang Sri Sultan HB IX.
Rebuwes (SIM) disorongkan ke tangan Ngarso Dalem (sapaan hormat untuk raja-raja Yogya) yang tengah nyetir sendirian dan melanggar di jalan satu arah pada tahun 60an itu. Bukannya marah, Sri Sultan HB IX menerima rebuwes itu, dan melanjutkan perjalanan.
Hari berikutnya giliran Royadin didamprat komandannya. Tapi polisi teguh itu bersikukuh hanya menjalankan peraturan.
Tak lama berselang, Sri Sultan HB IX berkirim surat, minta Royadin dipindahkan ke Yogya supaya dekat dengannya.
Royadin menolak, dan memilih tetap dekat bersama keluarganya di Batang.
Cerita versi Aryadi itu segera mengundang simpati dan beragam komentar.
Terlebih artikel itu kemudian menyebar luas melalui milis, tautan media sosial, dan muncul di berbagai laman.
Benarkah Royadin dan kisah itu ada? Tribun Jogja menelusuri jejak Royadin di Batang.
Hasilnya, sosok itu memang benar-benar pernah ada. Kisah serupa juga ditemukan, tapi kali ini versi dua anak kandung almarhum Royadin.
Keluarga almarhum Royadin tinggal di Gang Sriti RT 06/RW 06 No 53, Legoksari, Proyonanggan Tengah, Kecamatan Batang, Kabupaten Batang.
Rumah sederhana itu berada tak jauh dari ruas jalan utama Kabupaten Batang, Jalan Gajahmada.
Semua warga Legoksari ternyata mengenal nama Royadin, mantan polisi yang meninggal pada 14 Februari 2007 lalu dengan pangkat terakhir Pembantu Letnan Satu (Peltu).
Rumah itu berada di tengah kampung yang hanya bisa dijangkau jalan kaki atau sepeda motor itu.
Tribun bertemu anak ketiga Royadin bernama Supardiyo (57), dan anak kelima almarhum Murni Janasih (51).
Total anak almarhum ada enam; Raminten, Budiati, Supardiyo, Bambang Sugeng, Murni Janasih, dan Sri Siti Handayani.
"Iya cerita Mas Didik (panggilan Aryadi) memang benar. Saya juga pernah diceritain, tapi saat itu bapak tugasnya di Semarang, bukan di Pekalongan. Sekitar tahun 1960an, pas ramai-ramainya PKI, " kata Diyo, panggilan Supardiyo, saat berbincang di ruang tamu rumah ayahnya, Selasa (10/4) siang.
Ayah lima anak itu mengenang cerita ayahnya sembari tersenyum kecil.
Diyo mendengar kisah itu suatu saat ketika ayahnya pulang ke Batang. Ibu dan saudara-saudaranya tinggal di Legoksari, sedangkan ayahnya di asrama polisi di Jalan Admodirono, Semarang.
Setiap akhir pekan ayahnya menengok keluarga di Batang.
Bersama saudara-saudaranya, Diyo mendengar ayahnya yang humoris bercerita baru menangkap penggede (orang besar) yaitu Sri Sultan HB IX di Semarang.
Kisahnya dimulai saat di Semarang ada upacara dengan banyak pejabat negara yang datang ke Semarang.
Pertengahan 1960-an itu, Royadin bertugas di pos lantas yang seingatnya kalau tidak di pertigaan depan Stasiun Poncol Semarang, di Simpang Lima, ataupun daerah Jalan MT Haryono.
Tiba-tiba Royadin melihat ada mobil melanggar jalan searah.
Ia langsung mencegat. Ternyata pengemudinya orang yang sama sekali tidak asing.
Royadin tersentak, tapi ia tetap memilih menilang orang besar itu.
Sultan HB IX menurut Royadin tidak marah dan memberikan surat-surat kelengkapan yang diminta sesuai peraturan.
Di mata Diyo dan saudara-saudaranya, Royadin ayah yang sederhana.
Hidupnya lurus tidak pernah berbuat macam-macam.
Bahkan, saat masih susah dan hanya bisa makan nasi jagung pun ayahnya tetap bertanggungjawab.
Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, ia rela menggadaikan apapun.
Bahkan saat itu untuk memenuhi kebutuhan rumah, ayahnya sempat menggadaikan sarung dan tidak jarang pakaian dinasnya di pegadaian.
Kenangan akan ayahnya pun membekas di hati Murni Janasih (51).
Baginya ayahnya sosok yang bersahaja.
Tidak terlalu keras ataupun lembut.
Ia tidak pernah melihat ayahnya berkeluh kesah dan bertindak macam-macam.
Data yang dihimpun Tribun, Royadin lahir di Batang, 1 Desember 1926.
Ia bertugas sebagai polisi selama 21 tahun 1 bulan.
Pernah bertugas di Boyolali, lalu pindah ke Semarang dan pulang kembali ke Batang sebagai Kapolsek Warungasem, Batang hingga pensiun.
Pada 14 Februari 2007, dalam usia ke 81 tahun Royadin berpulang di rumah yang dibangunnya dengan hasil keringatnya sendiri.
Ia dimakamkan di pemakaman umum dekat rumahnya di Kepuh, Priyonanggan Tengah, Batang.
Tidak ada yang istimewa dengan makamnya.
Hanya ada tulisan Royadin bin Slamet yang berdampingan makam istrinya yang meninggal dua tahun setelahnya.
Anak-anaknya kini tersebar di Batang, Semarang, dan Purworejo. (www.tribunjogja.com)
Sumber: (Buku KPK/TribunJogja)
Gunakan HP saat Berkendara, Pengendara Perempuan di Bone 'Disemprot' Polisi |
![]() |
---|
Sosok AKBP Erwin Aras Genda Alumnus Akpol 2003 Jadi Doktor karena Tilang Elektronik |
![]() |
---|
Jenis Pelanggaran Pasti Ditilang Selama Operasi Patuh 2025, Denda Termurah Rp500 Ribu |
![]() |
---|
Cara Mudah Bayar Denda Tilang Jika Terjaring Operasi Patuh 2025, Bisa Lewat ATM dan Mobile Banking |
![]() |
---|
Intip Gaji Polisi, Viral Bripka A Polisi Gowa Terima Uang Tilang dari Pengendara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.