Masjid Dijual di Makassar
Ramai Jual Masjid di Makassar, Kisah Sahabat Nabi Rebut Tanah Yahudi Demi Bangun Masjid
Hilda Rahman menjual lahan masjid Fatimah Rahman di Jl Kompleks Btn Makkio Baji, Bangkala, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
TRIBUN-TIMUR.COM- Warga Makassar, Hilda Rahman menjual lahan Masjid Fatimah Umar di Jl Kompleks Btn Makkio Baji, Bangkala, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Fenomena jual masjid ini pun viral.
Bahkan, terjadi pro kontra antara warga dan netizen.
Tapi tahunkah Anda Tribuners, dulu ada sahabat nabi yang merampas lahan milik seorang Yahudi.
Dikutip dari islami.co, Amr bin Ash, seorang gubenur di Mesir di masa Khalifah Umar bin Khatab memerintah, mengira dirinya adalah seorang penguasa yang mewakili Tuhan sepenuhnya di muka bumi.
Tindakannya seperti tercatat dalam sejarah Islam, menunjukkan bagaimana ia berpikir sempit.
Baca juga: Bos Skin Care Fenny Frans Bakal Bangun Masjid di Samping Masjid Fatimah Umar

Pikiran yang pada masa kini masih saja terus ada, dan sering menjadi persoalan besar dan berimplikasi buruk.
Kekuasaan yang seringkali khilaf, tidak lagi bermata hati, gelap dan seringkali menyakiti perasaan orang lain yang tidak sama.
Namun, Amr bin Ash untungnya adalah pribadi yang terbuka (setidaknya seperti itu prasangka baik kita).
Di masa pemerintahannya, di suatu waktu, gubenur itu melihat gubuk reyot di depan istananya yang megah.
Sebuah gubuk yang berdiri di atas tanah yang cukup luas.
Pemiliknya adalah seorang Yahudi tua dan miskin.
Setiap kali keluar istananya, Amr bin Ash melihat gubuk itu, dan dahinya terangkat oleh rasa tidak nyaman.
Ia melihat kontras yang nyata antara istananya yang megah dengan rumah buruk di hadapannya.
Baca juga: Viral Masjid Dijual di Makassar, Begini Hukum Jual Masjid dalam Islam dari Fatwa MUI
Hatinya tiba-tiba terganggu.
Perasaannya seolah dilingkupi oleh badai yang keras, dan menuntutnya untuk berbuat sesuatu demi melenyapkan kekotoran itu.
Maka, suatu ketika, Amr bin Ash berpikir untuk membeli tanah milik orang Yahudi tersebut.
Alangkah baiknya bila gubuk itu dirobohkan, dan kemudian didirikan masjid.
Demikianlah, masjid tentu akan menjadi ruang yang jauh lebih pantas ketimbang gubuk reyot yang buruk.
Masjid memiliki manfaat bagi masyarakat muslim, baik secara horisontal maupun vertikal. Keberadaan masjid tentu akan memiliki nilai ibadah, bagi dirinya, dan setiap jama’ah yang meramaikan.
Untuk itu, dengan satu pertimbangan atas dasar ibadah, menurutnya, Amr bin Ash perintahkan agar mengambil rumah Yahudi itu.
Dirobohkan dan dibangun masjid yang megah.
Ketika perintah itu sampai pada orang Yahudi pemilik rumah, wajah pria tua itu menjadi pucat pasi.
Darahnya bergolak.
Ia marah, tentu saja, dan ia menolak dengan tegas.
Ia tak ingin rumahnya dihancurkan. Ia tak ingin tanahnya diambil alih dan didirikan masjid.
Namun, ia hanyalah rakyat kecil yang tak memiliki kuasa dan harta. Seluruh upaya protesnya membentur tembok tebal penguasa.
Perintah gubenur Mesir itu tak bisa dibatalkan.
Baca juga: Sosok Hilda Rahman Penjual Masjid Rp2,5 Miliar di Makassar Terungkap, Ingin Pindah ke Jakarta
Setelah upaya protesnya gagal, dan hatinya dicekam oleh rasa sakit dan dendam, tiba-tiba ia teringat akan kabar tentang pemimpin yang adil, yaitu Khalifah Umar bin Khatab.
Ia mendengar pemimpin kaum muslimin itu adalah pemimpin yang jujur dan dipenuhi rasa keadilan. Meskipun demikian, ia ragu.
Umar bin Khatab adalah pemimpin kaum muslimin, sedangkan dirinya adalah seorang Yahudi miskin yang tak memiliki kuasa dan harta.
Mungkinkah Umar akan menerima keluhannya? Berhari-hari ia memikirkan itu. Hingga kemudian, ia bertekad untuk mencoba.
“Tak ada pilihan lain,” gumannya.
Maka, dengan tekad yang bulat, ia persiapkan dirinya dengan bekal hati yang kuat dan ransum untuk perjalanan ke Madinah. Perjalanan yang mungkin baru sampai setelah beberapa bulan.
Demikianlah, Yahudi tua itu berangkat esok harinya, sementara Amr bin Ash mempersiapkan pmbangunan masjid di atas tanah yang tak pernah direstui pemiliknya.
Ketika sampai di Madinah, segera saja ia mencari istana sang Khalifah.
Tapi ia tak menemukan banguna megah seperti istana Amr bin Ash.
Ia bertanya di mana istana Khalifah Umar bin Kathab.
Tapi jawaban orang tersebut membuat dahinya berkerinyit.
“Cari saja Amirul Mukmimin di Masjid. Ia biasa tidur di sana.”
Baca juga: Sosok Hilda Rahman Penjual Masjid Rp2,5 Miliar di Makassar Terungkap, Ingin Pindah ke Jakarta
Benar kata orang tersebut, ketika ia sampai di masjid dan bertanya di mana Umar bin Kathab, salah seorang di halaman masjid menunjuk seorang tinggi besar yang tengah tiduran di bawah pohon kurma.
“Wahai Amirul Mukminin,” sapanya ragu dan sedikit gemetar.
Umar bn Khatab melihatnya dan bertanya apa keperluannya.
Orang Yahudi itu kemudian bercerita tentang dirinya, dan apa yang menimpanya.
“Saya meminta keadilan,” tutup Yahudi itu.
Mendengar itu, Umar bin Khatab bangkit dan duduk bersandar di batang pohon kurma.
Wajahnya terlihat keras.
Matanya memandang tajam wajah orang Yahudi tersebut.
Setelah berpikir sejenak, Umar kemudian mengambil satu tulang belikat onta dan menggoreskan pedangnya di atas tulang itu, membuat garis silang.
Umar menyerahkan tulang itu pada Yahudi itu, dan berkata, berikan pada gubenru Amr bin Ash.
Wajah pria Yahudi itu bingung.
Hati dan otaknya tak bisa memahami mengapa jauh-jauh melakukan perjalanan untuk meminta keadilan, dirinya hanya menerima tulang?
Tapi Yahudi itu takut menentang.
Dengan perasaan sedikit kecewa, ia kembali ke Mesir.
Baca juga: Kaget Masjid Fatimah Umar Makassar Tiba-tiba Dijual, Abdul Kadir: Salat Subuh Ramai Sekali di Sini
Ketika ia sampai, rumahnya telah sirna, dan di atas tanahnya tengah dibangun sebuah masjid.
Esok harinya ia menghadap pada Amr bin Ash.
Katanya, “saya baru saja bertemu Umar bin Khatab. Dan ia memberikan tulang ini untuk saya berikan pada Anda.”
Amr bin Ash terkejut mengetahui Yahudi tua itu menemui Amirul Mukminin.
Semakin terkejut ketika ia melihat garis silang di tulang belikat onta tersebut.
Dengan tubuh gemetar, ia panggil pembantunya untuk membatalkan pembangunan masjid.
Amr bin Ash juga memerintahkan untuk mengembalikan hak milik Yahudi itu dengan kerugiannya.
Yahudi itu senang sekaligus bingung dengan apa yang terjadi.
Hingga kemudian, ia mendengar jawabanyanya.
Suatu ketika, Amr bin Ash ditanya mengapa ia takut melihat tulang belikat itu. Jawab gubenur mesir itu, “Umar bicara padaku lewat tulang itu. Berlakulah lurus sepetrti huruf alif, dan bersikap adil, atau kupenggal lehermu.”
Baca juga: Bos Skincare Fenny Frans Donasi Rp1 Miliar Beli Masjid Fatimah Umar Makassar yang Dijual
Klarifikasi Hilda Rahman
Sosok Hilda Rahman, wanita yang kekeuh jual masjid di Makassar, Sulawesi Selatan.
Hilda Rahman mengaku pemilik Masjid Fatimah Umar yang terletak di BTN Makkio Baji, Kelurahan Bangkala, Kecamatan Manggala, Makassar.
Masjid serta lahan kosong di belakangnya dijual seharga Rp2,5 miliar.
Hilda Rahman mengaku, Masjid Fatimah Umar dibangun keluarganya sebagai masjid pribadi.
Masjid itu dibangun sekitar tahun 1990-an di atas tanah milik Hilda Rahman.
Lebih dari 30 tahun berdiri, kini Hilda Rahman ingin menjual Masjid Fatimah Umar serta lahannya.
Berawal tepatnya 2021, Hilda Rahman datang untuk melihat tanah kosong di belakang masjid.
Tanah tersebut ingin dijadikan rumah tahfiz.
Beberapa bulan kemudian justru tanah tersebut mau dijual beserta dengan tanah tempat Masjid Fatimah Umar berdiri.
Alasannya, Hilda Rahman mau pindah di Jakarta.
Ada aset telah dibeli di Jakarta untuk membangun pesantren.
Namun, ada lahan ingin dibebaskan untuk masuk pesantren tersebut, sehingga butuh biaya.
"Mau menyatukan aset. Itu yang saya tangkap. Buat pesantren di Jakarta," terang Imam Masjid Fatimah Umar, Ismail Kappaja.
Ia melanjutkan, pernah ada seorang dokter ingin membeli tanah tersebut seharga Rp 1,5 miliar.
Namun, dari Hilda Rahman mensyaratkan nama masjid tak boleh diubah.
"Yang mau beli Rp1,5 miliar sudah mau ke notaris, tapi karena pemilik tidak mau diganti namanya sehingga batal," ujarnya.
Selanjutnya, Hilda Rahman datang lagi bersama adiknya, Habib Umar.
Setahun pasca kedatanganya, Hilda Rahman menghubungi pengurus masjid bahwa tanah tersebut akan dijual.
Kali ini sang pemilik sudah bersikeras.
Bahkan, ingin menggembok masjid.
Namun, mendapat penolakan dari warga.
Mediasi pun dilakukan oleh pihak kelurahan, masyarakat dan Hilda Rahman.
Kesepakatannya adalah masyarakat tetap bisa menggunakan masjid, tapi dipasang spanduk dijual.
"Masyarakat masih boleh menggunakan masjid, tapi statusnya dijual. Harus dipasang spanduk," ungkap Ismail.
Tak Diwakafkan
Masjid Fatimah Umar dibangun sekira 1990-an.
Sang pemilik tanah, Hilda Rahman yang membangun.
Hanya saja bangunan masjid belum utuh seperti sekarang.
Warga pun swadaya untuk menyempurnakan bangunan masjid tersebut.
Ismail menyampaikan, pada 2015 lalu pengurus masjid mendatangi kediaman Hilda Rahman.
Mereka ingin meminta perjanjian hitam di atas putih untuk masjid tersebut.
Kala itu yang ditemui hanya suami Hilda Rahman.
Suami Hilda Rahman pun mempersilahkan warga untuk menggunakannya.
Dia menjamin tidak ada dari keluarganya yang akan menuntut.
"Tidak ada wakaf. Hanya disuruh pakai. Tapi tanah ini memang atas nama Hilda Rahman," pungkas Ismail.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.